Hukum Menjamak Shalat Bagi Perempuan Yang Sulit Bergerak Karena Hamil Tua
Berada di tahap kehamilan yang sudah tua atau mendekati saat persalinan seringkali membuat banyak perempuan merasa sangat lelah bahkan dibuat bergerak saja kesulitan sehingga untuk melakukan gerakan shalat terasa sangat berat.
Apakah sulit bergerak karena hamil tua bisa dijadikan alasan untuk diperbolehkan menjamak shalat?
Pada dasarnya masalah ini berkaitan dengan boleh tidaknya melakukan jamak atas dasar keberatan (masyaqqoh) yang dapat menyebabkan kelemahan (dho’f). Sama seperti orang yang sakit, kehamilan yang sudah tua atau mendekati persalinan dianggap sebagai salah satu bentuk kesulitan yang mengakibatkan ketidakberdayaan bagi perempuan yang sedang hamil tua. Jika dipaksakan untuk melaksanakan shalat dengan semua persyaratannya seperti dalam keadaan normal, hal ini dapat diartikan sebagai memberikan beban yang melebihi kemampuannya. Dengan demikian orang hamil tersebut berstatus sebagai orang yang sakit.
Tidak Boleh
Pendapat yang masyhur dalam madzhab imam Syafi’i tidak boleh menjamak shalat.
وَالْمَشْهُوْرُ فِي الْمَذْهَبِ عَدَمُ جَوَازِ الْجَمْعِ بِسَبَبِ الْوَحْلِ وَالرِّيْحِ وَالظُّلُمَةِ وَالْمَرَضِ لِحَدِيْثِ مَوَاقِيْتِ الصَّلَاةِ، وَلَايَجُوْزُ مُخَالَفَتُهُ إِلَّا بِنَصٍّ صَرِيْحٍ وَلِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ مَرَضَ أَمْرَاضًا كَثِيْرَةً، وَلَمْ يَنْقُلْ جَمْعَةٌ بِالْمَرْضِ صَرِيْحًا ( الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي : ج ۲، ص ٣٥٤-٣٥٥)
“Adapun pendapat yang mashur dalam mazhab Syafi'i adalah tidak memperbolehkan shalat jamak karena sebab lumpur, angin, suasana gelap, dan sakit berdasarkan hadits tentang waktu-waktu shalat dan tidak boleh melanggarnya kecuali adanya nash yang jelas memperbolehkannya. Sebab, Nabi saw. sering menderita sakit namun tidak pernah ada hadits yang menyebutkan beliau menjamak shalat karena sebab sakitnya secara jelas.” (Al-Fiqh al-Islami wa Adallatuhu li al-Zuhaili, 2:354)
Boleh
Menurut imam Maliki dan imam Hambali boleh melakukan jamak shalat karena sakit, dengan beberapa syarat.
Imam Maliki orang yang sakit boleh melakukan jamak shuury atau, yaitu seseorang melakukan shalat fardhu yang lebih awal pada akhir waktunya dan shalat fardhu kedua pada awal waktunya. Apabila takut pingsan, pusing atau demam maka di perbolehkan jamak taqdim
Menurut imam Hambali boleh melakukan jamak apabila sakit itu dapat menimbulkan kesulitan dan kelemahan jika tidak melakukan jamak, dan sakit itu lebih susah dari pada melakukan perjalanan.
وَأَمَّا المَرْضُ كَالمَبْطُوْنِ أَوْغَيْرِهِ فَيُجِيْزُ الجَمْعُ الصُّوْرِي: بِأَنْ يُصَلِّيَ الفَرْضَ المُتَقَدَّمَ فيِ آَخِرِ وَقْتِهِ الاِخْتِيَارِي، وَالفَرْضُ الثَانِي فِي أَوَّلِ وَقْتِهِ الاِخْتِيَارِي، وَفَائِدَتُهُ عَدَمُ الكَرَاهَةِ. أَمَّا الصَّحِيْحُ فَلَهُ الجَمْعُ الصُّوْرِي مَعَ الكَرَاهَةِ. وَمَنْ خَافَ إِغْمَاءً أَوْ دَوْخَةً أَوْ حِمًى عِنْدَ دُخُوْلِ وَقْتِ الصَّلَاةِ الثَّانِيَةِ (العَصْرِ أَوْ العِشَاءِ) فَلَهُ تَقْدِيْمُ الثَّانِيَةِ عِنْدَ الأُوْلَى، جَوَازًا عَلَى الرَّاجِحِ (الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي: ج ۲، ص ٣۵٢)
“Berikutnya, sakit, seperti sakit perut atau lainnya maka dibolehkan melakukan jamak shuury, yaitu seseorang melakukan shalat fardhu yang lebih awal pada akhir waktunya dan shalat fardhu kedua pada awal waktunya. Dan hal ini bagi orang sakit tidak dimakruhkan. Sedangkan bagi orang yang sehat hal ini dimakruhkan. Kemudian, seseorang yang takut bila ia pingsan, pusing, atau demam ketika masuk waktu shalat yang kedua ashar atau isya maka ia boleh memajukan shalat kedua itu pada waktu shalat pertama. Ini boleh menurut pendapat yang lebih kuat.” (Al-Fiqh al-Islami wa Adallatuhu li al-Zuhaili, 2:351)
الثَّانِيَةُ - المَرَضُ: الَّذِي يُؤَدِّي إِلَى مَشَقَّةٍ وَضَعْفٍ بِتَرْكِ الجَمْعِ، لِأَنَّ النَّبِي ﷺ «جَمَعَ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ» وَفِي رِوَايَةٍ «مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا سَفَرٍ» ، وَلَا عُذْرٍ بَعْدَ ذَلِكَ إِلَّا الَمرْضِ، وَاحْتَجَ أَحْمَدَ بِأَنَّ المَرْضَ أَشَدُّ مِنْ السَّفَرِ. وَالمَرِيْضُ مُخَيَّرٌ فِي التَّقْدِيْمِ وَالتَّأخِيْرِ كَالمُسَافِرِ، فَإِنْ اِسْتَوَى عِنْدَهُ الأَمْرَانِ فَالتَّأخِيْرُ أَوْلَى. ( الفقه الاسلامي وادلته للزحيلي: ج۲، ص ٣۵۷)
“Kedua, sakit yang dapat menimbulkan kesulitan dan kelemahan jika tidak melakukan jamak karena Nabi saw. sendiri pernah melakukan jamak dalam keadaan tidak takut ataupun hujan dalam riwayat lain dalam keadaan tidak takut ataupun bepergian. Tidak ada alasan lain setelah itu kecuali sakit. Ahmad berdalih bahwa sakit itu lebih susah dari melakukan perjalanan. Orang yang sakit bisa memilih antara memajukan atau mengakhirkan shalat jamak seperti halnya musafir. jika sama kondisinya maka mengakhirkan itu lebih utama.” (Al-Fiqh al-Islami wa Adallatuhu li al-Zuhaili, 2:357)
Penulis : Dewi Putri Setyowati
Perumus : Ust. Arief Rahman Hakim, M.Pd.
Mushohih : Gus Muhammada, M.Pd
Penyunting : M. Irvan Masfani R
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Wahbah al-Zuhaili (W. 1436 H), al-Fiqh al-Islami wa Adallatuh li al-Zuhaili, Dar al-Fikr, Damaskus, Suriah, cet. Kedua, 1985, sebanyak 8 jilid.

.png)

.png)
Posting Komentar untuk "Hukum Menjamak Shalat Bagi Perempuan Yang Sulit Bergerak Karena Hamil Tua"