SUBSTANSI AJARAN ISLAM

SUBSTANSI AJARAN ISLAM

Islam bukan hanya tentang akidah dan syari’ah, bukan hanya membawa perintah tentang rukun iman, atau hanya tentang rukun Islam. Lebih dari itu Islam adalah agama ilmu dan kebudayaan, agama yang mewajibkan umatnya cerdas dan berilmu intelek. Yang membawa misi untuk menjadikan umatnya cerdas dan berpendidikan.

Agama Islam adalah agama yang mencakup dua hubungan besar; hubungan horizontal (habl min al-nas), dan hubungan vertikal (habl min Allah). Dua hubungan ini mencakup aspek individu manusia sebagai makhluk individu, dan aspek pribadi manusia sebagai makhluk sosial. Kedua aspek tersebut masing-masing memiliki keterkaitan yang erat antara yang satu dengan lainnya.

Manusia sebagai makhluk individu dituntut untuk mampu membangun hubungan vertikalnya kepada Allah dengan hubungan yang baik dan konsisten (istiqamah), yakni melaksanakan ibadah sebagai bentuk penghambaan dan ketaatan total (tauhid ‘ubudiyah) kepada-Nya. Sebagaimana hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Qs. al-Dzariyat: 56)

Di samping sebagai makhluk individu, manusia juga adalah makhluk sosial yang diciptakan sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi. Oleh karena itu, manusia tidak hanya dituntut mampu untuk membangun hubungan vertikalnya saja dengan Allah. Lebih dari itu, manusia juga harus mampu membangun hubungan horizontalnya dengan lingkungannya; manusia lainnya dan alam sekitarnya.

Hubungan horizontal ini pun adalah sebagai bukti penghambaan (tauhid rububiyah) kepada Khaliq yang juga menuntutnya untuk berakhlak baik, membangun kehidupan sosial yang solid, rukun, damai, makmur dan sejahtera, baik dengan sesama muslim maupun lintas agama.

Tiga Sendi Utama Ajaran Islam

Sebagaimana telah disebutkan di awal, bahwa manusia dituntut untuk mampu membangun dua hubungannya (habl min al-nas dan habl min Allah) secara baik. Hal ini disebabkan karena tiang agama Islam ada tiga; iman, Islam, dan ihsan.

إِنَّ الدِّيْنَ يَنْبَنِيْ عَلَى ثَلَاثَةِ أَرْكَانٍ: الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ وَالْإِحْسَانِ (رسائل النور الهادي، ص 11)

Agama itu dibangun oleh tiga pokok, yaitu iman, Islam, dan ihsan. (Rasail al-Nur al-Hadi, hlm. 11)

أَرْكَانُ الدِّيْنِ الْإِسْلَامِيِّ الْكاَمِلِ الَّذِيْ يَنْقَسِمُ إِلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ الْأَوَّلُ الْإِسْلَامُ الثَّانِي الْإِيْمَانُ الثَّالِثُ الْإِحْسَانُ (قاب قوسين وملتقى الناموسين، ص 6)

Rukun agama Islam yang sempurna terbagi menjadi tiga bagian; Islam, iman, dan ihsan. (Qaba Qausain wa Multaqa al-Namusain, hlm. 6)

Oleh karena, itu masing-masing bagian tersebut memiliki keterkaitan dan hubungan yang erat antara satu dengan lainnya, yang jika salah satu dari ketiganya disebutkan maka hal itu mencakup keseluruhan aspek agama Islam.

هُوَ ثَلَاثَةُ مَرَاتِبَ: الْإِسْلَامُ، وَالْإِيْمَانُ، وَالْإِحْسَانُ، وَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهَا إِذَا أُطْلِقَ شَمِلَ الدِّيْنَ كُلَّهُ (أعلام السنة المنشورة، ص 33)

Tiga sendi ini bagaikan segitiga sama sisi, jika salah satu dari ketiganya memiliki panjang yang tidak sama, maka akan berpengaruh pada sisi lainnya. Oleh karena itu, ketiga aspek tersebut harus seimbang, agar dalam menjalani kehidupan ini menjadi seimbang.

Hakikat Iman, Islam, dan Ihsan

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari disebutkan:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا أَبُو حَيَّانَ التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَارِزًا يَوْمًا لِلنَّاسِ فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ مَا الْإِيمَانُ قَالَ الْإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ باللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَبِلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ قَالَ مَا الْإِسْلَامُ قَالَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ قَالَ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ (صحيح البخاري، ج 1، ص 31)

Iman adalah kita percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, para rasul-Nya, dan keyakinan bahwa kiamat pasti terjadi. Sedangkan Islam adalah kita menyembah Allah dan tidak menyekutukan dengan selain-Nya, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan. Dan ihsan adalah kita menyembah-Nya seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tak mampu untuk melihat-Nya, maka sungguh Allah melihat kita.

