Bagaimana Bermakmumnya Seorang Yang
Buta Dan Tuli (Tidak Bisa Melihat Imam Dan Juga Tidak Mendengar Suara Imam) ?
Romi adalah salah satu orang tunanetra dan tunarungu sejak lahir, akan tetapi dia selalu berkeinginan mengikuti sholat berjama’ah di masjid depan rumahnya, sebagaimana deskripsi diatas, muncul dua permasalahan :
Pertanyaan:
Sebatas mana kewajiban sholat bagi orang yang tunanetra dan tunarungu?
Bagaimanakah hukum bermakmumnya Romi yang tidak bisa melihat gerakan imam dan tidak mendengar suara imam?
Jawaban:
Sebatas mana kewajiban sholat bagi orang yang tunanetra dan tunarungu?
Wajib Sholat,
Apabila kondisi (tunanetra dan tunarungu) itu terjadi setelah tamyiz (masa menjelang baligh) dan telah mengetahui tentang hukum sholat.
أَمَّا الطَّارِئُ فَإِنْ كَانَ قَبْلَ التَّمْيِيزِ فَكَالْأَصْلِيِّ وَإِنْ كَانَ بَعْدَ التَّمْيِيزِ وَلَوْ قَبْلَ الْبُلُوغِ وَعَرَفَ الْحُكْمَ تَعَلَّقَ بِهِ الْوُجُوبُ اهـ اج (حاشية البجيرمي على الخطيب: ج ٢، ص ٤٦)
“Apabila kondisi (buta tuli) itu terjadi setelah tamyiz (masa menjelang baligh) dan telah mengetahui tentang hukum sholat, maka yang bersangkutan terkena kewajiban”. Menukil dari pendapat Syekh Ahmad Baijury. (Hasyiah al-Bujairami ‘ala al-Khatib, 2 : 46).
Tidak Wajib Sholat
Apabila seseorang yang sejak lahir sudah mengalami tunanetra dan tunarungu, karena bukan termasuk mukallaf (terkena beban hukum).
وَمَنْ نَشَأَ بِشَاهِقِ جَبَلٍ وَلَمْ تَبْلُغْهُ دَعْوَةُ الْإِسْلَامِ غَيْرُ مُكَلَّفٍ بِشَيْءٍ وَكَذَا مَنْ خُلِقَ أَعْمَى أَصَمَّ فَإِنَّهُ غَيْرُ مُكَلَّفٍ بِشَيْءٍ إِذْ لَا طَرِيقَ لَهُ إِلَى الْعِلْمِ بِذَلِكَ وَلَوْ كَانَ نَاطِقًا لِأَنَّ النُّطْقَ بِمُجَرَّدِهِ لَا يَكُونُ طَرِيقًا لِمَعْرِفَةِ الْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ بِخِلَافِ مَنْ طَرَأَ عَلَيْهِ ذَلِكَ بَعْدَ الْمَعْرِفَةِ فَإِنَّهُ مُكَلَّفٌ.(نهاية الزين: ص ۱۱)
Maka bagi orang yang tidak tersentuh da'wah islam karena tidak terjangkau, seperti orang yang tinggal di puncak gunung misalnya, maka mereka tidak terkena beban hukum (mukallaf). Begitu juga orang yang dilahirkan dalam keadaan buta dan tuli, mereka tidak terkena beban hukum (mukallaf), dikarenakan tidak ada cara untuk menyampaikan da'wah kepadanya. Dengan demikian, walaupun dia bisa berbicara, karena berbicara itu sendiri bukanlah cara untuk mengetahui hukum syariah, berbeda dengan orang yang mendapatkan pengetahuan setelah mengetahui hal tersebut, maka dia akan dianggap mukallaf” (Nihayah al-Zain : 11).
Bagaimanakah hukum bermakmum Romi yang tidak bisa melihat gerakan imam dan tidak mendengar suara imam?
