![]() |
Sumber Meta AI |
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الحَمْدُ لِلّهِ كَمَا يَجِبُ لِعَظِيمِ مَجْدِهِ وَجَلاَلِهِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَبَعْدُ، فَالقَصْدُ بِهَذَا المُخْتَصَرِ وَفُصُولِهِ، تَمْهِيدُ قَوَاعِدِ التَّصَوُّفِ وَأُصُولِهِ، عَلَى وَجْهٍ يَجْمَعُ بَيْنَ الشَّرِيعَةِ وَالحَقِيقَةِ، وَيَصِلُ الأُصُولَ وَالفِقْهَ بِالطَّرِيقَةِ.
وَعَلَى اللهِ أَعْتَمِدُ فِي تَيْسِيرِ مَا أَرَدْتُ، وَإِلَيْهِ أَسْتَنِدُ فِي تَحْقِيقِ مَا قَصَدْتُ، وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيلُ، ثُمَّ أَقُولُ:
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah, seperti pujian yang wajib untuk agungnya keluhuran Allah dan keagungannya.Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Saw.
Adapun setelah itu, maksud dari kitab ini beserta bagian-bagiannya adalah untuk menjelaskan dan memperkenalkan dasar-dasar tasawuf dan prinsip-prinsipnya. kitab ini disusun dengan cara menggabungkan antara syariat dan hakikat, serta menghubungkan ilmu ushul dan fikih dengan jalan tarekat.
Kepada Allah SWT lah aku berpegangan dalam mempermudah apa yang aku niatkan, dan kepada-Nya aku bersandar dalam merealisasikan apa yang aku maksudkan. Dialah sebaik-baik pelindung dan penolong.
Kemudian aku berkata:
البَابُ الأَوَّلُ
بَابٌ فِي التَّصَوُّفِ
قَاعِدَةٌ ١: الكَلامُ فِي الشَّيْءِ فَرْعُ تَصَوُّرِ مَاهِيَّتِهِ:
Pembahasan Suatu Hal Merupakan Cabang dari Penggambaran Esensi (Hakikat)
الكَلَامُ فِي الشَّيْءِ فَرْعُ تَصَوُّرِ مَاهِيَّتِهِ، وَفَائِدَتِهِ وَمَادَّتِهِ بِشُعُوْرٍ ذِهْنِيٍّ مُكْتَسَبٍ أَوْ بَدِيْهِيٍّ لِيُرْجَعَ إِلَيْهِ فِي أَفْرَادِ مَا وَقَعَ عَلَيْهِ رُدًّا وَقَبُوْلًا وَتَأْصِيْلًا وَتَفْصِيْلًا.
Pembahasan suatu hal merupakan cabang dari penggambaran esensi (hakikat), faedah (manfaat), dan substansi (inti) dari sesuatu dengan pemikiran yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut atau yang sudah jelas (tidak butuh penjelasan) Agar penggambaran itu dikembalikan kepada masing-masing hukum yang berlaku padanya (penolakan, penerimaan, dasar dan detail)
فَلَزِمَ تَقْدِيْمُ ذٰلِكَ عَلَى الْخَوْضِ فِيْهِ، إِعْلَامًا بِهِ، وَتَحْضِيْضًا عَلَيْهِ،
وَإِيْمَاءً لِمَاهِيَّتِهِ(1) ؛ فَافْهَمْ.
(1) ماهية الشيء: كنهه، وحقيقته، وفائدته.
Oleh karena itu, penting untuk memahami hal tersebut sebelum membahasnya, memberi informasi,memotivasi, dan memberikan petunjuk tentang esensi, jadi pahamilah.
