SHALAT DI KERETA API

 

SHALAT DI KERETA API

Kereta api merupakan salah satu alat transportasi yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia. Sering kali kita lihat di dalam kereta ada beberapa orang yang shalat dengan menggerak-gerakan tubuhnya atau ada juga yang shalat sambil berdiri dengan menutup jalan penumpang lain, dan ada juga yang berniat menjama’ dan meng-qodlo'.

Bagaimanakah cara shalat di kereta api?

A.     Wajib shalat lihurmatil waqti

Apabila khawatir ketika turun dari kendaraan untuk shalat diatas tanah dengan menghadap kiblat akan tertinggal atau khawatir pada dirinya sendiri atau hartanya dengan cara semampunya dengan memenuhi rukun dan syarat yang masih bisa dilakukan seperti wudhu’, tayammum atau shalat dengan berdiri dll dan wajib mengulangi shalat dengan alasan terjadi udzur nadrah (halangan yang jarang terjadi) namun ada pendapat yang mengatakan tidak wajib mengulang shalat.

Catatan :

A.      Dalam shalat lihurmatil waqti seseorang masih tetap harus memenuhi syarat dan rukunnya. Apabila masih dimungkinkan untuk berdiri maka wajib berdiri tetapi ketika tidak memungkinkan berdiri maka diperbolehkan shalat dengan duduk.

B.      Apabila mampu berwudu’ maka harus berwudhu’ dan apabila tidak mampu maka tayammum. Apabila tidak mampu keduanya maka diperbolehkan shalat tanpa bersuci.

C.      Hal ini hanya berlaku pada transportasi umum baik darat, laut atau udara. Apabila mobil pribadi maka tidak boleh karena masih dimunginkan berhenti dimanapun tempatnya.

قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَوْ حَضَرَتْ الصَّلَاةُ الْمَكْتُوبَةُ وَهُمْ سَافِرُونَ وَخَافَ لَوْ نَزَلَ لِيُصَلِّيَهَا عَلَى الْأَرْضِ إلَى الْقِبْلَةِ انْقِطَاعًا عَنْ رُفْقَتِهِ أَوْ خَافَ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ لَمْ يَجُزْ تَرْكُ الصَّلَاةِ وَإِخْرَاجُهَا عَنْ وَقْتِهَا بَلْ يُصَلِّيهَا عَلَى الدَّابَّةِ ‌لِحُرْمَةِ ‌الْوَقْتِ وَتَجِبُ الْإِعَادَةُ لِأَنَّهُ عُذْرٌ نَادِرٌ هَكَذَا ذَكَر الْمَسْأَلَةَ جَمَاعَةٌ مِنْهُمْ صَاحِبُ التَّهْذِيبِ وَالرَّافِعِيُّ وَقَالَ الْقَاضِي حُسَيْنٌ يُصَلِّي عَلَى الدَّابَّةِ كَمَا ذَكَرْنَا قَالَ وَوُجُوبُ الْإِعَادَةِ يَحْتَمِلُ وَجْهَيْنِ أَحَدَهُمَا لَا تَجِبُ كَشِدَّةِ الْخَوْفِ وَالثَّانِي تَجِبُ لِأَنَّ هَذَا نَادِرٌ وَمِمَّا يُسْتَدَلُّ لِلْمَسْأَلَةِ حَدِيثُ يَعْلَى بن مرة رضى الله عنه الَّذِي ذَكَرْنَاهُ فِي بَابِ الْأَذَانِ فِي مَسْأَلَةِ الْقِيَامِ فِي الْأَذَانِ (المجموع شرح المهذب: ج3، ص242(

“Para sahabat kami (ulama madzhab Syafi’i) berpendapat, bila telah datang waktu shalat fardlu sementara mereka dalam perjalanan, dan bila turun untuk melaksanakan shalat di atas tanah dengan menghadap kiblat terjadi kekhawatiran tertinggal rombongannya atau khawatir atas diri sendiri atau hartanya, maka tidak boleh meninggalkan shalat atau menundanya sampai keluar waktunya. Namun melakukan shalat di atas kendaraan untuk menghormati waktu dan wajib mengulanginya karena hal itu merupakan uzur yang jarang terjadi” (al-Majmu' Syarah al-Muhadzab, 3:242)

B.     Qadha' shalat

Shalat di kereta api itu meninggalkan beberapa syarat sah shalat salah satunya menghadap kiblat. Dengan kenyataan di atas diperbolehkan mengerjakan shalat di luar waktunya (Qadha’) menurut pendapat imam Syafi’i yang dinukil oleh Imam Haramain dan al-Ghazali bahwa setiap shalat yang butuh di qadha’ maka tidak wajib dikerjakan pada waktunya.

وَنَقَلَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزَالِيُّ أَنَّ لِلشَّافِعِيِّ قَوْلًا ‌أَنَّ ‌كُلَّ ‌صَلَاةٍ ‌تَفْتَقِرُ إلَى الْقَضَاءِ لَا يَجِبُ فِعْلُهَا فِي الْوَقْتِ وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ ـ(الغرر البهية في شرح البهجة الوردية: ج1، ص207(

“Imam Haromain dan Ghozali mengutip bahwa Imam Syafi’i mempunyai pendapat setiap shalat yang memerlukan qadha’ tidak wajib di kerjakan pada waktunya” (al-Ghoror al-Bahiyah fi Syarh al-Bahjah al-Wardiyah, 1:207).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "SHALAT DI KERETA API"

Posting Komentar