Pada suatu hari, kang Ahmad menemukan ayam betina petelor
piaraannya banyak yang mati. Karena mengira masih terdapat telur di dalam perut
ayam tersebut terlebih dahulu kang Ahmad membedahnya untuk mengambil telur
tersebut, dan ternyata memang masih terdapat telur di dalam perut ayam-ayamnya
yang telah mati. Akhirnya kang Ahmad mengambil telur-telur tersebut.
Dari permasalahan tersebut, bagaimanakah hukum mengkon-sumsi telur
yang berasal dari ayam atau hewan lainnya yang sudah mati?
Hukum mengkonsumsi telur yang berasal dari hewan yang mati adalah
boleh, apabila sudah keras kulitnya sekalipun sudah berubah menjadi
darah. Sebagaimana keterangan berikut ini:
وَاْلبَيْضُ اَلْمَأْخُوْذُ مِنْ
حَيَوَانٍ طَاهِرٍ وَلَوْ مِنْ غَيْرِ مَأْكُوْلٍ طَاهِرٌ، وَكَذَا الْمَأْخُوْذُ
مِنْ مَيِّتَةٍ إِنْ تَصَلَّبَ وَبَزَرَ الْقُزُّ وَهُوَ الْبَيْضُ الَّذِيْ
يَخْرُجُ مِنْهُ دُوْدُ الْقُزِّ، وَلَوِ اسْتَحَالَتْ اَلْبَيْضَةُ دَمًا فَهِيَ
طَاهِرَةٌ عَلَى مَا صَحَّحَهُ النَّوَوِيُّ فِي تَنْقِيْحِهِ هُناَ، وَصَحَّحَ
فِي شُرُوْطِ الصَّلاَةِ مِنْهُ أَنَّهَا نَجْسَةٌ، وَاْلأَوْجَهُ حَمْلُ هَذَا
عَلَى مَا إِذَا لَمْ تَسْتَحِلَّ حَيَوَاناً وَاْلأَوَّلُُ عَلَى خِلاَفِهِ
(الإقناع في حال ألفاظ أبي سجاع، ج 1 ص 76)
Telur yang diambil dari hewan yang suci walaupun dari hewan yang
tidak bisa dimakan adalah suci, begitu juga telur yang diambil dari hewan yang
sudah mati dengan syarat telurnya keras, dan telur yang keluar dari ulat sutra.
Apabila telur sudah menjadi darah maka tetap suci menurut imam Nawawi dalam
kitab Tankih. Dan imam Nawawi membenarkan dalam syarat shalat bahwa telur yang
menjadi darah itu najis, dan hukum ini diarahkan ketika telur tersebut tidak
bisa lagi menjadi hewan/telah rusak. (al-Iqna’ fii Hilli Alfadz Abi Suja’, juz
1, hal. 76)
0 Response to "Hukum Mengkonsumsi Telur yang Berasal dari Perut Hewan yang Sudah Mati (Bangkai)"
Posting Komentar