HUKUM BERPINDAH-PINDAH MADZHAB
Bagaimana hukum berpindah-pindah dalam mengikuti
pendapat madzhab, semisal penganut madzhab Syafi’i memilih atau mengikuti qoul
yang ringan dari qoul atau pendapat selain dari madzhab Imam Syafi’i
atau sebaliknya?
1. Fasiq, apabila untuk mencari kemudahan-kemudahan hukum saja.
Keterangan kitab Fath al-Mu’in, halaman 138:
(فَائِدَةٌ) إِذَا تَمَسَّكَ اْلعَامِيْ
بِمَذْهَبٍ لَزِمَهُ مُوَافَقَـتُهُ وَإِلاَّ لَزِمَهُ التَمَذْهُبَ بِمَذْهَبٍ
مَعَيَّنٍ مِنَ اْلأَرْبَعَةِ لاَ غَيْرِهَا ثُمَّ لَهُ
وَإِنْ عَمِلَ بِاْلأَوَّلِ اْلإِنْتِقاَلَ إِلىَ
غَيْرِهِ باِلْكُلِّيَةِ أَوْ فِي الْمَسَائِلِ بِشَرْطٍ أَنْ لاَ يَتَتَبَّعَ
الرَّخَصَ بِأَنْ يَأْخُذَ مِنْ كُلِّ مَذْهَبٍ بِاْلأَسْهَلِ مِنْهُ فَيَفْسُقُ
بِهِ عَلَى اْلأَوْجَهِ (فتح المعين، ص 138)
(Faidah) jika
orang awam berpegang teguh pada suatu madzhab maka wajib mengikutinya, jika
tidak atau berpindah madzhab maka wajib mengikuti madzhab yang jelas dari
salahsatu madzhab empat (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) tidak
kepada madzhab yang lainnya, jika orang awam yang sudah mengikuti madzhab yang
awal menginginkan berpindah ke madzhab yang lain (hukumnya boleh) dengan syarat
harus mengikuti pendapat madzhab tersebut satu rumpun atau satu qodhiyah secara
utuh, atau hanya ikut dalam beberapa jenis masalah saja dengan syarat tidak
mengambil atau memilih pendapat yang ringan dari setiap madzhab yang lebih
mudah, jika begitu (hanya memilihi yang ringan-ringan saja) maka termasuk
perbuatan fasik (menurut pendapat yang terpecaya).
2. Boleh secara mutlak, dalam artian berpindah madzhab untuk suatu kebutuhan
tertentu atau berpindah-pindah madzhab
hanya untuk mencari suatu kemudahan saja, asalkan tidak melakukan talfiq.
Talfiq adalah menghimpun atau bertaqlid dengan dua imam madzhab
atau lebih dalam satu perbuatan yang memiliki rukun, bagian-bagian yang terkait
satu dengan lainnya yang memiliki hukum yang khusus, kemudian mengikuti satu
dari pendapat yang ada. Hal ini diterangkan dalam kitab I’anah at-Thalibin, juz 4, hal. 217:
(قَوْلُهُ ثُمَّ لَهُ) أَيْ ثُمَّ
يَجُوْزُ لَهُ اِلَخْ قَالَ اِبْنُ الْجَمَالِ (اِعْلَمْ) أَنَّ اْلأَصَحَّ مِنْ
كَلاَمِ الْمُتَأَخِّرِيْنَ كَالشَّيْخِ اِبْنِ حَجَرٍ وَغَيْرِهِ أَنَّهُ
يَجُوْزُ اْلاِنْتِقَالُ مِنْ مَذْهَبٍ إِلىَ مَذْهَبٍ مِنَ اْلمَذَاهِبِ
اَلْمُدَوِّنَةِ وَلَوْ بِمُجَرِّدِ التَّشَهِّى سَوَاءٌ اِنْتِقَلَ دَوَاماً أَوْ
فِيْ بَعْضِ الْحَادِثَةِ وَإِنْ أَفْتىَ أَوْ حَكَمَ وَعَمِلَ بِخِلاَفِهِ ماَ
لَمْ يَلْزَمْ مِنْهُ التَّلْفِيْقُ اهـ (اعانة الطالبين، ج 4، ص 217)
0 Response to "HUKUM BERPINDAH-PINDAH MADZHAB"
Posting Komentar