شرح قواعد التصوف للشيخ إدريس طيب :
Penjelasan dari Syekh Muhammad Idris Thayyib:
حتى لا نقع فيما وقع فيه المتحاملون على التصوف من إنكار عليه وعلى أهله، والحكم عليه بأنه بدعة مخالفة لما كان عليه السلف الصالح؛ فإن الشيخ أحمد زروق يطلب منا في أول قاعدة من كتابه التعرف على ماهية التصوف حتى نحكم له أو عليه؛ وهكذا يقرر في أول قاعدة أن الكلام عن الشيء؛ وبالتالي الحكم له أو عليه يجب أن ينطلق من معرفة ماهيته، وفائدته، ومادته؛ مع استحضار ثقافة المتكلم، وتصوراته لموضوع الكلام.
Agar kita tidak terjebak pada sikap seperti yang diambil oleh sebagian pihak yang mendiskriminasi terhadap tasawuf dengan mengingkari tasawuf dan para pengikutnya serta menganggapnya sebagai bid'ah yang bertentangan dengan ajaran Salafus Salih, maka syekh Ahmad Zarruq meminta kita dalam kaidah pertama dari kitabnya untuk memahami hakikat tasawuf terlebih dahulu hingga kita menghukumi atau dihukumi . Demikianlah yang ditegaskan dalam kaedah pertama, bahwa pembahasan tentang sesuatu dan hal yang berkaitan untuk di hukumi atau menghukumi itu, harus berawal dari pemahaman tentang hakikat, manfaat, dan substansinya, dengan mempertimbangkan pemahaman serta konsep pembicara terhadap pokok bahasan.
وهي قاعدة كلية اعتمدها في كتبه، قال في مقدمة كتابه "اغتنام الفوائد":
Ini adalah kaidah yang secara keseluruhan berpegangan pada kitab-kitabnya. Dalam mukaddimah kitab Ightinam al-Fawaid, ia berkata :
"الكلام في الشيء ردا وقبولا فرعا عن كونه معقولا بلزوم العلم بماهيته وفائدته ومادته قبل الخوض فيه إعلاما به وتحضيضا عليه وإيماء المعادنه ومقاصده؛ وكل ذلك لا يتم إلا بمعرفة آلته وهو اصطلاحه؛ وقد علم أن لكل علم اصطلاحا".
Pembahasan tentang suatu hal, baik dalam penolakan maupun penerimaan yang menjadi cabang dari pemahaman tentangnya adalah dengan pengetahuan mengenai hakikat, manfaat, dan substansinya sebelum mendalaminya untuk memberi informasi, motivasi dan memberikan petunjuk tentang sumber dan tujuannya. Semua itu tidak sempurna kecuali memahami alatnya, yaitu istilah-istilahnya. Sebab, telah diketahui bahwa setiap ilmu memiliki istilah-istilah.
ذلك أن الكلام؛ يفصح عن تصورات المفاهيم والمعاني القائمة في ذهن المتكلم؛والتي قد تكون موافقة للواقع أو مخالفة له؛ حسب تطابق أو تباين عقول أصحابها؛ فهذه التصورات هي التي "يرجع إليها في أفراد ما وقع عليه ردا وقبولا، وتأصيلا وتفصيلا"؛ مع مراعاة: "ما يخص ويعم التنبيه بذلك على قدره".
Hal ini karena seseorang mengungkapkan konsep pemahamannya dan makna yang ada di benak orang yang berbicara, terkadang bisa sesuai atau bertentangan dengan realitas, tergantung pada kesesuaian atau perbedaan cara berpikir para pemiliknya. Pemahaman ini menjadi acuan dalam menerima, menolak, memperkuat, atau merinci hal-hal yang berkaitan dengannya, sambil mempertimbangkan apa yang bersifat khusus maupun umum, sesuai dengan kadar pentingnya pemberitahuan tersebut.
* وماهية الشيء: هي حقيقته كما سيأتي في القاعدة الثانية. إذن فلكي نحكم على التصوف إيجابا أو سلبا؛ فإنه لا بد من معرفة حقيقته؛ لأن الحكم على الشيء فرع تصوره؛ فلا يجوز الحكم على التصوف إلا بعد معرفة ماهيته، وفائدته، ومادته؛ لأننا إذا عرفنا ماهية وحقيقة التصوف، والفائدة المرجوة منه، ومادته أي محتواه ومكوناته عرفنا الحكم الشرعي الذي ينطبق عليه دون تحامل أو ميل لهوى.
