Sumber Gambar: masjidnusantara.org
HUKUM MENTASARUFKAN HARTA ANAK YATIM UNTUK BERKURBAN ATAS NAMA ANAK YATIM
Mentashorrufkan harta anak yatim adalah sebuah tindakan atau perilaku seseorang dalam mengelola sesuatu untuk menjaga harta anak dalam kepentingan dan kemaslahatan mereka, ada suatu kasus wali mentasharrufkan untuk kurban atas nama anak yatim tersebut, hal ini menjadi timbulnya pertanyaan bagaimana hukum mentashorrufkan harta anak yatim untuk berkurban atas nama anak yatim?
jawabannya khilaf :
TIDAK BOLEH
Mentashorrufkan harta anak yatim atas nama mereka tidak diperbolehkan karena mengeluarkan harta anak yatim tanpa menggantinya sama halnya seperti bersedekah dan memberikan hadiah ini adalah pendapat madzhab Syafi’iyah.
BOLEH
Mentashorrufkan harta anak yatim atas nama mereka diperbolehkan asalkan anak yatim tersebut kaya, ini adalah pendapat imam Abu Hanifah dan imam Malik, Pendapat Imam Ahmad memiliki dua interpretasi, ketika anak yatim masih kecil, qurban tidak ada manfaatnya dan ketika anak yatim dewasa, qurban diperbolehkan karena ada manfaatnya, Abu Al-Khattab berpendapat tentang qurban atas nama anak yatim merupakan kewajiban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah pada hari raya Adha, namun daging kurban tidak boleh disedekahkan melainkan disimpan untuk anak itu sendiri.
وَاخْتَلَفَتْ الرِّوَايَةُ، هَلْ تَجُوزُ التَّضْحِيَةُ عَنِ الْيَتِيمِ مِنْ مَالِهِ؟ فَرُوِيَ أَنَّهُ لَيْسَ لِلْوَلِيِّ ذَلِكَ؛ لِأَنَّهُ إخْرَاجُ شَيْءٍ مِنْ مَالِهِ بِغَيْرِ عِوَضٍ فَلَمْ يَجُزْ كَالصَّدَقَةِ وَالْهَدِيَّةِ وَهَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ وَرُوِيَ أَنَّ لِلْوَلِيِّ أَنْ يُضَحِّيَ عَنْهُ إذَا كَانَ مُوسِرًا وَهَذَا قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ وَمَالِك قَالَ مَالِكٌ: إذَا كَانَ لَهُ ثَلَاثُونَ دِينَارًا يُضْحِي عَنْهُ بِالشَاةِ بِنِصْفِ دِينَارٍ لِأَنَّهُ اخْرَاجُ مَالٍ يَتَعَلَّقُ بِيَوْمِ الْعِيدِ فَجَازَ اخْرَاجُهُ مِنْ مَالِ الْيَتِيمِ كَصَدَقَةِ الْفِطْرِ فَعَلَى هَذَا يَكُونُ اخْرَاجُهَا مِنْ مَالِهِ عَلَى سَبِيلِ التَوْسِعَةِ عَلَيْهِ وَالتَطِيبِ قَلْبِهِ وَاشْتِرَاكِهِ لَا مِثَالَ لَهُ فِي مِثْلِ هَذَا الْيَوْمِ كَمَا يَشْتَرِي لَهُ الثِيَابَ الرَفِيعَةَ لِلتَجَمُلِ وَالتَعَامَ الطَيِّبَ وَيُوَسِّعُ عَلَيْهِ فِي النَفَقَةِ وَإِنْ لَمْ يَجِبْ ذَلِكَ وَيُحْتَمَلُ أَنْ يُحْمَلَ كَلَامُ أَحْمَدَ فِي الرِوَايَتَيْنِ عَلَى حَالَيْنِ فَالْمَوْضِعُ الَّذِي مَنَعَ فِيهِ التَضْحِيَةَ إذَا كَانَ الْيَتِيمُ طِفْلًا لَا يَعْقِلُ التَضْحِيَةَ وَلَا يَفْرَحُ بِهَا وَلَا يُكْسَرُ قَلْبُهُ بِتَرْكِهَا لِعَدَمِ الْفَائِدَةِ فِيهَا فَيَحْصُلُ احْرَاجٌ تَمَنُّهَا تَضِييعُ مَالٍ لَا فَائِدَةَ فِيهِ وَالْمَوْضِعُ الَّذِي أَجَازَهَا إذَا كَانَ الْيَتِيمُ يَعْقِلُهَا