HUKUM IBU MENGAMBIL HADIAH DAN SUMBANGAN YANG DIPEROLEH DARI ANAKNYA (YATIM)

Sumber: Indonesiaberbagi.id

HUKUM IBU MENGAMBIL HADIAH DAN SUMBANGAN YANG DIPEROLEH DARI ANAKNYA (YATIM)


Tata Cara kehidupan seorang muslim telah diatur sedemikian rupa dan kompleks oleh fikih, termasuk dalam urusan kewajiban menafkahi anak. Fikih menegaskan bahwa kewajiban menafkahi anak termasuk bagian dari tanggung jawab orang tua, khususnya ayah. Hal tersebut juga berdasarkan syarat-syarat tertentu yang melekat pada anak.

Berbicara perihal kewajiban menafkahi anak, ada sebuah dinamika menarik yang perlu mendapatkan perhatian dan kajian mendalam oleh pakar fikih. Di desa Nagasareh hidup seorang perempuan bernama Aisyah, dia hidup berdua bersama anaknya yang bernama Rizal yang saat ini masih berusia 10 tahun. Aisyah harus merawat dan membesarkan Rizal seorang diri karena suaminya meninggal dunia. Ironisnya suami dari Aisyah meninggal dunia tanpa meninggalkan harta warisan sepeserpun dan sang suami juga tidak mempunyai kerabat dekat (orang tua, saudara kandung).

Sebagai anak yatim, Rizal sering mendapatkan bantuan dari para dermawan di desanya. Hampir setiap bulan Rizal beserta anak yatim lainnya mendapatkan bantuan baik berupa uang maupun sembako. Aisyah yang secara finansial memang tidak mampu, akhirnya menggunakan hasil bantuan yang sering didapatkan oleh Rizal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari bersama Rizal.

Bagaimana hukum Aisyah sebagai seorang ibu yang tidak mampu dan KEKmengambil hadiah ataupun sumbangan yang didapatkan Rizal untuk hidup sehari - hari?

A.Tidak Boleh

Ketika ibu tersebut mampu secara finansial , maka tidak diperbolehkan mengambil harta ataupun sesuatu hadiah dari anaknya.

B. Boleh

Ketika ibu ekonominya memang dalam kondisi tidak mampu. Ibu bisa menggunakan harta ataupun hadiah yang dimiliki oleh anak (yatim) dengan kadar sesuai kebutuhannya. Ketika dia sudah dalam keadaan mampu, maka tidak wajib mengembalikan apa yang telah diambilnya.

(فَرْعٌ) لَيْسَ لِوَلِيٍّ أَخْذُ شَئٍّ مِنْ مَالِ مُولِّيْهِ إنْ كَانَ غَنِيًّا مُطْلَقًا، فَإِنْ كَانَ فَقِيرًا وَانْقَطَعَ بِسَبَبِهِ عَنْ كَسْبِهِ: أَخَذَ قَدْرَ نَفَقَتِهِ، وَإِذَا أَيْسَرَ: لَمْ يَلْزَمْهُ بَدَلُ مَا أَخَذَهُ. (فتح المعين: ص ٣٥٣)

"Seorang wali tidak berhak mengambil sesuatu dari harta anak yang berada dalam perwaliannya jika wali tersebut mampu (kaya) secara mutlak. Namun, jika wali tersebut miskin dan dia terhalang oleh fakirnya, maka dia boleh mengambil sekadar yang dibutuhkannya. Ketika wali tersebut mampu (secara finansial), dia tidak wajib mengganti apa yang telah diambilnya" (Fathul Mu’in, 353)

Penulis : Rosa Silma Nubaila

Perumus : Teguh Pradana, S.P

Mushohih : Syafi’udin Fauzi, M.Pd


Daftar Pustaka

al-Madani, Syaikh Zainuddin Abdul Aziz bin Abdul Salam al-Malibari. Fathu al-Mu’in. Daar Ibn Hazm, Beirut-Lebanon : tanpa tahun

===========================================





Posting Komentar untuk "HUKUM IBU MENGAMBIL HADIAH DAN SUMBANGAN YANG DIPEROLEH DARI ANAKNYA (YATIM)"