PENERAPAN HUKUM FIQIH
Setiap muslim mukallaf dituntut
melaksanakan semua perintah agama dan menjauhi larangan-larangannya, namun kita
sadari bahwa pada setiap masa masing-masing orang mempunyai kekuatan dan
kelemahan baik dari sisi fisik maupun keimanannya, bagaimanakah sikap agama
melihat kenyataan seperti itu?
Allah Swt. memang menciptakan manusia sesuai
dengan kadarnya masing-masing, dari sisi hukum syari’at terdapat dua tingkatan
yaitu hukum yang berat dan yang ringan, dengan demikian qoul yang berat
untuk mereka yang kuat dan yang ringan untuk mereka yang lemah. Hal ini
sesungguhnya telah dijelaskan di dalam kitab al-Mizan al-Kubra, hal. 3:
وَكَماَ لاَيَجُوْزُ لَناَ اَلطَّعْنُ
فِيْماَ جَائَتْ بِهِ اْلأَنْبِياَءُ مَعَ اخْتِلاَفِ شَرَائِعِهِمْ فَكَذلِكَ
لاَيَجُوْزُ لَنَا اَلطَّعْنُ فِيْمَا اسْتَنْبَطَهُ اْلأَئِمَّةُ
اَلْمُجْتَهِدُوْنَ بِطَرِيْقِ اْلاِجْتِهاَدِ وَاْلاِسْتِحْسَانِ وَيُوْضَحُ لَكَ
ذلِكَ أَنْ تَعْلَمَ يَاأَخِىْ أَنَّ الشَّرِيْعَةَ جَائَتْ مِنْ حَيْثُ اْلأَمْرِ
وَالنَّهِى عَلىَ مَرْتَبَتـَىْ تَحْفِيْفٌ وَتَشْدِيْدٌ لاَ عَلىَ مَرْتَبَةٍ
وَاحِدَةٍ كَمَا سَيَأْتِىْ اِيْضَاحُهُ فِى الْمِيْزَانِ فَاِنَّ جَمِيْعَ
الْمُكَلِّفِيْنَ لاَ يُخْرِجُوْنَ عَنِ الْقِسْمَيْنِ: قَوِيٌّ وَضَعِيْفٌ مِنْ
حَيْثُ اِيْمَانِهِ اَوْ جِسْمِهِ فِيْ كُلِّ عَصْرٍ وَزَمَانٍ، فَمَنْ قَوِيَ
مِنْهُمْ خُوْطِبَ بِالتَّشْدِيْدِ وَاْلأَخْذُ بِالْعَزَائِمِ وَمَنْ ضَعَفَ
مِنْهُمْ خُوْطِبَ بِالتَّخْفِيْفِ وَاْلأَخْذُ بِالرُّخَصِ (الميزان الكبرى، ص 3)
Sebagaimana tidak diperbolehkan mencela
perbedaan di antara syari’at-syari’at yang dibawa para Nabi, begitu juga tidak
diperbolehkan mencela pendapat-pendapat yang dicetuskan para imam Mujtahid,
baik dengan metode ijtihad maupun istihsan. Saudaraku! Lebih jelasnya engkau
perlu mengerti, bahwa syari’at itu dilihat dari perintah dan larangannya
dikembalikan pada dua kategori yaitu ringan dan berat. Lebih jelasnya hal itu
dicantumkan pada ‘al-Mizan. Dengan demikian orang-orang mukallaf itu
dipandangkan dari segi keimanan dan fisiknya, dalam setiap zamannya, tidak
terlepas dari dua kategori yaitu orang yang lemah dan orang yang kuat, dan
barang siapa tergolong kuat, maka ia mendapatkan khitob berupa qoul yang galak,
dan barang siapa yang tergolong lemah maka ia mendapatkan khitob berupa qoul
yang gampil. (al-Mizan al-Kubra, hal. 3)
Dari keterangan tersebut di atas maka dalam
menerapkan suatu hukum harus sesuai dengan syari’at ajaran Islam yang di
dalamnya tidak ada kekerasan dan paksaan.
0 Response to "PENERAPAN HUKUM FIQIH"
Posting Komentar