Esensi suatu adalah Hakikat sesungguhnya dari hal tersebut, sebagaimana akan dijelaskan dalam kaidah kedua. Maka, untuk menilai tasawuf, baik secara positif maupun negatif, diperlukan pemahaman tentang hakikatnya. Sebab, penilaian terhadap sesuatu merupakan cabang dari pemahamannya, tidak boleh menilai tasawuf kecuali setelah mengetahui esensi, manfaat, dan substansinya. Karena ketika kita memahami esensi, hakikat tasawwuf, dan manfaat yang diharapkan darinya, serta substansinya yaitu isi dan komponen-komponennya, maka kita akan mengetahui hukum syar’i yang sesuai dengannya tanpa adanya keberpihakan atau kecenderungan pada hawa nafsu.
ورغم أن التجربة الصوفية تدرك بالذوق، وتقوم على التجربة والممارسة، ولا تنضبط بضابط؛ فإن الشيخ أحمد زروق استطاع أن ينجح في تقعيد علم التصوف وإخضاعه لقوانين التأليف المنطقي؛ وعليه فإنه:
Meskipun pengalaman Sufistik dipahami melalui Dzauq, didasarkan pada pengalaman dan praktik, serta tidak dapat diukur dengan aturan baku, Syekh Ahmad Zarruq berhasil menetapkan kaidah-kaidah dalam ilmu tasawuf dan menyimpulkannya pada aturan-aturan penyusunan secara logis. Oleh karena itu, Syekh Ahmad Zarruq:
ينطلق في كتابه من قاعدة يضمنها مقدمة في التصور، والتصديق المنطقيين.
يوظف علم المنطق أو الكلام لتقعيد التصوف علما، وممارسة؛ لأن: "من انتظم فكره سلم سلوكه، ومن سلم سلوكه حسنت عبادته".
يؤصل فيها طريق اكتساب المعرفة حتى لا يقع السالك في التوهمات والتخيلات؛ فيبتعد عن طريق السلوك الحق؛ لأن المعرفة عنده عن طريق النقل أو العقل أمر أساسي.
Dalam kitabnya, beliau memulai dengan kaidah yang mencakup pendahuluan mengenai konsep tashawur dan tashdiq.
Beliau memanfaatkan ilmu mantiq atau ilmu kalam untuk menetapkan tasawuf sebagai ilmu dan praktik, karena: “Barang siapa yang pikirannya terstruktur, maka selamat prilakunya, dan siapa yang perilakunya selamat,maka baik ibadahnya ”.
Beliau menetapkan dasar metode memperoleh pengetahuan agar para salik (pencari jalan spiritual) tidak terjebak dalam ilusi dan khayalan, sehingga tidak menyimpang dari jalan kebenaran. Sebab, baginya, pengetahuan yang diperoleh melalui dalil naqly (teks) atau aqly (akal) adalah hal yang mendasar.”
فـ "الكلام عن الشيء فرع تصوره". أي تصور: ماهيته: أي حقيقته، والفائدة المرجوة من معرفته، ومادته: أي مفرداته ومكوناته.
وهذه المعرفة تنبعث من قدرة ذهنية / فكرية مكتسبة "إنما العلم بالتعلم"، أو من أمور بديهية وعادية لا تحتاج إلى دليل، وهي كل ما قام على الممارسة والتجربة والخبرة، ككون العسل حلوا، والحنظل مراء؛ وهذان المصدران للمعرفة:(القدرة الذهنية، والتجربة والخبرة والممارسة) هما اللذان يعتمد عليهما في معرفة الأشياء والحكم عليه (ردًّا، وقبولاً، وتأصيلاً، وتفصيلاً ).
