HUKUM MENARUH ORANG TUA DI PANTI JOMPO
Orang tua merawat anaknya dengan penuh kasih sayang, kesabaran dan pengorbanan yang sangat besar sejak anak masih dalam kandungan, lahir sebagai balita hingga tumbuh dewasa. Melihat kesabaran dan ketulusan orang tua merawat anaknya sampai tumbuh dewasa dan berkeluarga, maka sudah seyogyanya seorang anak berbakti kepada orang tuanya dengan cara menghormati bahkan merawatnya saat sudah memasuki masa tua. Berbaktinya anak kepada orang tua (Birrul Walidain) dengan cara berbakti dan merawatnya merupakan salah satu bentuk implementasi akhlak mulia dan tanggung jawab anak yang diajarkan dan dianjurkan dalam Islam. Seiring dengan perkembangan zaman, dewasa ini banyak bermunculan tempat penitipan untuk perawatan orang tua atau yang disebut dengan panti jompo. Tidak sedikit orang tua yang dititipkan anaknya di panti jompo.
Beberapa bulan yang lalu seorang anak bernama Agus menaruh orang tuanya di panti jompo. Agus memiliki orang tua berusia 85 tahun, selayaknya orang tua dalam siklus kehidupan pada umumnya, orang tua Agus mulai mengalami perubahan, baik dari fisik yang mulai melemah dan sakit-sakitan, hingga perubahan mental. Dengan kondisi demikian, maka sudah pasti orang tua Agus butuh perhatian khusus dan perawatan intens. Sebagai anak satu-satunya sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab Agus untuk merawat orang tuanya, namun disisi lain Agus juga harus menunaikan kewajibannya untuk menafkahi dan merawat anak beserta istrinya, sedangkan diketahui Agus secara finansial berada dalam kondisi sulit atau tidak mampu secara ekonomi. Atas dasar kondisi itu membuat Agus dengan terpaksa menaruh orang tuanya ditempat penitipan orang tua atau panti jompo.
Bagaimana hukum Agus yang menitipkan orang tuanya di Panti Jompo?
A. Tidak Boleh
Karena orang tua wajib dinafkahi oleh keturunannya apalagi dengan kondisi orang tua yang sudah lanjut usia, mengalami perubahan mental dan tidak bisa lagi bekerja untuk mencukupi kebutuhannya sendiri.
(فَأَمَّا الْوَالِدُونَ فَتَجِبُ نَفَقَتُهُمْ) عَلَى الْفُرُوعِ (بِشَرْطَيْنِ) أَيْ بِأَحَدِ شَرْطَيْنِ (الْفَقْرُ وَالزَّمَانَةُ) وَهِيَ بِفَتْحِ الزَّايِ الِابْتِلَاءُ وَالْعَاهَةُ (أَوْ الْفَقْرُ وَالْجُنُونُ) لِتَحَقُّقِ الِاحْتِيَاجِ حِيْنَئِذٍ فَلَا تَجِبُ لِلْفُقَرَاءِ الْأَصِحَّاءِ، وَلَا لِلْفُقَرَاءِ الْعُقَلَاءِ، إنْ كَانُوا ذَوِي كَسْبٍ لِأَنَّ الْقُدْرَةَ بِالْكَسْبِ كَالْقُدْرَةِ بِالْمَالِ فَإِنْ لَمْ يَكُونُوا ذَوِي كَسْبٍ وَجَبَتْ نَفَقَتُهُمْ عَلَى الْفُرُوعِ (الإقناع للشربيني : ج ٢، ص ٣٧٢)
"(Adapun orang tua wajib dinafkahi) oleh keturunannya (dengan dua syarat) atau salah satunya, yaitu ([pertama] kefakiran dan penyakit yang menyebabkan kelumpuhan) tertimpa musibah dan sakit, ([kedua] kefakiran dan kegilaan). Dari sini anak-keturunannya tidak wajib menafkahi orang tua yang fakir dan sehat; atau fakir dan waras jika mereka memiliki usaha/pekerjaan karena kemampuan berusaha/bekerja setara dengan potensi memiliki harta. Jika mereka tidak memiliki usaha, anak-keturunan mereka wajib menafkahinya" (al-Iqna’ al-Syarbini, 2:372)
B. Boleh
Diperbolehkan ketika si anak memang benar-benar tidak mampu mencukupi kebutuhannya.
وَإِنَّمَا تَجِبُ نَفَقَةُ الْوَالِدَيْنِ بِشُرُوطٍ مِنْهَا يَسَارُ الْوَلَدُ. وَالْمُوسِرُ مِنْ فَضْلٍ عَنْ قُوتِهِ وَقُوتِ عِيَالِهِ فِي يَوْمِهِ وَلَيْلَتِهِ مَا يَصْرِفُهُ إِلَيْهِمَا فَإِنْ لَمْ يَفَضَّلْ فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ لِإِعْسَارِهِ (كفاية الاخيار : ص٥٢٢)
“Dan sesungguhnya kewajiban memberi nafkah kepada kedua orang tua bergantung pada beberapa syarat, di antaranya adalah kemampuan anak (untuk memberi nafkah). Yang dimaksud dengan orang yang mampu adalah seseorang yang memiliki kelebihan setelah memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya untuk sehari semalam, yang dapat diberikan kepada kedua orang tuanya. Jika tidak ada kelebihan, maka tidak ada kewajiban atas dirinya karena ketidakmampuannya.”(Kifayatul Akhyar, 522)
Penulis : Rosa Silma Nubaila
Perumus : Teguh Pradana, S.P
Mushohih : Syafi’udin Fauzi, M.Pd
Daftar Pustaka
al-Syarbani, Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al-Khatib. al-Iqna. Daar al-Kutub al-Ilmiyah. Beirut-Lebanon: tanpa tahun. sebanyak 2 jilid
Posting Komentar untuk "HUKUM MENARUH ORANG TUA DI PANTI JOMPO"