![]() |
Sumber Meta AI |
قَاعِدَةٌ (٣٤)(1)
عَلَى الْمُتَكَلِّمِ فِي فَنَّ مِنَ الْعِلْمِ أَنْ يُلْحِقَ فُرُوعَهُ بِأَصُولِهِ، وَيَصِلَ مَعْقُولَهُ بِمَنْقُولِهِ
(1) اي قاعدة ٣٥ عند تحقيق الاستاد الشيخ محمد إدريس طيب
Orang yang berbicara tentang suatu cabang ilmu harus menghubungkan cabang-cabangnya dengan pokok-pokoknya, dan menyambungkan pemahaman dengan sumber-sumbernya.
المُتَكَلِّمُ فِي فَنٍّ مِنْ فُنُوْنِ العِلمِ، إنْ لَم يُلْحِقْ فَرْعَهُ بِأَصْلِهِ، ويُحَقِّقْ أَصْلَهُ مِن فَرْعِهِ، ويَصِلْ مَعْقُولَهُ بِمَنْقُوْلِهِ ويَنْسُبْ مَنْقُوْلَهُ لِمَعَادِنِهِ، ويَعْرِضْ ما فَهِمَ مِنهُ على ما عُلِمَ مِنِ اسْتِنْبَاطِ أَهْلِهِ، فَسُكُوْتُهُ عَنهُ أَوْلَى مِنْ كَلامِهِ فيهِ. إِذْ خَطَأُهُ أَقْرَبُ مِن إِصَابَتِهِ، وضَلَالُهُ أَسْرَعُ مِنْ هِدَايَتِهِ؛ إِلَّا أَنْ يَقْتَصِرَ عَلَى مُجَرَّدِ النَّقْلِ المُحَرَّرِ مِنَ الإِيْهَامِ والإبْهَامِ؛ كَحَامِلِ فِقْهٍ غَيْرِ فَقِيهٍ، فيُسَلَّمَ لَهُ نَقْلُهُ لا قَولُهُ؛ وبِاللّٰهِ سُبْحَانَهُ التَّوفيقُ.
Seorang yang berbicara dalam salah satu cabang ilmu, jika ia tidak menghubungkan cabang-cabangnya dengan pokok-pokoknya, dan tidak menguatkan pokok-pokoknya dengan cabang-cabangnya, serta tidak menghubungkan pemahamannya dengan dengan yang dinukilkan kemudian menyandarkan dalil-dalilnya kepada sumber-sumbernya, serta tidak memaparkan apa yang ia pahami dengan apa yang telah diketahui dari hasil penalaran para ahli ilmu tersebut, maka diamnya itu lebih baik daripada berbicara tentangnya. Karena kesalahannya lebih dekat daripada kebenarannya, dan kesesatannya lebih cepat dari pada petunjuknya, kecuali jika ia hanya terbatasi pada penyampaian yang murni dari teks tanpa menimbulkan kebingungan atau kerancuan, seperti seorang yang membawa pemahaman fikih bukan seorang faqih, yang mana ia hanya menyampaikan apa yang diterima, bukan perkataannya;Hanya Allah yang memberi taufik.
شرح قواعد التصوف للشيخ إدريس طيب :
Penjelasan dari Syekh Muhammad Idris Thayyib:
يتطرق الشيخ أحمد زروق في هذه القاعدة المنطقية إلى مسألة هامة تتناول علاقة المتكلم بالعلم، وكيفية تعامله مع العلم، وما يشترط في المتكلم فيه؛ كما أنه يحدد أركان المعرفة وأقسامها؛ فيقسم المعرفة إلى:
Syekh Ahmad Zarruq dalam kaidah logis ini membahas suatu masalah penting yang berkaitan dengan hubungan pembicara dengan ilmu, bagaimana cara dia berinteraksi dengan ilmu tersebut, dan apa yang harus dipenuhi oleh pembicara dalam ilmu itu. Selain itu, beliau juga menetapkan rukun-rukun pengetahuan dan pembagiannya,Syekh Ahmad Zarruq membagi :
معرفة منقولة؛ ويدخل في نطاقها كل ما ينقل عن الغير.
