Hukum Perjodohan Ketika Masih Bayi
Perjodohan anak yang masih kecil merupakan suatu proses praktik perencanaan menjalin suatu keluarga dengan kesepakatan dalam usaha mengatur atau menentukan pasangan hidup bagi anak-anak yang masih sangat muda bahkan bayi. Praktik ini sering didasarkan pada kebiasaan budaya, tradisi, atau keyakinan beberapa masyarakat.
Beberapa faktor yang menyebabkan perjodohan seperti ini dimasyarakat yakni faktor kebiasaan turun menurun, nasab dan persahabatan, kekhawatiran akan pergaulan negatif, khawatir tidak mendapatkan jodoh dan faktor kepemilikan. Dari gambaran diatas: Bagaimana hukum orang tua menjodohkan anak ketika anak masih bayi? Dan Bagaimana hukumnya jika anak tersebut sudah dewasa kemudian menolak perjodohan tersebut?
Bagaimana hukum orang tua menjodohkan anak ketika anak masih bayi?
Diperbolehkan karena perjodohan berstatus khitbah (lamaran) dalam pernikahan, bukan akad secara syari’at menurut imam Suyuthi.
وَالْخِطْبَةُ لَيْسَتْ بِعَقْدٍ شَرْعِيٍّ كَمَا اسْتَظْهَرَهُ السُّيُوطِيُّ، ( حاشية البجيرمي على الخطيب: ج ٣، ص ٤٠٧ )
“Pertunangan bukanlah akad (pernikahan) secara syariat sebagaimana yang disebutkan oleh As-Suyuthi.” (Hasyiyah al-Bujairami ’ala al-Khatib, 3:407).
Khitbah berhubungan dengan kesepakatan perjanjian antar keluarga dalam menentukan pasangan hidup untuk anaknya. Diperbolehkan menjodohkan dengan syarat wali mujbir (wali yang mempunyai hak paksa terhadap anak atau ayah) yang berhak menjodohkan anak tersebut dan berlaku pemilihan ketika ia telah mencapai baligh.
(وَيَجُوزُ) لِلْأَبِ أَنْ يُزَوِّجَ الصَّغِيرَ (مَنْ لَا تُكَافِئُهُ بِبَاقِي الْخِصَالِ) الْمُعْتَبَرَةِ فِي الْكَفَاءَةِ كَنَسَبٍ وَحِرْفَةٍ، لِأَنَّ الرَّجُلَ لَا يُعَيَّرُ بِافْتِرَاشِ مَنْ لَا تُكَافِئُهُ، نَعَمْ يَثْبُتُ الْخِيَارُ إذَا بَلَغَ كَمَا اقْتَضَاهُ كَلَامُ الشَّرْحِ وَالرَّوْضَةِ هُنَا (مغني المحتاج :ج ٤، ص ٢٧٧)
“Dan boleh bagi ayah untuk menikahkan anak yang belum mencapai baligh (dengan seseorang yang tidak sepadan dengan dia dalam keunggulan yang lain), yang dimaksud kafa'ah (sepadan) dalam hal keturunan dan keahlian, disini seorang lelaki tidak dicela karena menikahkan seseorang yang tidak sepadan dengannya. Ya, pemilihan tetap berlaku jika anak telah mencapai usia (baligh) seperti yang dianjurkan dalam penjelasan di sini.”(Mughni al-Muhtaj, 4:277)
Bagaimana hukumnya jika anak tersebut sudah dewasa kemudian menolak perjodohan tersebut?
Boleh menolak ketika ia telah mencapai usia (baligh) anak diperbolehkan memilih meneruskan atau memutus perjodohan (pernikahan) dengan alasan tidak sepadan atau tidak adanya kebahagiaan dalam pernikahan tersebut.
(وَيَجُوزُ) لِلْأَبِ أَنْ يُزَوِّجَ الصَّغِيرَ (مَنْ لَا تُكَافِئُهُ بِبَاقِي الْخِصَالِ) الْمُعْتَبَرَةِ فِي الْكَفَاءَةِ كَنَسَبٍ وَحِرْفَةٍ، لِأَنَّ الرَّجُلَ لَا يُعَيَّرُ بِافْتِرَاشِ مَنْ لَا تُكَافِئُهُ، نَعَمْ يَثْبُتُ الْخِيَارُ إذَا بَلَغَ كَمَا اقْتَضَاهُ كَلَامُ الشَّرْحِ وَالرَّوْضَةِ هُنَا، وَإِنْ نَازَعَ فِي ذَلِكَ الْأَذْرَعِيُّ فَقَدْ صَرَّحَا بِهِ أَوَّلَ الْخِيَارِ حَيْثُ قَالَا: وَلَوْ زُوِّجَ الصَّغِيرُ مَنْ لَا تُكَافِئُهُ وَصَحَّحْنَاهُ فَلَهُ الْخِيَارُ إذَا بَلَغَ. وَالثَّانِي: لَا يَصِحُّ ذَلِكَ؛ لِأَنَّهُ قَدْ لَا يَكُونُ فِيهِ غِبْطَةٌ. (مغني المحتاج: ج ٤، ص ٢٧٧)
“ boleh bagi ayah untuk menikahkan anak yang belum mencapai baligh (dengan seseorang yang tidak sepadan dengan dia dalam keunggulan yang lain), yang dimaksud kafa'ah (sepadan) dalam hal keturunan dan keahlian, disini seorang lelaki tidak dicela karena menikahkan seseorang yang tidak sepadan dengannya. Ya, pemilihan tetap berlaku jika anak telah mencapai usia (baligh) seperti yang dianjurkan dalam penjelasan di sini. Dan jika ada perselisihan (anak yang dinikahkan dengan seseorang yang tidak sepadan demi kemudahan dan tidak ada kepentingan bagi keduanya melainkan merugikan mereka), maka al-Adhro’i menyatakan dengan jelas di awal pilihan, ketika mereka berkata: jika anak yang belum baligh menikahi seseorang yang tidak sepadan dengannya dan kami mengesahkannya, maka ia memiliki (hak) pilihan saat ia mencapai baligh. Dan yang kedua: hal itu tidak benar, karena mungkin tidak akan ada kebahagiaan dalam pernikahan tersebut”. (Mughni al-Muhtaj, 4:277)
Penulis : Aba Billur Rohmah
Mushohih : Ust. M. Faidlus Syukri, S.Pd
Penyunting : Kang Fairuz Nazili
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bujairami, Sulaiman bin Muhammad bin ‘Umar, Hasyiyah al-Bujairami ‘ala al-Khatib, 5 jilid, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon : 1996.
Al-Syarbini, Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al-Khatib, Mughni al-Muhtaj Ila Ma’rifah Ma’ani Alfadz al-Minhaj, 6 jilid, Dar al-Kutub al-Ilmiah : 1994.
===========================================
============================================
Posting Komentar untuk "Hukum Perjodohan Ketika Masih Bayi"