“Pembicaraan tentang suatu hal merupakan cabang dari pemahamannya”. Maksudnya, pemahaman tentang hakikatnya, yaitu kebenarannya, manfaat yang diharapkan dari pengetahuannya, dan substansinya, yaitu unsur-unsur dan komponen-komponennya. Pengetahuan ini muncul dari kemampuan intelektual/pemikiran yang diperoleh (karena ilmu diperoleh melalui pembelajaran), atau dari hal-hal yang bersifat naluri dan kebiasaan yang tidak memerlukan bukti, Yaitu segala sesuatu yang didasarkan pada praktik, pengalaman, dan keahlian, seperti kenyataan bahwa madu itu manis dan pare itu pahit. Kedua sumber pengetahuan ini (kemampuan intelektual dan pengalaman, keahlian, serta praktik) merupakan dasar yang digunakan untuk memahami sesuatu dan memberikan penilaian (baik dalam menolak, menerima, menjadikan dasar, maupun merinci).
وحيث إن الكلام في هذا الكتاب سيتناول الكلام عن التصوف؛ لذا لزم - أولا قبل الخوض فيه، والحض على معرفته، تعلقا، وتخلقا - "تقديم ذلك على الخوض في الكلام في قواعد التصوف إعلاما به، وتحضيضا عليه، وإيماء لمعادنه".
Karena pembahasan dalam kitab ini akan membahas tentang tasawuf, maka diperlukan sebelum terjun ke dalamnya dan mendorong untuk memahaminya, baik secara emosional maupun moral untuk mendahulukan pemahaman tersebut sebelum membahas kaidah-kaidah tasawuf, sebagai informasi, motivasi, dan petunjuk mengenai sumbernya.
بهذا المنطلق في القاعدة الأولى يتضح التأثير المنطقي في تأليف الكتاب، وتبويبه، وبنائه من بدايته إلى نهايته.
وإذا كان الشيخ أحمد زروق قد اعتبر الاشتغال بعلم الكلام من متشابه الأمور في "عدة المريد الصادق"؛ فإننا نجده يعتمد كليات علم المنطق في تأليف كتابه "قواعد التصوف"؛ لأن: "ما لا يتم الواجب إلا به؛ فهو واجب"؛ وبذلك يكون قد نهج على ضوء مؤسس المدرسة الأشعرية (أبو الحسن الأشعري)، والرعيل الأول من تلامذته (الباقلاني - الجويني - السلالجي المغربي ...)؛ حيث وظفوا علم الكلام لخدمة مدرستهم؛ وشيء طبيعي أن يتأثر بهم الشيخ أحمد زروق؛ فهو علم بارز من أعلام المدرسة الأشعرية في عصره.
Dengan pendekatan ini dalam kaidah pertama, terlihat jelas pengaruh logika dalam penyusunan kitab, pengelompokannya, dan strukturnya dari awal hingga akhir.
Meskipun syekh Ahmad Zarruq menganggap kajian ilmu kalam sebagai hal yang membingungkan dalam kitab ‘Iddat al-Murid al-Shadiq, kita mendapati bahwa beliau menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu logika dalam penyusunan kitab Qawa’id al-tasawuf, karena: ‘Kewajiban tidak sempurna kecuali dengan seuatu, maka sesuatu menjadi wajib.’ Dengan demikian, beliau mengikuti jejak pendiri aliran Asy'ariyah (Abu al-Hasan al-Ash'ari) dan generasi pertama murid-muridnya (al-Baqilani, al-Juwaini, al-Sallaji al-Maghribi, dan lain-lain), yang menggunakan ilmu kalam untuk mendukung madrasah mereka. Sangat wajar jika syekh Ahmad Zarruq dipengaruhi oleh mereka, karena beliau adalah salah satu tokoh penting dari madrasah Ash'ariyah di masanya.