Pengetahuan yang bersumber dari teks (naqly), mencakup segala hal yang disampaikan dari orang lain.
معرفة معقولة؛ وهي كل معرفة يتوصل بها عن طريق العقل.
Pengetahuan yang bersumber dari akal (aqliy); yaitu segala pengetahuan yang diperoleh melalui daya pikir.
وبعد فصله بين الأصل والفرع في النقل والعقل معا؛ يطلب ربط الفرع بالأصل، والمعقول بالمنقول بكل وضوح، وعرض مفهومه على ما قيل فيه، واستنبط منه أهله من ذوي الاختصاص - تأكيدا أو ترجيحا- ؛ لأن من لا يفعل ذلك أو لا يستطيع؛ فيكتفي بالنقل؛ يكون سكوته أولى من كلامه؛ لأن كلامه لا يؤدي إلا إلى التشويش، وإلى الخطإ والضلال أكثر من الصواب؛ إذ "لا ينتفع عالم إلا بجلي واضح المعنى" كما سيأتي في قاعدة لاحقة؛ وإن كان للعالم أن يكتفي بمجرد النقل؛ مع الوضوح في ذلك، وعدم الإيهام والإبهام، ونسبة الكلام لقائله؛ "فرب حامل فقه غير فقيه؛ فيسلم له نقله لا قوله"، أي لا يصح اجتهاده في ذلك.
Setelah memisahkan antara pokok dan cabang dalam naqly dan aqly secara bersamaan, syekh Ahmad Zarruq meminta untuk menghubungkan cabang dengan pokok, dan yang rasional dengan yang diterima dengan cara yang jelas, serta memaparkan pemahamannya berdasarkan apa yang telah dikatakan tentangnya dan pengambilan dalil darinya oleh para ahlinya yang memiliki keahlian, baik untuk penguatan atau penilaian yang lebih unggul. Karena barangsiapa yang tidak melakukan hal tersebut atau tidak mampu melakukannya, maka cukup dengan naqly. Dirinya lebih baik diam daripada berbicara, karena perkataannya hanya akan menyebabkan kebingungan, kesalahan, dan kesesatan yang lebih banyak daripada kebenaran. Sebagaimana dikatakan, 'Seorang ilmuwan tidak akan mendapat manfaat kecuali dengan penjelasan yang jelas dan mudah dipahami, seperti yang akan dijelaskan dalam kaidah berikutnya. Meskipun seorang ilmuwan boleh saja hanya menyampaikan apa yang diterima, selama itu jelas dan tidak membingungkan, serta menyandarkan ucapan tersebut kepada yang mengatakannya. 'Seringkali seseorang yang membawa fikih tidak memahami fikih, sehingga yang diterima darinya adalah apa yang ia sampaikan, bukan pemahamannya, artinya, ijtihadnya dalam hal itu tidak sah.
وهذه الموضوعية التي يشترطها الشيخ أحمد زروق في الكلام عن أي مجال من مجالات العلم تقتضي الحياد؛ وعدم التسرع في إصدار الأحكام، والوضوح التام في الكلام.
Objektivitas yang disyaratkan oleh syekh Ahmad Zarruq dalam berbicara tentang bidang ilmu manapun mengharuskan sikap netral, tidak tergesa-gesa dalam memberikan keputusan, dan kejelasan penuh dalam berbicara.
فالكلام في الشيء ردا وقبولا، فرعا عن كونه معقولا؛ يلزم العلم بماهيته وفائدته ومائدته قبل الخوض فيه إعلاما به، وتحضيضا عليه، وإيماء لمعادنه ومقاصده؛ وكل ذلك لا يتم إلا بمعرفة آلته وهو اصطلاحه، وعلومه، وقواعده؛ وقد عرف أن لكل علم اصطلاحا؛ وفيه ما يخص ويعم التنبيه بذلك على قدره، كفقه الدين الذي يطلق على أحكام فروع العبادات، وقد يعم فينصرف إلى جميع تصرفات العباد وأحوالهم من أقوال وأفعال ومعتقدات وقيم ومعاملات.