وَيَنْجَبِرُ قَلْبُهُ بِهَا وَيَنْكَسِرُ بِتَرْكِهَا الْحُصُولَ الْفَائِدَةَ مِنْهَا وَالضَرَرَ بِتَفْوِيطِهَا. وَاسْتَدَلَّ أَبُو الْخَطَّابِ بِقَوْلِ أَحْمَدَ: يُضْحِي عَنْهُ عَلَى وُجُوبِ الْأُضْحِيَةِ وَالصَحِيحُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مَا ذَكَرْنَاهُ وَعَلَى كُلِّ حَالٍ مَتَى ضَحَّى عَنْ الْيَتِيمِ لَمْ يَتَصَدَّقْ بِشَيْءٍ مِنْهَا وَيُوَفِّرَهَا لِنَفْسِهِ لِأَنَّهُ لَا يَجُوزُ الصَدَقَةُ بِشَيْءٍ مِنْ مَالِ الْيَتِيمِ تَطَوُعًا (المغني لابن قدامة:ج ٩، ص ١٠٨)
Riwayat berbeda-beda, apakah boleh berkurban atas nama anak yatim dengan menggunakan hartanya? Diriwayatkan bahwa tidak boleh bagi wali anak yatim melakukan kurban atas nama anak yatim dengan menggunakan harta anak yatim tersebut. Itu termasuk mengeluarkan harta anak yatim tanpa ada penggantinya, dan itu tidak boleh, seperti bersedekah dan hadiah. Ini adalah pendapat madzhab S yafi’iyah. Riwayat kedua mengatakan bahwa boleh bagi wali anak yatim berkurban atas nama anak, asalkan anak yatim tersebut kaya. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Imam Malik mengatakan, 'Jika anak yatim memiliki 30 dinar, wali boleh melakukan qurban atas namanya dengan seekor kambing senilai setengah dinar karena pengeluaran tersebut terkait dengan hari raya. Oleh karena itu, diperbolehkan mengeluarkan harta anak yatim seperti sedekah fitrah. Dengan demikian, pengeluaran tersebut dianggap sebagai bentuk kemudahan dan kesenangan bagi anak yatim serta mempereratkan hubungan. Seperti membelikan pakaian indah dan makanan lezat, serta memberikan nafkah yang lebih. Meskipun tidak wajib, hal tersebut masih diperbolehkan.Pendapat Ahmad dapat dipahami dalam dua konteks. Pertama, ketika anak yatim masih kecil dan tidak memahami qurban, maka tidak ada manfaatnya dan dapat menimbulkan kerugian. Kedua, ketika anak yatim sudah dewasa dan memahami qurban, maka diperbolehkan melakukan qurban atas namanya karena ada manfaatnya. Abu Al-Khattab berpendapat bahwa pernyataan Ahmad tentang qurban atas nama anak yatim merupakan kewajiban. Namun, yang benar adalah apa yang telah kami sebutkan. Pada dasarnya, ketika seseorang melakukan qurban atas nama anak yatim, maka tidak boleh disedekahkan atau disimpan untuk diri sendiri karena tidak diperbolehkan bersedekah dengan harta anak yatim secara sukarela."(al-Mughni Ibnu Qudamah : jilid 9 hal 108)
Penulis : Asti Nafisah
Perumus : M. Khafidz Ainul Yaqin M. AP
Mushohih : Durrotun Nasikhin M. Pd
Daftar pustaka :
Qudamah, Abi Abdullah bin Ahmad bin Muhammad (W. 620), al-Mughni Ibnu Qudamah, Daar kitab al-arobi : sebanyak 16 jilid
Posting Komentar untuk "Hukum Menasarufkan Harta Anak Yatim untuk Berkurban atas Nama Anak Yatim"