Hukum Shalatnya Orang Laki-Laki Yang Sudah Mencapai Baligh Tapi Belum Melaksanakan Khitan

 


Hukum Shalatnya Orang Laki-Laki Yang Sudah Mencapai Baligh Tapi Belum Melaksanakan Khitan

Mayoritas masyarakat di Indonesia melaksanakan khitan ketika anak di jenjang sekolah dasar dan adakalanya juga ketika anak masih bayi. Namun ada sebagian masyarakat yang sudah baligh tapi belum sempat melaksanakan khitan, sedangkan hukum khitan adalah wajib dalam agama Islam.

Bagaimana hukum shalat orang laki-laki yang sudah mencapai baligh tapi belum melaksanakan khitan?

  1. TIDAK SAH

Karena qulfah adalah salah anggota dzohir, dan seluruh anggota yang dzohir wajib disucikan, maka apabila qulfah masih ada najis maka shalat tidak sah.

قَوْلُهُ: (وَمَا تَحْتَ الْقُلْفَةِ مِنْ الْأَقْلَفِ) لِأَنَّهَا مُسْتَحَقَّةُ الْإِزَالَةِ، وَلِهَذَا لَوْ أَزَالَهَا إنْسَانٌ لَمْ يَضْمَنْهَا فَمَا تَحْتَهَا كَالظَّاهِرِ لِوُجُوبِ إزَالَتِهَا شَرْحُ الرَّوْضِ، وَخَالَفَ فِي ذَلِكَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْقُلْفَةُ بِضَمِّ الْقَافِ وَإِسْكَانِ اللَّامِ وَبِفَتْحِهِمَا مَا يَقْطَعُهُ الْخَاتِنُ مِنْ ذَكَرِ الْغُلَامِ، وَيُقَالُ لَهَا: غُرْلَةٌ بِمُعْجَمَةٍ مَضْمُومَةٍ وَرَاءٍ سَاكِنَةٍ شَرْحُ الرَّوْضِ، وَمَحَلُّ وُجُوبِ غَسْلِ مَا تَحْتَ الْقُلْفَةِ إنْ تَيَسَّرَ لَهُ ذَلِكَ، وَإِلَّا وَجَبَ إزَالَتُهَا ، وَإِنْ تَعَذَّرَ ذَلِكَ صَلَّى كَفَاقِدِ الطَّهُورَيْنِ (حاشية البجيرمي على الخطيب: ج ١، ص ٢٤١ ) 

“Ucapan beliau: (Dan apa yang berada dibawah qulfah dari qulfah (yang belum disunat) itu), karena bagian bawah qulfah tersebut adalah yang harus dihilangkan, dan karena jika seseorang menghilangkannya, dia tidak menjamin bagian itu, maka apa yang ada dibawahnya seperti anggota dzohir (tampak), harus dihilangkan. Ini dijelaskan dalam Raudhotut Tholibin. Pendapat yang berbeda dalam hal ini adalah pendapat hanafiyyah tentang qulfah dengan memasukkan dhammah pada huruf qaf dan sukun pada lam dan dengan difathah keduanya sebagaimana bagian dzakar anak kecil yang dipotong oleh orang yang mengkhitan, dan diucapkan: ghurlah dengan memberikan tanda jamak dan memasukkan dhammah dan sukun pada ro’. Hal ini dijelaskan dalam Raudhotut Tholibin.Tempat diwajibkannya basuhan ialah apa yang ada dibawah qulfah itu jika memungkinkan untuk melakukannya, jika tidak maka wajib menghilangkannya. Apabila tidak memungkinkan untuk menghilangkannya maka sholatnya seperti halnya orang yang tidak menemukan dua alat sesuci (air dan debu).” (Hasyiyah al-Bujairami ‘ala al-Khatib, 1:241) 


  1. SAH

Apabila khitan tersebut dapat menyebabkan resiko bagi kesehatannya maka tidak boleh melakukan khitan dan tetap sah shalatnya karena tidak ada kewajiban dalam hal yang dapat menyebabkan kerusakan.

قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّهُ لَا يَجِبُ الْخِتَانُ حَتَّى يَبْلُغَ فَإِذَا بَلَغَ وَجَبَ عَلَى الْفَوْرِ قَالَ صَاحِبُ الْحَاوِي وَإِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَغَيْرُهُمَا فَإِنْ كَانَ الرَّجُلُ ضَعِيفَ الْخِلْقَةِ بِحَيْثُ لَوْ خُتِنَ خِيفَ عَلَيْهِ لَمْ يَجُزْ أَنْ يَخْتَنَ بَلْ يَنْتَظِرَ حَتَّى يَصِيْرَ بِحَيْثُ يَغْلِبُ عَلَى الظَّنِّ سَلَامَتَهُ قَالَ صَاحِبُ الْحَاوِي لِأَنَّهُ لَا تَعَبُّدَ فِيمَا يُفْضِي إلَى التَّلَفِ ( المجموع شرح المهذب: ج ١، ص ٣٠٤ )

“Kami telah menyebutkan bahwa khitan tidak wajib dilakukan sebelum seseorang mencapai baligh. Ketika telah mencapai baligh maka wajib segera (khitan dilakukan). Sahib al-Hawi dan Imam al-Haramain dan yang lainnya berkata: jika seorang laki-laki memiliki kelemahan fisik, dimana jika ia dikhitan akan membahayakan dirinya, maka tidak boleh baginya untuk dikhitan. Sebaiknya ia menunggu sampai ia mencapai keadaan yang diyakininya keamanannya. Sahib al-Hawi mengatakan: karena tidak ada ibadah dalam hal yang dapat menyebabkan kerusakan.” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 1:304 )

Solusi :

Membersihkan qulfah itu wajib dilakukan karena najis yang tampak. Jika membersihkan qulfah itu mudah hingga bisa dihilangkan najisnya maka boleh tidak melakukan khitan, apabila tidak maka wajib melakukan khitan.

وَإِنَّمَا وَجَبَ غَسْلُهُ لِأَنَّهُ ظَاهِرٌ حُكْمًا وَإِنْ لَمْ يَظْهَرْ حِسًّا، لِأَنَّهَا مُسْتَحَقَّةُ الْإِزَالَةِ. وَلِهَذَا لَوْ أَزَالَهَا إِنْسَانٌ لَمْ يَضْمَنْهَا.وَمَحَلُّ وُجُوبِ غَسْلِ مَا تَحْتَهَا وَ إِنْ تَيَسَّرَ ذَلِكَ بِأَنْ أَمْكَنَ فَسْخُهَا، وَإِلَّا وَجَبَتْ إِزَالَتُهَا. فَإِنْ تَعَذَّرَتْ صَلَّى كَفَاقِدِ الطَّهُورَيْنِ. (إعانة الطالبين: ج ١، ص ١٣٠)

“Kewajiban membersihkan qulfah itu dilakukan karena najis tersebut tampak secara hukum, meskipun tidak terlihat secara kasat mata, karena itu merupakan sesuatu yang wajib dihilangkan. Oleh karena itu, jika seseorang menghilangkannya, itu tidak menjamin kebersihannya. Batasan wajibnya membasuh sesuatu yang ada dibawah qulfah adalah jika membersihkannya itu mudah sekiranya bisa dihilangkan najisnya. Apabila tidak maka wajib memotong qulfah tersebut. Apabila dia udzur maka dia shalat seperti shalatnya orang yang tidak menemukan dua alat sesuci (air dan debu).” (I’anah al-Thalibin, 1:130)


Penulis : Aba Billur Rohmah

Mushohih : Ust. M. Faidlus Syukri, S.Pd



Penyunting : Muhammad Salman Alfarizi


DAFTAR PUSTAKA

Al-Bujairami, Sulaiman bin Muhammad bin ‘Umar, Hasiyah al-Bujairami ‘ala al-Khatib 5 jilid, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon : 1996.

Al-Nawawi, Abu Zakariya Muhyiddin bin Syarif, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 9 jilid, Dar al-Muniriyyah, Kairo:1925.

Al-Dimyathi, Abu Bakar bin Muhammad Syatho. Hasiyah I’anah at-Thalibin sebanyak 4 jilid. Jakarta: Dar Ihya’ al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Lebanon : 1995.

====================================

========================================

=======================================

Posting Komentar untuk "Hukum Shalatnya Orang Laki-Laki Yang Sudah Mencapai Baligh Tapi Belum Melaksanakan Khitan"