Perbedaan Pendapat Para Ulama’ Tentang Hukum Selametan 1-7 Hari, 40 Hari, 100 Hari dan Haul bagi Orang yang Telah Meninggal

     Mengenai hukum haul dan selametan, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama’, tetapi mayoritas ulama’ dari empat madzhab berpendapat bahwa pahala ibadah atau amal shaleh (seperti: selametan) yang dilakukan oleh orang yang masih hidup bisa sampai kepada orang yang sudah meninggal. Namun di sini akan kami paparkan seputar khilaf para ulama’ mengenai hal ini baik yang memperboleh-kan maupun yang tidak memperbolehkannya. Adapun berbagai pendapat ulama’ madzhab beserta dalil-dalilnya adalah seperti di bawah ini;

A.   Pendapat yang memperbolehkan

1.  Menurut Ibnu Taimiyah   
     Syaikhul Islam Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibn Abdul Halim (yang lebih populer dengan julukan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) dalam kitab Majmu’ al-Fatawa, juz 24, halaman 314-315, menjelaskan sebagai berikut ini:
اَمَّا الصَّدَقَةُ عَنِ الْمَيِّتِ فَاِنَّهُ يَنْتَفِعُ بِهَا بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِيْنَ. وَقَدْ وَرَدَتْ بِذَلِكَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَحَا دِيْثُ صَحِيْحَةٌ مِثْلُ قَوْلِ سَعْدٍ يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِّيْ اُفْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَاَرَاهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ يَنْفَعُهَا أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهَا؟ فَقَالَ: نَعَمْ، وَكَذَلِكَ يَنْفَعُهُ الْحَجُّ عَنْهُ وَاْلاُضْحِيَةُ عَنْهُ وَالْعِتْقُ عَنْهُ وَالدُّعَاءُ وَاْلاِسْتِغْفَارُ لَهُ بِلاَ نِزاَعٍ بَيْنَ اْلأَئِمَّةِ
Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’at “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam.
     Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan al-Qur’an kepada mayit dalam kitab Fatawa, juz 24 halaman 322 sebagai berikut ini:
فَاِذَا أُهْدِيَ لِمَيِّتٍ ثَوَابُ صِياَمٍ أَوْ صَلاَةٍ أَوْ قِرَاءَةٍ جَازَ ذَلِكَ
Jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (al-Qur’an/kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan.

2.  Menurut Imam Nawawi
     Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, juz 5 hal. 258 menegaskan;
يُسْتَحَبُّ أَنْ يَمْكُثَ عَلىَ اْلقَبْرِ بَعْدَ الدُّفْنِ سَاعَةً يَدْعُوْ لِلْمَيِّتِ وَيَسْتَغْفِرُ لَهُ. نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِىُّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ اْلأَصْحَابُ قَالوُا: يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَأَ عِنْدَهُ شَيْئٌ مِنَ اْلقُرْأَنِ وَإِنْ خَتَمُوْا اْلقُرْأَنَ كَانَ أَفْضَلُ (المجموع، ج 5 ص 258)
Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendo’akan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai menghatamkan al-Qur’an.
     Imam Nawawi juga memberikan penjelasan lain, sebagai-mana berikut:
وَيُسْتَحَبُّ لِلزَّائِرِ أَنْ يُسَلِّمَ عَلىَ اْلمَقَابِرِ وَيَدْعُوْ لِمَنْ يَزُوْرُهُ وَلِجَمِيْعِ أَهْلِ اْلمَقْبَرَةِ. وَاْلأَفْضَلُ أَنْ يَكُوْنَ السَّلاَمُ وَالدُّعَاءُ بِمَا ثَبَتَ مِنَ اْلحَدِيْثِ وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَأَ مِنَ اْلقُرْأنِ مَا تَيَسَّرَ وَيَدْعُوْ لَهُمْ عَقِبَهَا وَنَصَّ عَلَيْهِ الشَّاِفعِىُّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ اْلأَصْحَابُ (المجموع، ج 5 ص 258)
Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya.

3.  Menurut Imam Ibnu Qudamah
al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab karyanya al-Mughny juz 2 hal. 566.
قَالَ: وَلاَ بَأْسَ بِالْقِراَءَةِ عِنْدَ اْلقَبْرِ. وَقَدْ رُوِيَ عَنْ أَحْمَدَ أَنَّهُ قَالَ: إِذاَ دَخَلْتمُ الْمَقَابِرَ اِقْرَئُوْا آَيَةَ اْلكُرْسِىِّ ثَلاَثَ مِرَارٍ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ثُمَّ قُلْ اَللَّهُمَّ إِنَّ فَضْلَهُ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ
al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya beliau berkata: Jika hendak masuk  kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan do’a: Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.