وهكذا استطاع الشيخ أحمد زروق أن يمزج بين الثقافة الفقهية، والروحية (التصوف)، والعقلية المنطقية بشكل بديع لم يسبق له - حيث عجز عن ذلك كل من تقدمه-؛ وهنا تتجلى عبقريته وتفوقه وامتيازه على من سبقه؛ بل ومن لحقه؛ لأن كل من لحقه يعتمد عليه، ويعتبره حجة وقدوة في علمي الشريعة والحقيقة.
Demikianlah, syekh Ahmad Zarruq berhasil memadukan antara pendidikan fikih, tasawuf, dan logika rasional dengan cara yang luar biasa yang belum pernah tercapai sebelumnya sesuatu yang tidak mampu dicapai oleh siapa pun yang datang sebelum beliau. Di sinilah kecemerlangan, keunggulan, dan keistimewaannya atas pendahulunya maupun para penerusnya. Sebab, setiap orang yang datang setelahnya mengacu padanya dan menganggapnya sebagai hujah dan teladan dalam ilmu syariat dan hakikat.
عموما؛ فقد استطاع الشيخ أحمد زروق أن يخرج علم الكلام من برجه العاجي (المجال النظري)؛ لينزله إلى مجال السلوك العملي، ويحوله إلى مجاهدة روحية؛ وهكذا نجده في القاعدة الأولى يضع أساس اكتساب المعرفة العلمية النظرية التي يراها قائمة على المنطق؛ فإذا كان الصوفية ينطلقون من مبدأ أن المعرفة هي نور يقذفه الله في قلب المؤمن (الصوفي)؛ فإن الشيخ أحمد زروق - وإن كان يؤمن بهذه النظرية - يضع الأساس لجعل القلب مكانا صالحا لتقبل المعرفة وليمتلئ بنور الله.
Secara umum, syekh Ahmad Zarruq berhasil mengeluarkan ilmu kalam (bidang teori) dan menurunkannya ke dalam ranah praktik perilaku, mengubahnya menjadi mujahadah ruhiyah (perjuangan spiritual). Oleh karena itu, kita dapati dalam kaidah pertama, beliau meletakkan dasar untuk memperoleh pengetahuan ilmiah teoretis yang beliau anggap didasarkan pada logika. Jika para sufi memulai dari prinsip bahwa pengetahuan adalah cahaya yang Allah SWT masukkan ke dalam hati seorang mukmin (sufi), maka syekh Ahmad Zarruq - meskipun meyakini teori ini - beliau juga meletakkan dasar untuk menjadikan hati sebagai tempat yang layak untuk menerima pengetahuan dan dipenuhi dengan cahaya Allah SWT.
يقول في شرح عقيدة الغزالي: "الكلام في الشيء ردا وقبولا، فرعا عن كونه معقولا؛ بلزوم العلم بماهيته وفائدته ومادته قبل الخوض فيه إعلاما به، وتحضيضا عليه، وإيماء لمعادنه ومقاصده؛ وكل ذلك لا يتم إلا بمعرفة آلته وهو اصطلاحه؛ وقد عرف أن لكل علم اصطلاحا وفيه ما يخص ويعم التنبيه بذلك على قدره".
Syekh Ahmad Zarruq mengatakan dalam syarah kitab aqidah al-Ghazali: “Pembicaraan tentang suatu hal, baik itu penolakan maupun penerimaan, merupakan cabang dari pemahaman tentangnya. yang bergantung pada pengetahuan tentang hakikat, manfaat, dan substansinya sebelum membahasnya, sebagai informasi, motivasi, dan petunjuk mengenai sumber serta tujuannya. Semua ini hanya dapat tercapai dengan mengetahui alatnya, yaitu istilah-istilahnya. Dan telah diketahui bahwa setiap ilmu memiliki terminologi sendiri dan di dalamnya terdapat yang bersifat khusus maupun umum, yang perlu diberi perhatian sesuai dengan tujuannya”.
ومن المنطلق الذي انطلق منه الشيخ أحمد زروق في قاعدته الأولى من كتابه هذا يعترف بالاختلاف والتنوع؛ وهو ما يدفع البعض بقبول الفكرة والآخر بردها.
