BAGAIMANA PANDANGAN ISLAM TENTANG MENYEMBELIH HEWAN YANG TERTABRAK KENDARAAN DENGAN TUJUAN KASIHAN
Di Suatu daerah si pemilik kerbau sering melepaskan hewan ternak ke ladang atau sabana. Meskipun dibiarkan berkeliaran bebas, kerbau-kerbau ini tidak hilang karena pemiliknya mengenali hewan peliharaan mereka. Namun, terkadang kerbau-kerbau ini dapat keluar dari area tersebut, kemudian masuk ke jalan raya dan menyebabkan tertabrak kendaraan.
Dalam Islam, daging hewan halal untuk dikonsumsi jika disembelih sesuai dengan hukum syariat. Yakni, hewan yang mati karena disembelih, bukan karena sebab lain. Masalah muncul ketika seekor kerbau tertabrak mobil serta mobil mengalami kerusakan. Kemudian, terdapat seseorang yang berinisiatif menyembelih kerbau tersebut karena kasihan.
Siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan mobil ?
Dalam kasus ini, kesalahan terletak pada si pemilik hewan, dengan alasan hewan peliharaan tersebut keluar dari wilayahnya. Jadi, kewajiban si pemilik hewan adalah mengganti rugi (Dhaman) kendaraan yang rusak.
أَمَّا لَوْ أَرْسَلَهَا فِي الْبَلَدِ يَضْمَنُ مَطْلَقًا لِمُخَالَفَتِهِ الْعَادَةَ قَالَ فِي التُّحْفَةِ وَقَضِيَّتُهُ أَنَّ الْعَادَةَ (اعانة الطالبين، ج ٤، ص ١٧٩)
Artinya:”Adapun jika ia melepaskannya di dalam kota, maka ia bertanggung jawab secara mutlak karena bertentangan dengan kebiasaan. Dalam kitab Tuhfah disebutkan bahwa konsekuensi dari pernyataan ini adalah bahwa kebiasaan..."(I'anah al- Thalibin, juz 4, hal 179)
Bagaimana tindakan seseorang yang menyembelih kerbau tanpa diketahui pemiliknya?
Tindakan menyembelih sepihak termasuk menguasai hak orang lain. Jadi, konsekuensinya wajib bagi si penyembelih (ghosib) mengembalikan sesuatu atau barang yang telah diambil atau dirusak (disembelih) nya tanpa sepengetahuan si pemilik sesuai dengan harga hewan yang telah disembelihnya. Dan boleh mengganti barang sejenis sesuai kesepakatan antara pemilik dan penyembelih.
الغَصْبُ اسْتِيلَاءٌ عَلَى حَقٍّ غَيْرِهِ وَلَوْ مَنْفَعَةً كَإِقَامَةِ مَنْ قَعَدَ بِمَسْجِدٍ أَوْ سُوْقٍ بِلاَ حَقٍّ كَجُلُوسِهِ عَلَى فِرَاشِ غَيْرِهِ وَإِنْ لَمْ يَنْقُلْهُ وَإِزْعَاجِهِ عَنْ دَارِهِ وَإِنْ لَمْ يَدْخُلْهَا وَكَرْكُوبِ دَابَّةِ غَيْرِهِ وَإِسْتِخْدَامِ عَبْدِهِ. ( وَعَلَى الْغَاصِبِ رَدٌّ وَضَمَانٌ مَتَمَوَّلٌ تَلِفَ بِأَقْصَى قِيْمَهِ مِنْ حِينَ غَصْبِ إِلَى تَلَفٍ وَيَضْمَنُ) (فتح المعين بشرح قرة العين: ص ٨٤ )
Artinya: “Ghasab adalah menguasai hak orang lain meskipun manfaatnya benda tanpa hak. Misalnya menyuruh berdiri orang-orang yang duduk di masjid atau di pasar, duduk di sajadah orang lain meskipun tanpa memindahkannya, mengusir pemilik rumah meskipun tidak masuk kedalamnya, menaiki hewan orang lain dan menyuruh hamba orang lain untuk melayani. orang yang menggasab berkewajiban untuk mengembalikan dan mengganti barang mutamawwal (tidak ada persamaannya) yang rusak dengan harga paling tinggi sejak penggasaban sampai rusak”(Fath al-Mu’in bi Syarh Qurrah al-Ain, hal 84)
Dan batasan menggantinya, dimulai dari keadaan yang rusak (sekarat), bukan saat hewan tersebut masih sehat.
catatan dan solusi:
Penabrak diberikan dua pilihan: pertama, jika dia siap menghadapi konsekuensi dhaman akibat tindakan menyembelih, maka dia dipersilakan untuk menyembelih. Kedua, jika dia tidak siap dengan konsekuensinya, maka lebih baik tidak menyembelihnya (dibiarkan saja).
Penulis : Aydhatul Fitriyah
Perumus : Alfandi Jaelani., MT
Mushohih : H.M Afif Dimyati
Daftar Pustaka
al-Dimyati, Muhammad Syatha’, (W. 1310), I’anah al-Thalibin, sebanyak 4 jilid, Maktabah Al-Hidayah Surabaya, tanpa tahun.
al-Malibari, Syaikh zainuddin bin Abdul Aziz, (W. 982), Fath al-Mu’in bi Syarh Qurrah al-Ain, pustaka Al-Salam Surabaya Indonesia.
===========================================
============================================
Posting Komentar untuk "BAGAIMANA PANDANGAN ISLAM TENTANG MENYEMBELIH HEWAN YANG TERTABRAK KENDARAAN DENGAN TUJUAN KASIHAN"