Menurut istilah fiqih gadai (rahn) yaitu menjadikan komoditas yang sah diperjualbelikan sebagai jaminan atas hutang.
Secara umum, gadai juga dikenal sebagai cara mendapatkan pinjaman dengan memberikan jaminan berupa harta benda, dan jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman, pemberi pinjaman memiliki hak untuk mengambil jaminan tersebut.
Saat ini sering kita jumpai kebiasaan dimana seseorang meminjam uang dengan menjaminkan (menggadaikan) sebidang tanah/kebun. Namun dalam kasus ini sawah/kebun tersebut dikelola oleh pemilik uang. Bagaimana pandangan Islam tentang hal tersebut?
Tidak Boleh
Tidak boleh jika penerima gadai (pemilik uang) mensyaratkan agar barang gadaian dapat dimanfaatkan olehnya, selama hutang belum terbayar. Karena hal tersebut merugikan penggadai dan membatalkan akad gadainya (tidak sah akadnya).
(وَ) لَا يَصِحُّ الرَّهْنُ بِشَرْطِ مَا يَضُرُّ الرَّاهِنَ وَيَنْفَعُ الْمُرْتَهِنُ كَ (شَرْطِ مَنْفَعَتِهِ) أَيْ الْمَرْهُونِ (لِمُرْتَهِنٍ) مِنْ غَيْرِ تَقْيِيْدٍ بِمُدَّةٍ فَيَبْطُلُ الشَّرْطُ وَكَذَا الرَّهْنُ عَلَى الْقَوْلِ الْأَظْهَرِ لِتَغْيِيْرِ قَضِيَّةِ الْعَقْدِ (نهاية الزين ص ٢٣٩)
”Tidak sah akad gadai bila disertai syarat yang merugikan penggadai dan menguntungkan penerima gadai. Semisal syarat manfaat barang gadaian menjadi milik penerima gadai tanpa ada batasan waktu, maka syarat tersebut batal. Begitu juga akad gadainya batal menurut qaul adhhar karena mengubah ketentuan akad.” (Nihayah al-Zain, 239).
Boleh
Boleh jika pemanfaatan barang gadai tersebut telah menjadi kebiasaan dimasyarakat. Menurut mayoritas ulama’ hal tersebut bukanlah pensyaratan pemakaian barang gadai. Hal ini dijelaskan dalam kitab Al-Asybah wan nazhair:
وَمِنْهَا: لَوْ عَمَّ فِي النَّاسِ اعْتِيَادُ إبَاحَةِ مَنَافِعِ الرَّهْنِ لِلْمُرْتَهِنِ فَهَلْ يُنَزَّلُ مَنْزِلَةَ شَرْطِهِ حَتَّى يَفْسُدَ الرَّهْنُ، قَالَ الْجُمْهُوْرُ: لَا، وَقَالَ الْقَفَّالُ: نَعَمْ (الأشباه والنظائر ص ٦٧)
“Di antara persoalan kaidah Al-'Adatul Muhakkamah adalah bila sudah umum di kalangan masyarakat kebiasaan kebolehan memanfaatkan barang gadaian oleh penerima gadai. Apakah kebiasaan tersebut sama dengan pensyaratan dalam akad, sehingga menyebabkan akad gadai tidak sah? Mayoritas ulama Syafi'iyah mengatakan tidak sama; sedangkan Imam Al-Qaffal mengatakan sama.” (Al-Asybah wa al-Nazha'ir, 67).
Penulis : Atiqotuz Zakiyyah
Perumus : Ust. Arief Rahman Hakim, M.Pd.
Mushohih : Gus Muhammada, M.Pd
Penyunting : M. irvan Masfani R
DAFTAR PUSTAKA
Abi Mu’thi Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi, Nihayah al-Zain, Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon: 2002
Jalaluddin Abdur Rohman bin Abu Bakar as-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazha'ir, Darul Ilmi, Surabaya: tanpa tahun.



Posting Komentar untuk "Hukum Mengelola Sawah/Kebun Gadaian "