Tidak sah, Karena salah satu syarat sah bermakmumnya seseorang ialah dengan cara mengetahui gerakan-gerakan imam atau sebagian ma’mum lain, dan mendengar suaranya walaupun lewat penyeru suara (muballigh).
الشَّرْطُ الثَّانِي أَنْ يَعْلَمَ بِانْتِقَالَاتِ إِمَامِهِ بِرُؤْيَةٍ أَوْسَمَاعِ نَحْوِ صَوْتٍ وَلَوْ مِنْ مُبَلِّغٍ (المُقَدّمَة الحضرمية: ص ۱٢٤)
“Syarat kedua : Bahwa dia mengetahui gerakan Imamnya dengan melihat atau mendengar suara, walaupun lewat muballigh” (al-Muqaddimah al-Hadhramiyah : 124).
(وَيُشْتَرَطُ عِلْمُهُ) أَوْ ظَنُّهُ، وَلِنَحْوِ أَعْمَى اعْتِمَادُ حَرَكَةِ مَنْ بِجَانِبِهِ الثِّقَةِ (بِانْتِقَالَاتِ الْإِمَامِ بِأَنْ يَرَاهُ أَوْ بَعْضَ صَفٍ) أَوْ وَاحِدًا وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي صَفٍّ (أَوْ يَسْمَعَهُ أَوْ مُبَلِّغًا) ثِقَةً أَيْ عَدْلَ رِوَايَةٍ، نَعَمْ الْفَاسِقُ إِنْ وَقَعَ فِي قَلْبِهِ صِدْقَهُ جَازَ اعْتِمَادُهُ. وَلَوْ ذَهَبَ الْمُبَلِّغُ فِي أَثْنَاءِ الصَّلَاةِ لَزِمَهُ نِيَّةُ الْمُفَارَقَةِ مَا لَمْ يُرْجَ عَوْدُهُ قَبْلَ مُضِيِّ مَا يَسَعُ رُكْنَيْنِ فِي ظَنِّهِ (مختصر تحفة المحتاج: ج ۱، ص ٢٨۱)
“Disyaratkan untuk mengetahui atau prasangkanya, terhadap gerakan perpindahan imam dengan cara melihatnya langsung atau sebagian dari baris, atau satu orang meskipun tidak ada dalam baris, atau mendengarnya, atau lewat muballigh. Muballigh ialah orang yang dapat dipercaya dan apa yang disampaikan memiliki karakter adil. Benar, meskipun pelapor tersebut adalah fasiq, jika kebenaran ada dalam hatinya, maka kepercayaannya bisa diandalkan. Dan jika muballigh meninggalkan shalat, niat untuk berpisah harus dipegangnya, kecuali jika dia berharap untuk kembali sebelum berlalunya waktu yang memadai untuk dua rukun menurut keyakinannya” (Mukhtashar Tuhfah al-Muhtaj, 1 : 281).
Penulis : Ahmad Miftahus Sudury
Mushohih : Ust. M. Faidlus Syukri, S.Pd
Penyunting : Ibn Dahlan
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bujairomi, Sulaiman bin Muhammad bin ‘Umar, Hasyiah al-Bujairami ‘ala al-Khatib 5 jilid, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Lebanon : 1996.
Al-Jawi, Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin ‘Umar, Nihayah al-Zain fi Irsyadi al-Mubtadi’in, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Lebanon : 2002.
Al-Hadhromi, Abdulloh bin Abdurrahman Bafadh, Al-Muqaddimah al-Hadhramiyah, Dar al-Minhaj, Beirut, Lebanon : 2011
Sumith, Musthofa bin Hamid bin Hasan, Mukhtashar Tuhfah al-Muhtaj, Dar al-Kutub al-Yaminiah : 2008.
==============================
==============================
===============================
===============================
Posting Komentar untuk "Bagaimana Bermakmumnya Seorang Yang Buta Dan Tuli (Tidak Bisa Melihat Imam Dan Juga Tidak Mendengar Suara Imam) ?"