HUKUM MENGGUNAKAN NAMA NYELENEH PADA MAKANAN

 

Sumber: Youtube KISARASA


HUKUM MENGGUNAKAN NAMA NYELENEH PADA MAKANAN

Kuliner merupakan salah satu bisnis yang paling diminati. Pada saat ini viral di salah satu daerah yang memberi label makanan dengan nama-nama yang nyeleneh. Dengan menyematkan nama nyeleneh pada produk makanan, penjual hanya bertujuan untuk menarik minat konsumen dan juga untuk mempopulerkan produk makanannya. Seperti  Bakso Barokah, Pentol Kabul, sate merdeka. Ada juga penjual makanan yang membuat nama makanan dengan nama hewan, setan dan lain-lain. Seperti Mie setan, Ceker dajjal, Soto Dog. Kemudian ada juga penjual makanan memberi nama makanannya disandingkan dengan kalimat-kalimat yang tabu untuk diucapkan. Seperti Jem*** Belanda dan Cumi Nga**ng, sambal Janc*k.

Bagaimana hukum menggunakan nama yang nyeleneh pada makanan dengan tujuan dalam deskripsi diatas?

  1. Haram

Haram, karena hukum tulisan sama dengan hukum ucapan. Tidak semua ucapan diperbolehkan, seperti berbohong, menggunjing dan berkata kotor. Seperti pemberian nama pada makanan diatas. Semua itu dilarang dalam syariat Islam. Sama halnya dengan menulis apa yang diharamkan untuk diucapkan, haram juga untuk ditulis. Seperti Jemb*t Belanda dan Cumi Ngac*ng dan sambal Janc*k

وَ(مِنْھَا) كِتَابَةُ مَا يَحْرُمُ النَّطْق بِهِ (قَالَ فِي الْبِدَايَةِ لِأَنَّ الْقَلَمَ أَحَدُ اللِّسَانَيْنِ فَاحْفَظْهُ عَمَّا يَجِبُ حِفْظُ اللِّسَانِ مِنْهُ أَيْ مِنْ غِيبَةٍ وَغَيْرِهَا فَلَا يُكْتَبُ بِهِ مَا يَحْرُمُ النُّطْقُ بِهِ مِنْ جَمِيعِ مَا مَرَّ وَغَيْرِهِ ... بَلْ ضَرَرُهُ أَعْظَمُ وَأَدْوَمُ فَلْيَصُنْ الْإِنسَانُ قَلَمَهُ عَنْ كِتَابَةِ الْحِيَلِ وَالْمُخْدِعَاتِ وَمُنْكَرَاتِ حَادِثَاتِ الْمُعَامَلَاتَ (اسعاد الرفيق: ج ٢،ص ٨١ ١)

Artinya,:"Termasuk maksiat tangan adalah menulis sesuatu yang haram diucapkan. Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Bidayah menjelaskan: “Karena pena adalah salah satu dari dua lisan seseorang, maka jagalah dari hal-hal yang lisan wajib dijaga darinya”. Maksudnya seperti ghibah dan lainnya. Maka tidak boleh menulis sesuatu yang haram diucapkan. Bahkan bahaya yang ditimbulkan tulisan lebih besar dan lebih lama. Karenanya orang hendaknya menjaga penanya dari menulis rekayasa, penipuan, dan kemungkaran-kemungkaran yang terjadi dalam pergaulan."(Is'ad Al- Rafiq Juz II, halaman 181)

  1. Makruh

Makruh, apabila memiliki makna negatif. Dirasa tidak pantas ketika disandingkan dengan makanan dan juga tidak pantas ketika diucapkan. Seperti Mie setan, Soto Dog, dan Ceker dajjal. Karena merujuk pada celaan dan keburukan.

  1. Sunnah

Sunnah, apabila memiliki makna yang menggambarkan kebaikan. Ketika disandingkan dengan makanan dapat menyimpan harapan kebaikan pada makanan tersebut. Seperti Bakso Barokah, Pentol Kabul, dan Sate merdeka.

وَقَدْجَاءَ فِي مُسْنَدِأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ حَدِيثٌ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي كَرَاهَةِ تَسْمِيَتِهَا (الْمَدِينَةَ) يَثْرِبَ وَحُكِيَ عَنْ عِيسَىٰ بْنِ دِينَارٍ أَنَّهُ قَالَ مَنْ سَمَّاهَا يَثْرِبَ كُتِبَتْ عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ قَالُوا وَسَبَبُ كَرَاهَةِ تَسْمِيَتِهَا (الْمَدِينَةَ) يَثْرِبَ لَفْظُ التَّثْرِيبِ الَّذِي هُوَ التَّوْبِيخُ وَالْمَلَامَةُ وَسُمِّيَتْ طَيْبَةً وَطَابَةَ لِحُسْنِ لَفْظِهِمَا وَكَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ الْاسْمَ الْحَسَنَ وَيَكْرَهُ الْاسْمَ الْقَبِيحَ (المنهج شرح النووي على مسلم:  ج ٩، ص ١٥٤-١٥٥ )

