Apakah Ada Pandangan Agama Yang Mengizinkan Atau Membatasi Mursyid Yang Terlibat Dalam Kontestasi Politik Dan Menduduki Jabatan Politik?



Apakah Ada Pandangan Agama Yang Mengizinkan Atau Membatasi Mursyid Yang Terlibat Dalam Kontestasi Politik Dan Menduduki Jabatan Politik?

Mursyid adalah guru yang mengajarkan tentang suatu ajaran tarekat, dan membimbing murid untuk bisa berada sedekat mungkin dengan tuhan. Dengan bertambahnya peradaban ini beberapa Mursyid terlibat dalam kontestasi politik yang diharapan ketika seorang Mursyid memiliki jabatan bisa menyempurnakan kemaslahatan umat. Disisi lain, terdapat kekhawatiran apabila seorang Mursyid yang terlibat dalam kontestasi politik akan mempengaruhi marwahnya. 

Apakah ada pandangan agama yang mengizinkan atau membatasi mursyid yang terlibat dalam kontestasi politik dan menduduki jabatan politik?

  1. Diizinkan Dengan Batasan

Menurut Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi didalam kitab Tanwir Al-Qulub halaman 527, menjelaskan tentang Syarat menjadi Mursyid Thoriqoh An-Naqsyabandiyah, syarat yang ke 19 adalah seorang Mursyid hendaknya untuk menjaga diri tidak mondar mandir mendatangi para pemimpin dan pejabat.

Batasan-batasan seorang mursyid yang diizinkan terlibat dalam kontestasi politik:

  1. Mengikuti kostestasi politik karena ada hajat, darurat atau mashlahat yang lebih besar.

  2. Mengikuti kontestasi politik dengan tujuan yang baik seperti memperbaiki pemerintahan, menasehati, dan lain-lain.

  3. Bukan mencari kepentingan duniawi seperti mencari dinar, dirham, dan lain-lain.

( التَّاسِعَ عَشَرَ ) أَنْ يُحْتَرَزَ عَنِ التَّرَدُّدِ إِلَى الْأُمَرَاءِ وَالْحُكَامِ لِئَلَّا يَقْتَدِيَ بِهِ فِي ذَلِكَ بَعْضُ مُرِيْدِيْهِ فَيَكُوْنُ عَلَيْهِ إِثْمُهُ وَإِثْمُهُمْ مِنْ بَابِ )مَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا) الْحَدِيْثَ رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَالتِّرْمِذِى وَذٰلِكَ لِأَنَّ غَالِبَ مَنْ يَتَقَرَّبُ إِلَيْهِمْ يَتَعَسَّرُ عَلَيْهِ الْإِنْكَارُ عَلَيْهِمْ فِيْمَا يَرَاهُمْ يَفْعَلُوْنَهُ مِنَ الْمُحَرَّمَاتِ وَكَأَنَّهُ تَعَاطَى بِتَرَدُّدِهِ عَلَيْهِمْ تَقْرِيْرُهُمْ عَلَى الْمُنْكَرِ. (تنوير القلوب: ص  ٥۲۷)

“Seorang Mursyid disyaratkan  Menjaga diri untuk tidak mondar-mandir mendatangi para pemimpin dan pejabat, agar para muridnya tidak menirunya, sehingga sang mursyid menanggung dosa dirinya dan dosa murid-muridnya, karena ini termasuk dalam hadits:

مَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا. رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَالتِّرْمِذِى

"Barangsiapa melakukan tradisi yang buruk, maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya".(HR Muslim dan At-Tirmidzi)

Pada umumnya, orang yang dekat dengan para pemimpin dan pejabat, sulit baginya untuk mengingkari perbuatan munkar yang dilakukan oleh para pemimpin dan pejabat yang dilihatnya. Jika sudah demikian, dengan sering berkecimpungnya mursyid dengan mereka, seakan-akan dia menyetujui terhadap kemungkaran (yang mereka lakukan).

(Tanwir Al-Qulub: 527)

Seorang mursyid adalah ulama’ karena syarat mursyid yang pertama harus ‘alim dalam kitab At-Ta'liqat Lil Qadhi Husain ‘Ala Mukhtashar Al-Muzani menjelaskan bahwa Para ulama adalah amanah para rasul selama mereka tidak boleh bercampur dengan penguasa. Jika mereka bercampur maka hindarilah mereka.

وَرُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ: الْعُلَمَاءُ أُمَنَاءُ الرُّسُلِ مَا لَمْ يُخَالِطُوْا السَّلَاطِيْنَ، فَإِذَا خَالَطُوْهُمْ فَاجْتَنِبُوْهُمْ، وَمَنْ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ، أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ، أَوْ يَأْتِيَ بَابَ الْمُلُوْكِ وَيسْتَجْلِبَ دَنَانِيْرَهُمْ، وَدَرَاهِمَهُمْ لَقِيَ اللهُ تَعَالَى وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ، وَيَأْتِي ذَلِكَ الْعِلْمَ وَشِقُّهُ مَائِلٌ وَلُعَابُهُ سَائِلٌ، يَقْذَرُهُ الْخَلَائِقُ. (التعليقة للقاضي حسين على مختصر المزني: ج ١، ص ٨١-٨٠)

"Diriwayatkan dari Nabi Muhammad bahwa beliau bersabda: "Para ulama adalah amanah para rasul selama mereka tidak bercampur dengan penguasa. Jika mereka bercampur maka hindarilah. Barang siapa mempelajari ilmu untuk membanggakan diri di hadapan para ulama, untuk mencela orang bodoh, atau untuk mendekati pintu raja agar mendapatkan dirham dan dinar, maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan murka. Ilmu itu akan datang dengan kesulitan dan kebingungan, dan air liurnya akan menjijikkan di mata makhluk-Nya." (At-Ta'liqot Lil Qadhi Husain ‘Ala Mukhtashar Al-Muzani, juz 1 hal. 80-81) 


  1. Ada yang Mengizinkan

Menurut Syaikh Hasan Bin Muhammad Al-Hilmi Al-Qadhi An-Naqsyabandi As-Syadzili di dalam kitab Tanbih As-Salikin menjelaskan Setiap orang memiliki kewajiban untuk melakukan perintah kebaikan dan larangan perbuatan mungkar. Seperti seorang Mursyid yang terlibat atau menduduki jabatan politik  dengan tujuan memperbaiki, menasehati ataupun untuk kemaslahatan umat selagi masih dalam koridor Amar Ma’ruf Nahi Mungkar maka juga diperbolehkan dengan syarat tujuannya bukan yang lain.

الْأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ أَحَدٍ، لَكِنْ يَحْتَاجُ مَنْ قَامَ بِهِ إِلَى مَعْرِفَةِ طُرُقِ السِّيَاسَةِ لِيَدْخُلَ مِنْهَا إِلَى حَضْرَةِ إنْقِيَادِ النَّاسِ لَهُ، فَإِنَّ كَثِيْراً مِنَ النَّاسِ يَأْمُرُ بِمَعْرُوْفٍ أَوْ يَنْهَى عَنْ مُنْكَرٍ مِنْ غَيْرِ سِيَاسَةٍ، فَيَزْدَادُ الْمُنْكَرُ بِقِيَامِ نَفْسِ ذَلِكَ العَاصِي أَوْ الظَّالِمِ مَثَلاً، وَيَحْتَاجُ أَيْضاً قَبْلَ ذَلِكَ إِلَى اتِّخَاذِ الشَّيْخِ الَّذِي يَعْرِفُ كَيْفِيَةَ تِلْكَ الطُّرُقِ. كَذَا قَالَهُ الشَّعْرَانِي فِي لَوَاقِحِ الْأَنْوَارِ فِي ٦١. (تنبيه السالكين: ص ١١١)

"Perintah melakukan kebaikan adalah kewajiban bagi setiap orang, tetapi melaksanakannya perlu memahami jalur politik untuk mendapatkan ketaatan orang lain. Banyak orang yang memerintah kebaikan atau melarang kemungkaran tanpa pendekatan politis, sehingga kemungkaran semakin bertambah dengan perilakunya orang berdosa atau zalim, sebagai contoh. Sebelum itu, juga perlu berguru kepada seorang syaikh yang tahu cara melakukannya dengan benar." Ini sebagaimana dikatakan oleh Syaikh al-Sharanī dalam "Lawaqih al-Anwar" pada bab 61”. (Tanbih As-Salikin: 111)

Dalam hadist nabi menjelaskan bahwa ulama’ dan pemerintah harus bersinergi untuk kepentingan bangsa karena ketika ulama’ dan pemerintah tidak bersinergi untuk kemaslahatan bangsa maka  rusaklah bangsa tersebut.


