Hukum Pernikahan Sesama Anak Temu (Anak Gawan)

Hukum Pernikahan Sesama Anak Temu (Anak Gawan)

Pada dasarnya salah satu cara untuk menghindari perzinahan adalah dengan menikah. Ada sebuah kasus, di sebuah daerah ada seorang duda yang memiliki anak laki-laki dan seorang janda yang juga memiliki anak perempuan. Seorang duda dan janda tersebut menikah. Selang beberapa bulan,  anak mereka juga melangsungkan pernikahan.

Bagaimana hukum pernikahan sesama anak tersebut sementara hubungan mereka adalah saudara temu?

Boleh karena tidak ada hubungan sebab nasab, sepersusuan, mushoharoh ataupun robibah. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anah at-Tholibin syarah Fath al-Mu’in: 

(قَوْلُهُ: وَلَا تَحْرُمُ بِنْتُ زَوْجِ الْأُمِّ) أَيْ عَلَى ابْنِ الزَّوْجَةِ، وَهَذَا يُعْلَمُ مِنْ قَوْلِهِ وَكَذَا فَصْلُهَا، أَيِ الزَّوْجَةُ. وَمِثْلُهَا أُمُّ الزَّوْجِ فَلَا تَحْرُمُ عَلَى ابْنِ زَوْجَتِهِ. (قَوْلُهُ: وَلَا أُمُّ زَوْجَةِ الْأَبِ) أَيْ وَلَا تَحْرُمُ أُمُّ زَوْجَةِ أَبِيهِ عَلَيْهِ، وَهَذَا يُعْلَمُ مِنْ قَوْلِهِ تَحْرُمُ زَوْجَةُ أَصْلٍ، وَمِثْلُهَا بِنْتُ زَوْجَةِ أَبِيهِ فَلَا تَحْرُمُ عَلَيْهِ. (وَقَوْلُهُ: وَالِابْنُ مَعْطُوفٌ عَلَى الْأَبِ) أَيْ وَلَا يَحْرُمُ أُمُّ زَوْجَةِ ابْنِهِ، وَمِثْلُهَا بِنْتُ زَوْجَةِ ابْنِهِ. وَهَذَا يُعْلَمُ مِنْ قَوْلِهِ وَزَوْجَةُ فَصْلٍ. (اِعَانَةُ الطَّالِبِيْن عَلَى حِل اَلفَاظِ فَتْحُ الْمُعِيْن : ج ۳، ص ٤٩٢)

“(Dan tidaklah haram (dinikahi) putri dari suami ibu) Yaitu: (Tidak haram dinikahi) oleh putra dari istri (suami ibu tersebut, yakni saudara tiri se-ibu). Hal ini dipahami dari perkataannya (kaidah umum): "Dan demikian pula keturunannya (faṣl-nya)," yang dimaksud adalah (keturunan) istri. Dan yang serupa dengannya (hukumnya tidak haram dinikahi) adalah ibu dari suami (ibu mertua), maka ia tidak haram bagi putra istrinya (anak tiri si suami). (Dan tidak pula ibu dari istri ayah) Yaitu: Dan tidak haram (dinikahi) ibu dari istri ayahnya (ibu mertua dari ibu tiri) baginya (si anak). Hal ini dipahami dari perkataannya (kaidah umum): "Haram (dinikahi) istri dari aṣl (keturunan ke atas/ayah)," dan yang serupa dengannya (yang tidak haram) adalah putri dari istri ayahnya (saudara tiri se-ayah), maka ia tidak haram baginya. ('Al-Ibn' (putra/anak) di-ma‘ṭūf-kan (digandengkan) pada 'Al-Ab' (ayah) Yaitu: Dan tidak haram (dinikahi) ibu dari istri putranya (besan), dan yang serupa dengannya (yang tidak haram) adalah putri dari istri putranya (anak tiri menantu). Hal ini dipahami dari perkataannya (kaidah umum): "dan istri dari faṣl (keturunan ke bawah/putra)."  (I’anah at-Tholibin syarah Fath al- Mu’in,  3 : 492)

Penulis : Dini Oktasari

Perumus : Ust. Alfandi jaelani, S.T

Mushohih : Ust. H. Afif Dimyati, S.Pd




Penyunting : Ahmad Muzammilul Hannan


DAFTAR PUSTAKA

Al- Dimyathi, Abu Bakar Bin Muhammad Syatha. Hasiyah I’anah at-Thalibin sebanyak 4 jilid. Jakarta : Dar al-Ihya’ al Kutub al- ‘Arabiyah.

==================


Posting Komentar untuk "Hukum Pernikahan Sesama Anak Temu (Anak Gawan)"