Artinya: “"Dan telah datang dalam Musnad Ahmad bin Hanbal sebuah hadis dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kebencian menyebutnya (kota Madinah) Yatsrib. Dan diceritakan dari Isa bin Dinar bahwa dia berkata: "Barangsiapa menyebutnya Yatsrib, maka dituliskan baginya sebuah kesalahan." Mereka bertanya, "Apa sebab kebencian menyebutnya (kota Madinah) Yatsrib?" Dia menjawab, "Karena kata Yastrib yang berarti teguran dan celaan. Dan disebut Thayyibah dan Thabah karena keduanya memiliki makna yang baik. Dan Nabi Muhammad  Saw menyukai nama yang baik dan membenci nama yang buruk." (al-Minhaj Syarah Al-Nawawi 'ala Muslim, Juz 9, hal. 154)

  1. Boleh/ Tidak Makruh

Boleh menggunakan nama-nama yang nyeleneh, karena tidak ada hukum syariat yang menetapkan tentang kemakruhan nama-nama yang nyeleneh.

 فَائِدَةُ المُخْتَارِ أَنَّهُ لَا يُكْرَهُ تَسْمِيَةُ الطَّوَافِ شَوْطًا كَمَا نَطَقَ بِهِ ابْنُ عَبَّاسٍ، كَمَا سَلَفَ، وَلِأَنَّ الكَرَاهَةَ إِنَّمَا تَثْبُتُ بِنَهْيِ الشَّرْعِ وَلَمْ تَثْبُتْ، وَأَمَّا الشَّافِعِيُّ وَالأَصْحَابُ فَقَالُوا بِالكَرَاهَةِ، وَسَبَبُها كَمَا قَالَ القَاضِي أَنْ الشَّوْطَ هُوَ الهَلَاكُ. قَالَ  القَاضِي أَنْ الشَّوْطَ هُوَ الهَلَاكُ. قَالَ الشَّافِعِيُّ فِي "الأُمِّ": لَا يُقَالُ: شَوْطٌ وَلَا دَوْرٌ، وَكَرَهَ مُجَاهِدٌ ذَٰلِكَ، قَالَ: وَأَنَا أُكَرِّهُ مَا كَرَّهَ مُجَاهِدٌ. وَعَنْ مُجَاهِدٍ: لَا تَقُولُوا شَوْطًا وَلَا شَوْطَيْنِ، وَلَكِنْ قُوْلُوْا: دَوْرًا أَوْ دَوْرَيْنِ (التوضيح لشرح الجامع الصحيح لابن الملقن الشافعي: ج ١١، ص ٣٦٩)

Artinya:”Manfaat pendapat yang dipilih (yakni yang mengatakan tidak ada larangan untuk menyebut tawaf dengan kata syauth adalah bahwa tidak ada larangan dalam syariat tentang hal tersebut, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnu Abbas sebelumnya. Karena larangan hanya dapat diterapkan jika ada larangan dari syariat, namun dalam hal ini tidak ada larangan yang jelas. Adapun menurut pendapat Syafi'i dan para pengikutnya, mereka mengatakan bahwa hal itu makruh. Penyebabnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Qadhi, adalah bahwa 'syauth' itu berarti kehancuran. Syafi'i berkata dalam Al-Umm: 'Janganlah dikatakan 'syauth' atau 'daur' (putaran), dan Mujahid juga membencinya.' Beliau berkata: 'Aku membenci apa yang dibenci oleh Mujahid.' Dan dari Mujahid: 'Janganlah kalian mengatakan 'syauth' atau 'syauth- syauthoini', tetapi katakanlah 'daur' atau 'dauraini' (putaran atau dua putaran).”(Taudih  li syarhi jami’ Al- Shahih ibnu mulaqqin Al- Syafi’i, Juz 11, hal. 369)

Penulis : Aydhatul Fitriyah

Perumus : Alfandi Jaelani., MT

Mushohih : H. M Afif Dimyati



Daftar Pustaka

Abdullah , Al-Habib bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim Ba'alawi (W. 1242 H), Is’ad Al-Rafiq, sebanyak 2 jilid, Al-Haramain, Jeddah : tanpa tahun, 

Al-Nawawi, Abu Zakariya Muhyi Al-Din Yahya bin Sharaf, (L. 631 H W. 676 H), Al-Minhaj: Syarah Shahih muslim bin Al-Hajjaj , sebanyak 18 jilid, Daar Ihya’ Al-Turath Al-Arabi, 1392 H. Juz 9

Ibn al-Mulaqqan, Siraj al-Din Abu Hafs Umar bin Ali bin Ahmad al-Ansari al-Shafi'i (L. 723 H W. 804 H) Al-Taudhih li Sharh al-Jami' al-Sahih, sebanyak 36 jilid, al-Nawadir, 1429 H. 

=====================================

=======================================
\
==================================================



=======================================




Posting Komentar untuk "HUKUM MENGGUNAKAN NAMA NYELENEH PADA MAKANAN"