SEBAB-SEBAB DISUNNAHKANNYA SUJUD SYUKUR
Sebab-sebab Sujud syukur:
1. Mendapat nikmat yang tidak terduga seperti lahirnya anak, diberi pangkat,
harta, dan kembalinya barang yang hilang.
2.
Selamat dari
musibah atau bahaya seperti selamat dari tenggelam, dan kebakaran.
3.
melihat orang
yang fasiq dilaknat dan disunnahkan sujud secara terang-terangan jika tidak
khawatir oleh bahaya orang fasiq.
4.
Melihat orang
yang tertimpa musibah seperti penyakit kronis karena telah diselamatkan dari
musibah tersebut dengan catatan sujud secara sembunyi-sembunyi.
وَسَجْدَةُ الشُّكْرِ لَا تَدْخُلُ
صَلَاةً وَتُسَنُّ لِهُجُوْمِ نِعْمَةٍ أَوْ اِنْدِفَاعِ نِقْمَةٍ أَوْ رُؤْيَةِ
مُبْتَلًى أَوْ فَاسِقٍ مُلْعَنٍ وَيَظْهَرُهَا لَا لَهُ إِنْ خَافَ ضَرَرَهُ
وَلَا لِمُبْتَلًى وَهِيَ كَسَجْدَةِ التِّلَاوَةِ وَلِمُسَافِرٍ فِعْلُهُمَا
كَنَافِلَةٍ (منهج الطلاب في فقه الإمام الشافعي رضي الله عنه: ص 20)
“Sujud syukur tidak masuk pada rangkaian shalat
dan disunnahkan sujud syukur ketika mendapatkan nikmat yang tak terduga atau
terhindar dari musibah atau melihat orang yang mendapatkan cobaan, atau melihat
orang fasiq yang dilaknat, sujud syukur itu tidak ditampakkan dihadapan orang
fasik tersebut jika dikhawatirkan akan terjadi marabahaya, sujud syukur tidak
boleh ditampakkan dihadapan orang yang tertimpa musibah. Sujud syukur hukumnya
seperti sujud tilawah (syarat dan rukunnya) dan bagi orang yang musafir boleh
mengerjakan keduanya seperti halnya ibadah sunnah” (Manhaj al-Thullab Fi Fiqhi
al-Imam Al-Syafi`I Ra :20).
وَلَمَّا فَرَغَ النَّاظِمُ مِنْ سُجُودِ
التِّلَاوَةِ شَرَعَ فِي سُجُودِ الشُّكْرِ فَقَالَ: (وَسَجْدَةٌ عِنْدَ هُجُومِ
نِعْمَهْ) أَيْ: وَسُنَّ سَجْدَةٌ (لِلشُّكْرِ) كَسَجْدَةِ التِّلَاوَةِ خَارِجَ
الصَّلَاةِ عِنْدَ هُجُومِ نِعْمَةٍ كَحُدُوثِ وَلَدٍ، أَوْ جَاهٍ، أَوْ مَالٍ،
أَوْ قُدُومِ غَائِبٍ (أَوْ عِنْدَ) هُجُومِ (انْدِفَاعِ نِقْمَهْ) كَنَجَاةٍ مِنْ
غَرَقٍ، أَوْ حَرِيقٍ........، وَخَرَجَ بِالْهُجُومِ النِّعَمُ الْمُسْتَمِرَّةُ
كَالْعَافِيَةِ، وَالْإِسْلَامِ، وَالْغِنَى عَنِ النَّاسِ فَلَا يَسْجُدُ لَهَا؛
لِأَنَّهَا لَا تَنْقَطِعُ ........ (وَ) عِنْدَ (رُؤْيَةِ الْفَاسِقِ)
الْمُجَاهِرِ كَمَا قَيَّدَهُ فِي الْكِفَايَةِ عَنْ الْأَصْحَابِ؛ لِأَنَّ
الْمُصِيبَةَ فِي الدِّينِ أَشَدُّ مِنْهَا فِي الدُّنْيَا (وَلْيُعْلِنْ بِهِ)
أَيْ: بِالسُّجُودِ أَيْ: يُظْهِرْهُ نَدْبًا فِي الْمَسَائِلِ الثَّلَاثِ
إظْهَارًا لِمَا أَصَابَهُ مِنَ الْخَيْرِ فِي الْأُولَيَيْنِ، وَتَعْيِيرًا
لِلْفَاسِقِ فِي الثَّالِثَةِ لَعَلَّهُ يَتُوبُ إلَّا أَنْ يَخَافَ مِنْهُ
ضَرَرًا فَيُخْفِهَا قَالَهُ فِي الْمَجْمُوعِ. وَاسْتَثْنَى ابْنُ يُونُسَ مِنْ
الْأُولَى سُجُودَهُ بِحَضْرَةِ فَقِيرٍ لِتَجَدُّدِ مَالٍ فَلَا يُظْهِرُهُ لَهُ
لِئَلَّا يَنْكَسِرَ قَلْبُهُ، وَدَخَلَ فِي الْفَاسِقِ الْكَافِرُ، وَبِهِ صَرَّحَ
فِي الْبَحْرِ. (وَ) عِنْدَ رُؤْيَةِ (الْمُبْتَلَى) بِزَمَانَةٍ وَنَحْوِهَا
لِلِاتِّبَاعِ رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ وَشُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى عَلَى
السَّلَامَةِ (سِرًّا) لِمَا زَادَهُ بِقَوْلِهِ: (لِكَسْرِ قَلْبِهِ) أَيْ:
لِئَلَّا. (الغرر البهية في شرح البهجة الوردية: ج 1، ص 387(
“pengarang nadzam ketika selesai membahas sujud
tilawah kemudian beliau meneruskan pembahasan tentang sujud syukur dengan
berkata: “sujud ketika mendapat nikmat yang datang tiba-tiba" maknanya
disunnahkan sujud syukur seperti sujud tilawah di luar shalat ketika
mendapatkan nikmat yang datang tiba-tiba seperti lahirnya anak, diberi pangkat,
harta, dan kembalinya barang yang hilang atau disunnahkan ketika selamat dari
bahaya seperti selamat dari tenggelam dan kebakaran. Dengan kata al-Hujum maka
mengecualikan nikmat yang bersifat terus-menerus seperti nikmat sehat dan islam
maka tidak boleh sujud syukur karena hal tersebut. Karena hal tersebut tidak
menjadikan terputusnya nikmat. Disunnahkan juga sujud syukur ketika melihat
orang fasiq yang menampakkan kefasikanya. Menampakkan sujud syukur itu
disunnahkan dari tiga perkara tadi (fasiq, ni’mat terhindar dari marabahaya)
dan ketika melihat orang yang terkena musibah seperti penyakit kronis dan
lainnya karena Ittiba’ (mengikuti nabi) sebagaimana hadits yang diriwayatkan
Imam Baihaqi “bersyukurlah kepada Allah atas keselamatan” tetapi sujud secara
sembunyi-sembunyi agar tidak menyakiti hati orang yang terkena musibah” (al-Gharar
al-Bahiyyah fi Syarh al-Bahjah al-Waridah, 1:387).
0 Response to "SEBAB-SEBAB DISUNNAHKANNYA SUJUD SYUKUR"
Posting Komentar