Haji merupakan rukun islam kelima yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mampu. Dalam kitab Fath al-Qarib rukun haji adalah ihram, wukuf di Arafah, tawaf, sai dan tahalul, yang mana semua rukun haji tersebut harus dilaksanakan. Lantas bagaimana hukum seseorang yang tidak dapat melaksanakan wukuf dikarenakan hilang atau tersesat ?
Hajinya tidak sah, karena wukuf adalah salah satu rukun haji yang menentukan sah/tidaknya haji. Sehingga orang yang tidak dapat melaksanakan wukuf di Arafah karena hilang/tersesat, maka hajinya tidak sah.
(وَمَنْ) أَيْ: وَالحَاجُّ الَّذِي (فَاتَهُ الوُقُوفُ بِعَرَفَةَ) بِعُذْرٍ وَغَيْرِهِ (تَحَلَّلَ) حَتْمًا (بِعَمَلِ عُمْرَةٍ)، فَيَأْتِي بِطَوَافٍ وَسَعْيٍ إِنْ لَمْ يَكُنْ سَعَى بَعْدَ طَوَافِ القُدُومِ، (وَعَلَيْهِ) أَيْ: الَّذِي فَاتَهُ الوُقُوفُ (القَضَاءُ) فَوْرًا، فَرْضًا كَانَ نُسُكُهُ أَوْ نَفْلًا. وَإِنَّمَا يَجِبُ القَضَاءُ فِي فَوَاتٍ لَمْ يَنْشَأْ عَنْ حَصْرٍ؛ فَإِنْ أُحْصِرَ شَخْصٌ وَكَانَ لَهُ طَرِيقٌ غَيْرُ الَّتِي وَقَعَ الحَصْرُ فِيهَا لَزِمَهُ سُلُوكُهَا وَإِنْ عَلِمَ الفَوَاتَ. فَإِنْ مَاتَ لَمْ يُقْضَ عَنْهُ فِي الأَصَحِّ. (وَ) عَلَيْهِ مَعَ القَضَاءِ (الهَدْيُ). وَيُوجَدُ فِي بَعْضِ النُّسَخِ زِيَادَةٌ، هِيَ: (وَمَنْ تَرَكَ رُكْنًا) مِمَّا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ الحَجُّ (لَمْ يَحِلَّ مِنْ إِحْرَامِهِ حَتَّى يَأْتِيَ بِهِ) وَلَا يُجْبَرُ ذَلِكَ الرُّكْنُ بِدَمٍ؛ (وَمَنْ تَرَكَ وَاجِبًا) مِنْ وَاجِبَاتِ الحَجِّ (لَزِمَهُ الدَّمُ) وَسَيَأْتِي بَيَانُ الدَّمِ. (وَمَنْ تَرَكَ سُنَّةً) مِنْ سُنَنِ الحَجِّ (لَمْ يَلْزَمْهُ بِتَرْكِهَا شَيْءٌ). وَظَهَرَ مِنْ كَلَامِ المَتْنِ الفَرْقُ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالوَاجِبِ وَالسُّنَّةِ.(فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب: ص١٥٦-١٥٧)
(Dan barangsiapa) maksudnya: Haji yang ketinggalan wuquf di Arafah, baik karena udzur (alasan yang dibenarkan) maupun tanpa udzur, wajib bertahallul (melepaskan diri dari ihram) dengan melakukan umrah. Maka ia melakukan tawaf dan sa'i, jika ia belum melakukan sa'i setelah tawaf qudum (tawaf kedatangan). Dan ia wajib—yaitu orang yang ketinggalan wuquf—mengqadha (mengganti haji tersebut) segera, baik ibadah hajinya itu fardhu (wajib) maupun nafl (sunnah). Qadha hanya wajib dalam kasus ketinggalan (fawat) yang tidak disebabkan oleh hashr (terhalang); karena jika seseorang terhalang dan ia memiliki jalan lain selain jalan yang terhalang itu, ia wajib menempuhnya, meskipun ia tahu bahwa ia akan ketinggalan. Jika ia meninggal, menurut pendapat yang paling sahih, haji tidak perlu diqadha (digantikan) atas namanya. Dan ia wajib membayar hadyu (sembelihan denda) di samping kewajiban qadha. Dan di sebagian naskah terdapat tambahan, yaitu: (Dan barangsiapa meninggalkan rukun) dari rukun-rukun yang menjadi penentu sahnya haji, maka ia tidak boleh tahallul dari ihramnya sampai ia melaksanakannya, dan rukun tersebut tidak bisa diganti dengan dam (denda sembelihan); (Dan barangsiapa meninggalkan wajib) dari wajib-wajib haji, ia wajib membayar dam. Penjelasan tentang dam akan datang kemudian. (Dan barangsiapa meninggalkan sunnah) dari sunnah-sunnah haji, ia tidak diwajibkan membayar apa pun dengan meninggalkannya. Dan dari perkataan matan (teks utama) ini, tampaklah perbedaan antara rukun, wajib, dan sunnah. (Fathu al-Qorib al-Mujib Fi Syarh Alfadz al-Taqrib: 156-157).
Catatan :
Apabila seseorang terhalang atau tidak dapat hadir dan melaksanakan wukuf di Arafah baik itu karena sakit, kehilangan harta, atau tersesat dalam perjalanannya maka ia harus bertahalul dengan niat umroh dan menyembelih hewan kurban.
Penulis : Daimatul Mahmudah
Perumus : Ust. Alfandi Jaelani, S.T
Mushohih : Ust. Durrotun Naskhin, M.Pd
Penyunting : M. Irvan Masfani R
DAFTAR PUSTAKA
Ibn Qosim al-Ghozi, Fathu al-Qorib al-Mujib Fi Syarh Alfadz al-Taqrib, Dar Ibn Hazm, Beirut, Lebanon. Cet. Pertama, 2005.
==================



Posting Komentar untuk "Hukum Tidak Melaksanakan Wukuf Karena Hilang/Tersesat"