ونستنتج من القاعدة السابقة:
Dari sudut pandang yang digunakan oleh syekh Ahmad Zarruq dalam kaidah pertamanya dari kitab ini, beliau mengakui adanya perbedaan dan keberagaman; yaitu apa yang mendorong sebagian orang untuk menerima ide tersebut, sementara sebagian lainnya menolaknya.
Dari kaidah sebelumnya, kita dapat menyimpulkan:
- موضوعية الشيخ أحمد زروق، ويتضح ذلك من المنهجية التي ينطلق منها ويضعها لمناقشة الأفكار والتصورات التي سيعرضها في كتابه.
- Objektivitas syekh Ahmad Zarruq, yang terlihat jelas dari metodologi yang beliau gunakan untuk membahas pandangan-pandangan dan konsep yang akan beliau sampaikan dalam kitabnya.
- اتصافه بتواضع العلماء؛ حيث يضع أفكاره المقدمة في القواعد ضمن التصورات؛ وبالتالي تبقى قابلة للنقاش والقبول أو الرد.
- Sifat syekh Ahmad Zarruq yang rendah hati sebagai seorang ilmuwan, di mana beliau meletakkan pandangan-pandangan nya yang tercantum dalam kaidah-kaidah sebagai bagian dari konsep, sehingga tetap terbuka untuk diskusi dan bisa diterima atau ditolak.
- تحديده لغاية منهجيته المعتمدة في الكتاب، وكأنه يريد أن يدخل في عقد مع القارئ أو المريد من أول الكتاب؛ حتى يستحضره عند قراءة الكتاب، ويستعرض حقيقة الأفكار التي سيقدمها؛ وبالتالي يبني حكمه عليه قبولا أو ردا(2).
(2)وتلك لعمري غاية الموضوعية، ومنتهى الإنصاف والتواضع؛ وهي قيم تحلى بها الشيخ زروق في معظم كتبه
Penetapan tujuan metodologi yang diterapkan dalam kitab ini, seolah-olah beliau ingin menjalin suatu kesepakatan dengan pembaca atau murid sejak awal, agar mereka dapat mengingatnya saat membaca kitab tersebut dan menilai kebenaran pandangan-pandangan yang akan disampaikan, sehingga mereka bisa membangun penilaian terhadapnya, baik menerima atau menolaknya.
لقد انطلق الشيخ أحمد زروق في كتابه من قاعدة منطقية في التصور والتصديق مفادها أن المتكلم في علم من العلوم لا بد أن يكون له تصور عنه، وعن ماهيته، ومادته، وفائدته؛ وهكذا فإذا كان الصوفية يرون بأن المعرفة تنطلق من نور يملأ الله به قلب الصوفي دون أن يلتفتوا إلى الحدود المنطقية والعلمية؛ فإن الشيخ أحمد زروق يرى بأن علم التصوف يخضع لقاعدة بقية العلوم - لأنها منح كسبية -؛ وإن كان ذلك لا يمنع من ورود المنح الإلهية والأنوار الربانية إضافة إلى التجربة العملية والترقي في السلوك؛ كما سيتبين لاحقا.
Syekh Ahmad Zarruq memulai kitabnya dengan suatu kaidah logis dalam tashawur dan tashdiq. yang menyatakan bahwa seorang pembicara dalam suatu ilmu harus memiliki konsep tentang ilmu tersebut, tentang hakikatnya, substansinya, dan manfaatnya. Oleh karena itu, meskipun para sufi meyakini bahwa pengetahuan berasal dari cahaya yang Allah SWT isi ke dalam hati sang sufi tanpa memperhatikan batasan-batasan logis dan ilmiah, syekh Ahmad Zarruq berpendapat bahwa ilmu tasawuf tunduk pada kaidah yang berlaku untuk ilmu-ilmu lainnya -karena ilmu-ilmu tersebut merupakan pemberian yang bersifat kasbiyah-. Meskipun demikian, hal ini tidak menghalangi turunnya karunia ilahi dan cahaya-cahaya ketuhanan, di samping pengalaman praktis dan peningkatan dalam perilaku, seperti yang akan dijelaskan kemudian.