Iman adalah pembenaran hati terhadap segala sesuatu yang gaib, yang telah dijelaskan oleh Allah. Iman adalah penetapan, pengakuan dan makrifat hati terhadap rukun iman.

قَالَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ بْنِ خَفِيْفٍ: الْإِيْمَانُ تَصْدِيْقُ الْقُلُوْبِ بِمَا وَضَّحَهُ الْحَقُّ مِنَ الْغُيُوْبِ (الرسالة القشيرية، ص 34)

Islam adalah penyerahan diri, ketundukan dan patuh kepada Allah. Oleh karena itu, Islam adalah penerapan dari keimanan yang berupa amaliyah ibadah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam syara’.

وَالتَّحْقِيْقُ فِي الْفَرْقِ بَيْنَهُمَا أَنَّ الْإِيْمَانَ هُوَ تَصْدِيْقُ الْقَلْبِ وَإِقْرَارُهُ وَمَعْرِفَتُهُ، وَالْإِسْلَامُ هُوَ الْاِسْتِسْلَامُ للهِ وَالْخُضُوْعُ وَالْاِنْقِيَادُ لَهُ، وَذَلِكَ يَكُوْنُ بِالْعَمَلِ وَهُوَ الدِّيْنُ (لوامع الأنوار البهية، ج 1، ص 429)

مَعْنَاهُ الْاِسْتِسْلَامُ للهِ بِالتَّوْحِيْدِ، وَالْاِنْقِيَادُ لَهُ بِالطَّاعَةِ، وَالْخُلُوْصُ مِنَ الشِرك (أعلام السنة المنشورة، ص 33)

Ihsan memiliki dua tingkatan (maqam), yang tertinggi adalah menyembah Allah seakan-akan kita menyaksikan-Nya (maqam musyahadah), dan maqam kedua adalah jika kita tidak mampu, maka Allah menyaksikan kita (maqam muraqabah).

فَبَيَّنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ الْإِحْسَانَ عَلَى مَرْتَبَتَيْنِ مُتَفَاوِتَتَيْنِ ، أَعْلَاهُمَا عِبَادَةُ اللهِ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ، وَهَذَا مَقَامُ الْمُشَاهَدَةِ ، وَهُوَ أَنْ يَعْمَلَ الْعَبْدُ عَلَى مُقْتَضَى مُشَاهَدَتِهِ للهِ تَعَالَى بِقَلْبِهِ وَهُوَ أَنْ يَتَنَوَّرَ الْقَلْبُ بِالْإِيْمَانِ وَتَنْفُذُ الْبَصِيْرَةُ فِي الْعِرْفَانِ حَتَّى يَصِيْرَ الْغَيْبُ كَالْعَيَانِ ، وَهَذَا هُوَ حَقِيْقَةُ مَقَامِ الْإِحْسَانِ. الثَّانِيْ : مَقَامُ الْمُرَاقَبَةِ وَهُوَ أَنْ يَعْمَلَ الْعَبْدُ عَلَى اِسْتِحْضَارِ مُشَاهَدَةِ اللهِ إِيَّاهُ وَاطِّلَاعِهِ عَلَيْهِ وَقُرْبِهِ مِنْهُ فَإِذَا اِسْتَحْضَرَ الْعَبْدُ هَذَا فِيْ عَمَلِهِ وَعَمِلَ عَلَيْهِ فَهُوَ مُخْلِصٌ للهِ تَعَالَى ؛ لِأَنَّ اِسْتِحْضَارَهُ ذَلِكَ فِيْ عَمَلِهِ يَمْنَعُهُ مِنَ الْاِلْتِفَاتِ إِلَى غَيْرِ اللهِ تَعَالَى وَإِرَادَتِهِ بِالْعَمَلِ ، وَيَتَفَاوَتُ أَهْلُ هَذَيْنِ الْمَقَامَيْنِ بِحَسَبِ نُفُوْذِ الْبَصَائِرِ . (أعلام السنة المنشورة، ص 175)

Tidak ada satu penjelasan pun yang mampu menggambarkan apa yang disebut dengan ihsan, karena hal itu menyangkut soal rasa dan “pengalaman”, bukan penalaran atau pemikiran. Pemahaman yang utuh tentang ihsan hanya muncul setelah seseorang “mengalami” dan tidak sekadar “membaca” definisi-definisi yang dikemukakan orang.