4. Menurut golongan dari madzhab Syafi’i dalam kitab al-Adzkar al-Nawawi hal 150. dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:
وَذَهَبَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَجَمَاعَةٌ مِنَ اْلعُلَمَاءِ وَجَمَاعَةٌ مِنْ أَصْحَابِ الشَّاِفِعى إِلىَ أَنَّهُ يَصِلُ . فَاْلاِخْتِيَارُ أَنْ يَقُوْلَ الْقَارِئُ بَعْدَ فِرَاغِهِ: اَللَّهُمَّ أَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرأْ تُهُ إِلَى فُلاَنٍ . وَالله أَعْلَمُ
Imam Ahmad bin Hambal dan golongan ulama’ dan sebagian dari  sahabat Syafi’i menyatakan bahwa pahala do’a adalah sampai kepada mayit. Dan menurut pendapat yang terpilih, hendaknya orang yang membaca al-Qur’an setelah selesai untuk mengiringi bacaannya dengan do’a:
اَللَّهُمَّ أَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرأْ تُهُ إِلَى فُلاَنٍ
Ya Allah,  sampaikanlah pahala bacaan al-Qur’an yang telah aku baca kepada si fulan (mayit).

5.  Menurut Fuqaha’ (Ulama’ ahli Fiqih) Ahlussunnah wal Jama’ah
Menurut jumhur fuqoha’ ahlussunnah wal jama’ah seperti yang telah diterangkan oleh al-‘Allamah Muhammad al-‘Araby mengutip dari hadits Rasulullah Saw. dari sahabat Abu Hurairah ra.
وَعَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ اْلكِتَابِ وَقُلْ هُوَاللهُ اَحَدٌ، وَاَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرْ، ثُمَّ قَالَ: إِنِّى جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلاَمِكَ لِأَهْلِ اْلَمقَابِرِ مِنَ اْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ كَانُوْا شُفَعَاءَ لَهُ اِلَى اللهِ تَعَالىَ
Dari Abi Hurairah ra. berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa berziarah ke makam/kuburan kemudian membaca al-Fatikhah, Qul Huwa Allahu Ahad, dan Alhakumuttakatsur, kemudian berdo’a “Sesungguh-nya aku hadiahkan pahala apa yang telah kubaca dari firmanmu kepada ahli kubur orang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan, maka pahala tersebut bisa mensyafaati si mayit di sisi Allah Swt”.

B.   Pendapat yang tidak memperbolehkan

1.  Menurut golongan Madzhab Syafi’i
    Pendapat masyhur dari golongan madzhab Syafi’i bahwa pahala membaca al-Qur’an tidak bisa sampai pada mayit, hal ini diterangkan dalam kitab al-Adzkar al-Nawawi, hal 150.
وَاخْتَلَفَ اْلعُلَمَاءُ فِيْ وُصُوْلِ ثَوَابِ قِراَءَةِ اْلقُرْأَنِ فَالْمَشْهُوْرُ مِنْ مَذْهَبِ الشَّافِعِى وَجَمَاعَةٍ أَنَّهُ لاَيَصِلُ، وَاللهُ اَعْلَمُ
Ulama’ berbeda pendapat dalam masalah sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayit, maka menurut pendapat yang masyhur dari madzhab syafi’i  dan golongan ulama’ menyatakan tidak bisa sampai kepada mayit, dan Allah lah yang lebih mengetahui.

2.  Menurut Imam Malik
     Menurut pendapat sebagian ulama’ pengikut madzhab Maliki dan Syafi’i bahwasanya pahala puasa, shalat sunnah dan bacaan al-Qur’an adalah tidak bisa sampai kepada mayit. Keterangan kitab Majmu’ al-Fatawa, juz 24, hal. 314-315, yang berbunyi:
وَأَمَّا الصِّيَامُ عَنْهُ وَصَلاَةُ التَّطَوُعِ عَنْهُ وَقِرَاءَةُ اْلقُرْأَنِ عَنْهُ فَهَذَا قَوْلاَنِ لِلْعُلَمَاءِ: أَحَدُهُمَا: يَنْتَفِعُ بِهِ وَهُوَ مَذْهَبُ أَحْمَدَ وَأَبِىْ حَنِيْفَةَ وَغَيْرِهِمَا وَبَعْضُ أَصْحَابِ الشَّافِعِى وَغَيْرِهِمْ وَالثَّانِىْ: لاَتَصِلُ إِلَيْهِ وَهُوَ اَلْمَشْهُوْرُ مِنْ مَذْهَبِ مَالِكٍ وَالشَّافِعِى.
Adapun puasa, shalat sunnah, dan membaca al-Qur’an untuk mayit ada dua pendapat salah satunya; Mayit bisa mengambil manfaat dengannya, pendapat ini menurut Imam Ahmad, Abu Hanifah dan sebagian sahabat Syafi’i yang lain, dan yang kedua; tidak sampai kepada mayit, ini menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Malik dan Imam Syafi’i.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perbedaan Pendapat Para Ulama’ Tentang Hukum Selametan 1-7 Hari, 40 Hari, 100 Hari dan Haul bagi Orang yang Telah Meninggal"

Posting Komentar