Pembicaraan tentang suatu hal, baik dalam penolakan maupun penerimaan, merupakan cabang dari pemahaman tentangnya, yang mengharuskan pengetahuan tentang hakikat, manfaat, dan substansinya sebelum membahasnya, sebagai informasi, motivasi, dan petunjuk mengenai unsur-unsur serta tujuannya. Semua ini hanya dapat tercapai dengan mengetahui caranya, yaitu istilah, ilmu, dan kaidah-kaidahnya. Telah diketahui bahwa setiap ilmu memiliki istilah-istilah, yang didalamnya hal-hal yang bersifat khusus maupun umum, yang perlu diberi perhatian sesuai dengan kadar pentingnya, seperti dalam ilmu fiqih yang berasal dari agama yang merujuk pada hukum-hukum cabang ibadah, terkadang dapat mencakup semua tindakan dan keadaan hamba, baik berupa keadaan dari perkataan, perbuatan, keyakinan, nilai, maupun muamalah.
"وآيات طلب العلم أربعة: عقل رجاح، وشيخ فتاح، وكتب صحاح، ومداومة وإلحاح؛ لأن العلوم إن لم تكن منك ومنها كنت بعيدا عنها؛ فمنك بلا منها جهل وضلال، ومنها بلا منك جمود وتقليد، ومنك ومنها تحقيق وصواب؛ ولذلك قيل: قف حيث وقفوا، ثم فسر، ثم فبشر، ومن عرف الحق بالرجال أصبح في غاية الجهل والضلال. اعرف الحق تعرف أهله "(2).
(2) إغتنام الفوائد. قمنا بتحقيقه
"Adapun tanda-tanda yang menjelaskan tentang pencarian ilmu ada empat: akal yang cerdas, seorang guru yang terbuka, kitab-kitab yang sahih, serta ketekunan dan kesungguhan. Karena sesungguhnya ilmu, jika tidak datang dari dirimu dan dari ilmu, maka kamu akan jauh dari ilmu.maka ketika dirimu tidak memiliki ilmu adalah kebodohan dan kesesatan, sementara ilmu yang hanya datang darinya tanpa darimu adalah kebekuan dan taklid. Tetapi, ilmu yang datang darimu dan darinya adalah pemahaman yang benar dan tepat. Oleh karena itu, dikatakan: 'Berhentilah di tempat mereka berhenti, lalu berikan penjelasan, kemudian sampaikanlah kabar gembira. Dan barang siapa mengenal kebenaran melalui kebaikan seseorang, maka ia berada dalam kebodohan dan kesesatan yang paling parah. kenalilah Al-haqq, maka kamu akan mengenali ahlinya."
Mutarjim :Muhammad Yusril
Contact Person :085943438737
Email :Yusrilmuha@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
al-Burnusiy, Abi al-‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammmad Saw bin ‘Isa Zarrouq al-Fasi, (Wafat 899 H)., Qawaid al-Tasawuf, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon., 2019 M / 1440 H., (Tahqiq: Abdulmajid Khayali, 2002)., cet. kelima.
Tayeb, Mohammed Idris, (Lahir 1369 H / 1950 M)., Syarah Qawaid al-Tasawuf, Books Publisher, Beirut, Lebanon, 2022., cet. pertama, sebanyak 2 jilid.
Posting Komentar untuk "Qaidah 34: Orang yang Berbicara tentang Suatu Cabang Ilmu Harus Menghubungkan Cabang-cabangnya dengan Pokok-pokoknya, dan Menyambungkan Pemahaman dengan Sumber-sumbernya"