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَبِيَّ ﷺ قَالَ: صِنْفْانِ مِنْ أُمَّتِي إِذَا صَلُحَا صَلُحَ النَّاسُ، وَإِذَا فَسَدَا فَسَدَ النَّاسُ: السُّلْطَانُ وَالْعُلَمَاءُ. (الروض البسام بترتيب وتخريج فوائد التمام: ص ١٠٢)

"Hadis dari Ibn Abbas bahwa nabi bersabda: Dua golongan umatku ketika baik maka manusia menjadi baik dan jika rusak maka rusaklah manusia, ialah pemerintah dan ulama." (Al-Roud Basam Bitartib wa Takhrij Fawaidi Tamam: 102)

Dalam kitab Is’adur Rafiq dijelaskan bahwa seorang ulama hendaknya tidak bolak-balik pergi ke pemerintah dan para penguasa dunia lainnya kecuali karena hajat, darurat, atau maslahat agama yang lebih besar daripada mafsadatnya  jika disertai niat baik. Oleh karena itu diperbolehkan jika ulama’ bersinergi dengan pemerintah dengan tujuan kemaslahatan (bukan duniawi).

وَأَنْ لاَ يَكُوْنَ مُتَرَدِّدًا عَلَى السَّلاَطِيْنَ وَغَيْرِهِمْ مِنْ أَرْبَابِ الرِّيَاسَةِ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ لِحَاجَةٍ وَضَرُوْرَةٍ أَوْ مَصْلَحَةٍ دِيْنِيَّةٍ رَاجِحَةٍ عَلَى الْمَفْسَدَةِ إِذَا كَانَتْ بِنِيَّةٍ حَسَنَةٍ صَالِحَةٍ. وَعَلَى هَذَا يُحْمَلُ مَا جَاءَ لِبَعْضِهِمْ مِنَ الْمَشْيِ وَالتَّرَدُّدِ إِلَيْهِمْ كَالزُّهْرِي وَالشَّافِعِي وَغَيْرِهِمَا لاَ عَلَى أَنَّهُمْ قَصَدُوْا بِذَلِكَ فُضُوْلَ اْلأَغْرَاضِ الدُّنْيَوِيَّةِ قَالَهُ السَّمْهُوْدِي. (إسعاد الرفيق على سلم التوفيق: ج ٢، ص ١٢٩)

“Dan hendaknya seorang ulama’ tidak bolak-balik pergi ke pemerintah dan para penguasa dunia lainnya kecuali karena hajat, darurat, atau maslahat agama yang lebih besar daripada mafsadatnya,  dengan disertai niat baik. Pada konteks seperti inilah pergaulan para ulama seperti Az-Zuhri, As-Syafi’I, dan lainnya dengan para penguasa bukan dalam konteks mereka mencari kepentingan duniawi. Demikian kata As-Samhudi”. (Is’ad Al-Rafiq ‘ala Sulam At-Taufiq, 2:129).



Penulis : Teguh Pradana

Perumus : Ust. M. Faisol S.Pd

Mushohih : Ust. Afif Dimyati S.Pd



Penyunting : Fairus Nazili 


DAFTAR PUSTAKA

An-Naqsyabandi, Muhammad Amin Al-Kurdi Al-Irbili As-Syafi’i, Tanwir Al-Qulub: Daar Al-Fikr, Beirut : tanpa tahun.

Al-Marwarrudzi, Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Husain bin Muhammad bin Ahmad, At-Ta'liqat Lil Qadhi Husain ‘Ala Mukhtashar Al-Muzani, Maktabah Musthofa Al-Nazar, Makkah, Arab saudi, tanpa tahun.

As-Syadzili, Hasan Bin Muhammad Al-Hilmi Al-Qadhi An-Naqsyabandi, Tanbih As-Salikin, Dar Ibn Hazm : tanpa tahun.

Al-Dausari, Abu Sulaiman Jasim Ibn Sulaiman Hamid Al-Fahid, Al-Roud Basam Bitartib wa Takhrij Fawaidi Tamam: Daar Al-Basair, Al-Islamiyah, Beirut, Lebanon, 1987.

Al-Syafi’i, Muhammad Bin Salim bin Sa’id Babashil, Is’ad Al-Rafiq ‘Ala Sulam Al-Taufiq, Tanpa Tahun

=====================================



======================================





=======================================



======================================



=======================================




Posting Komentar untuk "Apakah Ada Pandangan Agama Yang Mengizinkan Atau Membatasi Mursyid Yang Terlibat Dalam Kontestasi Politik Dan Menduduki Jabatan Politik?"