Syari’at, Thariqah dan Hakikat

Dalam Islam juga dikenal tiga istilah yakni syari’at, thariqah dan hakikat. Berikut ini adalah beberapa kutipan dari kitab Syarh Hikam al-Syaikh al-Akbar tentang ketiga istilah tersebut:

الشَّرِيْعَةُ مَقَالِيْ، وَالطَّرِيْقَةُ أَفْعَالِيْ، وَالْحَقِيْقَةُ حَالِيْ (شرح حكم الشيخ الأكبر، ص 452)

Syari’at adalah ucapanku, thariqah adalah perbuatanku, dan hakikat adalah ahwalku.

Syari’at itu bagaikan raga, thariqah itu bagaikan hati, dan hakikat itu ruh keduanya. Raga itu zhahirnya hati dan ruh, sedangkan hati dan ruh adalah batin raga. Zhahir adalah kulit, batin adalah hati, hati adalah pengatur raga.

(الشَّرِيْعَةُ بِمَنْزِلَةِ جِسْمٍ، وَالطَّرِيْقَةُ بِمَثَابَةِ نَفْسٍ، وَالْحَقِيْقَةُ رُوْحٌ لِلشَّرِيْعَةِ وَالطَّرِيْقَةِ) فَالْجِسْمُ ظَاهِرُ النَّفْسِ وَالرُّوْحِ وَهُمَا بَاطِنَهٌ، وَالظَّاهِرُ قَشْرٌ وَالْبَاطِنُ لُبٌّ، وَالنَّفْسُ مُدَبِّرَةٌ لِلْجِسْمِ (شرح حكم الشيخ الأكبر، ص 452)

Syari’at itu nama, thariqah itu sifat, dan hakikat itu dzat. Syari’at pada hakikatnya adalah nama-nama ketuhanan (asma’ ilahiyah), thariqah adalah sifat-sifat Sang Pencipta, dan hakikat itu adalah dzat-Nya.

(الشَّرِيْعَةُ) بِوَجْهٍ آخَرَ مِنْ وُجُوْه الْحَقِيْقَةِ (أَسْمَاءٌ) إِلَهِيَّةٌ وَ(الطَّرِيْقَةُ) (صِفَاتٌ) رَبَّانِيَّةٌ وَ(الْحَقِيْقَةُ) (ذَاتٌ) صَمَدَانِيَّةٌ. (شرح حكم الشيخ الأكبر، ص 456)

Syari’at adalah zhahir karena syari’at adalah pekerjaan badan, bentuk perbuatan. Thariqah adalah batin karena thariqah adalah pekerjaan hati, perbuatan batin dan jiwa. Dan hakikat adalah persaksian terhadap sesuatu yang bersifat batin.

(الشَّرِيْعَةُ ظَاهِرَةٌ)؛ لِأَنَّهَا أَعْمَالٌ بَدَنِيَّةٌ أَوْ؛ لِأَنَّهَا صُوْرَةُ الْأَعْمَالِ، وَالثَّانِيْ أَوْلَى هُنَا وَفِيْمَا يَأْتِيْ، وَ(الطَّرِيْقَةُ بَاطِنَةٌ)؛ لِأَنَّهَا أَعْمَالٌ قَلْبِيَّةٌ أَوْ؛ لِأَنَّهَا بَاطِنُ الْأَعْمَالِ وَرُوْحُهَا، أَوِ الْمُرَادُ الْعُمُوْمُ فِي الظَّاهِرَةِ الْبَاطِنَةُ فَحَقًّا ظَاهِرُ كُلِّ شَيْءٍ شَرِيْعَةٌ، وَرُوْحُ كُلِّ شَيْءٍ وَمَعْنَاهُ طَرِيْقَةٌ، وَ(الْحَقِيْقَةُ مُشَاهَدَةٌ) لِمَا هُوَ بَاطِنَةٌ (شرح حكم الشيخ الأكبر، ص 458)

Syari’at adalah pengungkapan, thariqah adalah penentuan, dan hakikat adalah pengukuhan.

