Sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat apabila mengiringi
jenazah menuju ke pemakaman, dengan diiringi bacaan kalimat tahlil (Laa
Ilaha Illallah). Bagaimanakah hukum membaca kalimat tersebut?
Tradisi seperti itu sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, dan
amalan tersebut tidak dilarang oleh agama, sebab selain mengandung nilai-nilai
kebaikan dengan berdzikir kepada Allah Swt. Perbuatan itu tentu jauh lebih baik
dari pada berbicara masalah duniawi dalam suasana berkabung, sebagaimana
dijelaskan oleh syekh Muhammad Bin A’lan al-Siddiqi dalam kitabnya al-Futuhat
ar-Rabbaniyah:
وَقَدْ جَرَتْ اَلْعَادَةُ فِىْ
بَلَدِناَ زَبِيْدٍ بِالْجَهْرِ باِلذِّكْرِ أَماَمَ الْجَناَزَةِ بِمَحْضَرٍ مِنَ
اْلعُلَمَاءِ وَاْلفُقَهَاءِ وَالصُّلَحَاءِ وَقَدْ عَمَّتْ اَلْبَلْوَى بِمَا
شَاهِدْناَهُ مِنْ اِشْتِغَالٍ غاَلِبٍ الْمُشَيِّعِيْنَ بِالْحَدِيْثِ
اَلدُّنْيَوِيِّ وَرُبَّمَا أَدَاهُمْ ذَلِكَ إِلَى الْغِيْبَةِ أَوْ غَيْرِهَا
مِنَ اْلكَلاَمِ اَلْمُحَرَّمَةِ فَالَّذِيْ اِخْتَارَهُ إِنَّ شُغْلَ
إِسْمَاعِهِمْ بِالذِّكْرِ اَلْمُؤَدِّيْ إِلَى تَرْكِ اْلكَلاَمِ وَتَقْلِيْلِهِ
أَوْلَى مِنِ اسْتِرْسَالِهِمْ فِى اْلكَلاَمِ الدُّنْيَوِيِّ اِرْتِكَاباً
بِأَخَّفِ الْمَفْسَدَتَيْنِ. كَماَ هُوَ الْقَاعِدَةُ الشَّرْعِيَّةُ وَسَوَاءٌ
اَلذِّكْرُ وَالتَّهْلِيْلُ وَغَيْرُهَا مِنْ أَنْوَاعِ الذِّكْرِ وَاللهُ
أَعْلَمُ (الفتوحات الربانية على اذكر النواوية، ج 4 ص 183)
Telah menjadi tradisi di daerah kami Zabith untuk mengeraskan
dzikir di hadapan jenazah (ketika mengantar ke kuburan). Dan itu dilakukan di hadapan
para ulama’, ahli fiqih dan orang-orang saleh. Dan sudah menjadi kebiasaan
buruk yang telah kita ketahui, bahwa ketika mengantarkan jenazah, orang-orang
sibuk dengan perbincangan masalah-masalah duniawi, dan tidak jarang
perbincangan itu menjerumuskan mereka ke dalam ghibah atau perkataan lain yang
diharamkan. Adapun hal yang terbaik adalah mendengarkan dzikir yang menyebabkan
mereka tidak berbicara atau meminimalisir pembicaraan adalah lebih utama dari
pada membiarkan mereka bebas membicarakan masalah-masalah duniawi. Ini sesuai
dengan prinsip memilih yang lebih kecil mafsadahnya, yang merupakan salah satu
kaidah syar’iyah. Tidak ada bedanya apakah yang dibaca itu dzikir, tahlil
ataupun yang lainnya, wa-Allahu a’lam. (al-Futuhat al-Rabbaniyah ‘ala Adzkari
al-Nabawiyah, juz 4, hal. 183)
Dan lebih jelas lagi diterangkan dalam kitab Tanwirul Qulub, bahwa
disunnahkan melantunkan ayat-ayat al-Qur’an, membaca dzikir atau membaca
shalawat kepada nabi Muhammad Saw., dan dilarang gaduh atau berbincang-bincang
tentang perkara yang tidak berguna:
وَيُسَنُّ الْمَشْيُ أَمَامَهَا
وَقُرْبَهَا وَاْلإِسْرَاعُ بِهَا وَالتَّفَكُّرُ فِى الْمَوْتِ وَماَبَعْدَهُ.
وَكُرِهَ اللُّغَطُ وَالْحَدِيْثُ فِيْ أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَرَفْعِ الصَّوْتِ
إِلاَّ بِالْقُرْأَنِ وَالذِّكْرِ وَالصَّلاَتِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلاَ بَأْسَ بِهِ اْلآنَ لِأَنَّهُ شِعَارٌ لِلْمَيِّتِ
(تنوير القلوب، ص 213)
Para pengantar jenazah yang berjalan kaki disunnahkan berjalan di
depan keranda atau di dekatnya sambil berjalan cepat dan berfikir tentang dan
sesudah mati. Tetapi tidak disunnahkan bagi para pengantar jenazah untuk gaduh,
bercakap-cakap urusan dunia, apalagi dengan suara keras, kecuali melantunkan
ayat-ayat al-Qur’an, membaca dzikir, atau shalawat kepada nbi karena hal ini
menambah syi’ar bagi si mayit. (Tanwir al-Qulub, hal. 213)
0 Response to "Mengantar Jenazah Sambil Mengucap Lafadz Laa Ilaha Illallah"
Posting Komentar