Hukum Nyekar

     Nyekar adalah suatu ritual keagamaan yaitu berziarah ke makam atau ke kubur dari salah satu keluarga, kerabat, sanak famili atau para tokoh seperti makam para auliya’ullah, makam kyai atau makam para alim ulama’ dengan menaburkan bunga-bunga yang segar dan wangi di atas makam atau kuburannya.
     Budaya nyekar ini tidaklah bertentangan dengan hukum Islam, akan tetapi sangat dianjurkan dan hukumnya adalah sunnah, karena bunga yang ditaburkan di atas makam tersebut akan memintakan ampunan dosa-dosa si mayit kepada Tuhannya yang ahirnya dapat meringankan siksa Tuhan terhadap si mayit sampai bunga itu layu. Perintah nyekar ini di jelaskan dalam kitab Kasyfu as-Subuhat halaman 131.
(فرع) يُسَنُّ وَضْعُ جَرِيْدَةٍ خَضْرَاءَ عَلَى اْلقَبْرِ لِلْاِتِّبَاعِ وَسَنَدُهُ صَحِيْحٌ وَلِاَنّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيْحِهِ إِذْ هُوَ أَكْمَلُ مِنْ تَسْبِيْحِ اْليَابِسَةِ لِمَا فِىْ تِلْكَ مِنْ نَوْعِ حَياَةٍ وَقِيْسَ بِهَا مَا اعْتِيْدَ مِنْ طَرْحِ الرَّيْحَانِ وَنَحْوِهِ وَيَحْرُمُ أَخْذُ ذَلِكَ كَمَا بَحَثَ لِمَا فِيْهِ مِنْ تَفْوِيْتِ حَقَّ اْلمَيِّتِ وَظَاهِرُهُ أَنَّهُ لاَ حُرْمَةَ فِى أَخْذِ ياَبِسٍ أُعْرِضَ عَنْهُ لِفَوَاتِ حَقِّ اْلمَيِّتِ بِسَبَبِهِ (كشف الشبهات ص 131)
Disunnahkan meletakkan pelepah daun yang masih hijau di atas kubur atau makam karena mengikuti sunnah Nabi (hadits ini sanadnya shahih). Pelepah seperti itu dapat meringankan beban (dosa/siksaan) si mayit berkat bacaan tasbihnya. Untuk memperoleh tasbih yang sempurna, sebaiknya dipilih daun yang masih basah atau segar. Analog dengan meletakkan pelepah tadi ialah menaburkan bunga atau sejenisnya. Pelepah atau bunga yang masih segar tadi haram diambil karena menjadi hak si mayit, akan tetapi kalau sudah kering hukumnya boleh lantaran bukan hak si mayit lagi (sebab pelepah, bunga atau sejenisnya sudah tidak bisa bertasbih). (Kasyfu al-Syubuhat, hal. 131)
     Dan dalam Sahih Bukhari juga dijelaskan sebagai berikut;
عَنْ طَاوُوْسٍ عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذِّباَنِ فَقاَلَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذِّباَنِ وَماَ يُعَذِّباَنِ فِيْ كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِ وَأَمَّا اْلآخَرُ فَكَانَ يَمْشِيْ باِلنَّمِيْمَةِ . ثُمَّ أَخُذِ جَرِيْدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا بِنَصْفَيْنِ، ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً، فَقَالُوْا: ياَ رَسُوْلَ اللهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا ؟ فقاَلَ: لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبِسَا (صحيح البخارى ج 1 ص 65)
Dari Thawus, dari Ibnu Abbas, ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat “Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing sedang yang lainnya lagi karena sering mengadu domba”. Kemudian Rasulullah menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul?. Rasulullah menjawab: Semoga Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering. (Sahih al-Bukhari, juz 1 hal. 65)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hukum Nyekar"

Posting Komentar