- قال الشيخ أحمد زروق في خاتمة أول كتاب له "تحفة المريد" :" .... فانظروا فهمي، ولا تظنوا ارتكابي لهذا العلم غزارة علمي... وقد قال الإمام الغزالي في قوله صلى الله عليه وسلم: "اختلاف أمتي رحمة" قال: اختلاف فهمهم؛ إذ لو اتفقت الهمم لضاع العلم، ولما اشتغل الناس بما علا لقاء الأدنى".
Syekh Ahmad Zarruq berkata dalam penutupan kitab pertamanya Tuhfah al-Murid': '... perhatikanlah pemahamanku, dan janganlah kalian mengira bahwa aku menguasai ilmu ini karena banyaknya pengetahuan saya... Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam al-Ghazali dalam penjelasan hadits Nabi Muhammad Saw: "Perbedaan umatku adalah rahmat," berkata bahwa yaitu perbedaan pemahaman mereka. Karena jika semua pemahaman itu sama, ilmu akan hilang, dan orang-orang tidak akan lagi mempelajari yang lebih tinggi untuk bertemu dengan yang lebih rendah”.
- وقال في خاتمة كتابه "عدة المريد الصادق":
"Dan beliau berkata dalam penutupan kitabnya 'Iddat al-Murid al-Sadiq”:
"اعلم وفقنا الله وإياك أن مقصدنا بهذا الكتاب وجود الإفادة وإظهار ما عندنا لا وجود التعنت؛ فمن نظر فيه من عالم؛ فلينظره فيه بعين الرضى والصواب؛ لئلا يدفعه، وينبه على ما فيه بإصلاح مختله بالتأويل، وعضد فارغه بالدليل؛ فإن من صنف استهدف، ومن أبدى للناس علمه؛ فقد ولى الوجود حكمه، والمؤمن مرآة أخيه، والإنصاف من شيم الأشراف... فلكل حق حقيقة، ولكل شيء وجه"
"Ketahuilah, semoga Allah memberi kita petunjuk, bahwa tujuan kami adalah Dalam Kitab ini adalah untuk memberikan manfaat dan menunjukkan apa yang kami miliki, bukan untuk menunjukkan ketegasan atau kesulitan. Barang siapa yang memandangnya dari kalangan ilmuwan, hendaklah ia melihatnya dengan pandangan yang penuh penerimaan dan kebenaran, agar ia tidak menolaknya, tetapi mengingatkan apa yang perlu diperbaiki dengan penafsiran yang tepat, serta mendukung bagian-bagian yang kosong dengan bukti yang jelas. Karena setiap orang yang menulis pasti menghadapi tantangan, dan siapa pun yang memperlihatkan ilmunya kepada orang lain, berarti ia telah menanggung tanggung jawab atas ilmunya. Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya, dan keadilan adalah sifat orang-orang mulia... Setiap kebenaran memiliki hakikat, dan segala sesuatu memiliki sesuatu sisi”.
Mutarjim :Muhammad Yusril
Contact Person :085943438737
Email :Yusrilmuha@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
al-Burnusiy, Abi al-‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammmad Saw bin ‘Isa Zarrouq al-Fasi, (Wafat 899 H)., Qawaid al-Tasawuf, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon., 2019 M / 1440 H., (Tahqiq: Abdulmajid Khayali, 2002)., cet. kelima.
Tayeb, Mohammed Idris, (Lahir 1369 H / 1950 M)., Syarah Qawaid al-Tasawuf, Books Publisher, Beirut, Lebanon, 2022., cet. pertama, sebanyak 2 jilid
Posting Komentar untuk "Kaidah 1: Pembahasan Suatu Hal Merupakan Cabang dari Penggambaran Esensi (Hakikat)"