Maksudnya adalah syari’at itu pengungkapan tentang hal-hal yang wajib, boleh, halal, haram, dsb. Seperti ungkapan: “Yang haram itu seperti ini…, yang boleh itu seperti ini…”. Sedangkan thariqah itu penentuan (ta’yin) pada hal-hal tertentu, seperti ungkapan: “Shalat Zhuhur itu wajib”. Dan hakikat adalah mengukuhkan apa yang telah dijelaskan dalam syari’at dan yang telah dilaksanakan dalam thariqah. Dengan syari’at, hukum-hukum menjadi jelas, dengan thariqah, hukum-hukum menjadi spesifik, dan dengan hakikat, hukum-hukum tersebut menjadi kukuh.

(الشَّرِيْعَةُ تَبْيِيْنٌ) لِلْأُمُوْرِ وَالْأَحْكَامِ بِأَنْ يُقَالَ: الْوَاجِبُ كَذَا، وَالْجَائِزُ كَذَا، وَالْحَلَالُ كَذَا، وَالْحَرَامُ كَذَا، وَ(الطَّرِيْقَةُ تَعْيِيْنٌ) لِتِلْكَ الْأُمُوْرِ وَالْأَحْكَامِ مِثْلِ أَنْ يُقَالَ: هَذِهِ الصَّلَاةُ أَيْ: الظُّهْرُ مَثَلًا وَاجِبَةٌ، وَهَذَا الشَّيْءُ الْمَخْصُوْصُ حَلَالٌ أَوْ حَرَامٌ، أَوِ الْمُرَادُ بِالتَّعْيِيْنِ الْإِخْرَاجُ مِنَ الْعِلْمِ إِلَى الْعَيْنِ وَالْوُجُوْدِ الْخَارِجِي.... وَ(الْحَقِيْقَةُ تَمْكِيْنٌ) لِتِلْكَ الْأُمُوْرِ الْمَبْنِيَّةِ فِيْ الشَّرِيْعَةِ الْمَعْمُوْلَةِ فِي الطَّرِيْقَةِ، فَبِالشَّرِيْعَةِ تَبَيَّنَتْ الْأَحْكَامُ، وَبِالطَّرِيْقَةِ تَعَيَّنَتْ، وَبِالْحَقِيْقَةِ تَمَكَّنَتْ (شرح حكم الشيخ الأكبر، ص 460)

Syari’at adalah pondasi, thariqah adalah temboknya, dan hakikat adalah atapnya.

(الشَّرِيْعَةُ أَسَاسٌ) لِلْآخَرَيْنِ، وَ(الطَّرِيْقَةُ حِيْطَانٌ) عَلَى ذَلِكَ الْأَسَاسِ، وَ(الْحَقِيْقَةُ سَقْفٌ) عَلَى ذَلِكَ الْحِيْطَانِ (شرح حكم الشيخ الأكبر، ص 460)

Dalam al-Futuhat al-Ilahiyah fi Syarh al-Mabahits al-Ashliyah, hlm. 68 dijelaskan bahwa tempat Islam adalah membersihkan bagian-bagian zhahir dari dosa, dan menghiasinya dengan ketaatan kepada Allah. Tempat iman adalah tempat untuk membersihkan hati dari keburukan dan kecacatan, dan menghiasinya dengan keyakinan, agar siap untuk menerima ma’rifatullah. Dan tempat ihsan adalah tempat persaksian.

مَنْزِلُ الْإِسْلَامِ وَهُوَ مَحَلُّ تَطْهِيْرِ الْجَوَارِحِ الظَّاهِرَةِ مِنَ الذُّنُوْبِ وَتَحْلِيَتِهَا بِطَاعَةِ عَلَّامِ الْغُيُوْبِ. وَمَنْزِلُ الْإِيْمَانِ، وَهُوَ مَحَلُّ تَطْهِيْرِ الْقُلُوْبِ مِنَ الْمَسَاوِىءِ وَالْعُيُوْبِ، وَتَحْلِيَتِهَا بِمَقَامَاتِ الْيَقِيْنِ، لِتَتَهَيَّأَ لِحَمْلِ مَعْرِفَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَمَنْزِلُ الْإِحْسَانِ، وَهُوَ مَحَلُّ الشُّهُوْدِ وَالْعَيَانِ (الفتوحات الإلهية في شرح المباحث الأصلية، ص 68)

Senada dengan istilah iman, Islam dan ihsan, ketiga istilah syari’at, thariqah, dan hakikat juga merupakan bagian dari ajaran Islam yang mengedepankan konsep keseimbangan. Thariqah perwujudan dari iman, syari’at adalah buah dari Islam, dan hakikat adalah buah dari ihsan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "SUBSTANSI AJARAN ISLAM"

Posting Komentar