GOSOK GIGI SAAT BERPUASA

 

GOSOK GIGI SAAT BERPUASA

Ketika menjalankan ibadah puasa, mulut tidak menyentuh air dalam waktu yang panjang. Sebagian orang mengatasi hal tersebut dengan menggosok gigi untuk mengurangi rasa kering pada mulut dan mencegah bau mulut. Bagaimana hukumnya menggosok gigi pada saat berpuasa?

A.     Makruh setelah matahari tergelincir

menurut Imam Rafi’i bersiwak (sikat gigi) setelah matahari tergelincir hukumnya makruh bila bau mulut berubah karena puasa. Namun bila bau mulut berubah karena sebab lain seperti tidur dan lainnya maka tidak makruh.

B.     Mutlak boleh

menurut Imam Nawawi dan Imam Hanafi, Hambali, Maliki boleh secara mutlak orang berpuasa bersiwak (sikat gigi) baik sebelum dan sesudah matahari tergelincir.

التَّقْيِيْدُ بِمَا بَعْدَ الزَّوَالِ لِلِاحْتِرَازِ عَمَّا قَبْلَهُ فَإِنَّهُ لَا يُكْرَهُ لِحَدِيثِ السَّمْعَانِيِّ وَلِأَنَّ التَّغَيُّرَ إذْ ذَاكَ يَكُونُ مِنْ أَثَرِ الطَّعَامِ وَبَعْدَ الزَّوَالِ يَكُونُ بِسَبَبِ الصِّيَامِ فَهُوَ الْمَشْهُودُ لَهُ بِالطِّيبِ هَكَذَا ذَكَرَهُ الرَّافِعِيُّ وَغَيْرُهُ وَيَلْزَمُ مِنْهُ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ مَنْ يَتَسَحَّرُ وَبَيْنَ مَنْ لَمْ يَتَسَحَّرْ وَبَيْنَ مَنْ يَتَنَاوَلُ بِاللَّيْلِ شَيْئًا وَبَيْنَ غَيْرِهِ وَلِهَذَا قَالَ الطَّبَرِيُّ فِي شَرْحِ التَّنْبِيهِ لَوْ تَغَيَّرَ فَمُهُ بَعْدَ الزَّوَالِ بِسَبَبٍ آخَرَ كَنَوْمٍ أَوْ وُصُولِ شَيْءٍ كَرِيهِ الرِّيحِ إلَى فَمِهِ فَاسْتَاكَ لِذَلِكَ لَمْ يُكْرَهْ(أسنى المطالب في شرح روض الطالب: ج 1، ص 35)

Pembatasan dengan waktu setelah tergelincirnya matahari adalah untuk mengecualikan bersiwak sebelum tergelincirnya matahari karena bersiwak pada saat itu hukumnya tidak makruh sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh al-Tsam’ani dan karena perubahan pada saat itu karena bekas dari makanan sedangkan perubahan bau mulut setelah tergelincirnya matahari karena puasa maka hal itu dijadikan  sebagai bau mulut yang wangi, hal ini telah disebutkan oleh Imam al-Rafi’i dan lain-nya. Oleh karena itu mereka menetapkan perbedaan antara orang yang sahur dan tidak sahur, antara orang yang makan malam dan tidak makan malam. Berdasarkan hal ini al-Thabariy dalam Syarh al-Tanbih berkata: jika perubahan bau mulutnya setelah tergelincirnya matahari karena sebab yang lain seperti tidur atau masuknya sesuatu yang berbau tidak enak ke dalam mulut kemudian dia bersiwakan karena hal itu maka tidak makruh (Asna al-Mathalib fi Syarh Raudha l-Thalib, 1:35)

وَهَلْ يَكْرَهُ لِلصَّائِمِ بَعْدَ الزَّوَالِ فِيهِ خِلَافُ الرَّاجِحِ فِي الرَّافِعِيّ وَالرَّوْضَةِ أَنَّهُ يُكْرَهُ لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ (لِخُلُوْفِ فَمِّ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ) وَفِي رِوَايَةٍ (يَوْمَ الْقِيَامَةِ) وَالخُلُوْفُ بِضَمِّ الْخَاءِ وَاللَّامِ هُوَ التَّغْيِيْرُ وَخَصٌّ بِمَا بَعْدَ الزَّوَالِ لِأَنَّ تَغَيُّرَ الْفَمِّ بِسَبَبِ الصَّوْمِ حِيْنَئِذٍ يَظْهُرُ فَلَوْ تَغَيَّرَ فَمُّهُ بَعْدَ الزَّوَالِ بِسَبَبٍ آخَرَ كَنَوْمٍ أَوْ غَيْرِهِ فَاسْتَاكَ لِأَجْلِ ذَلِكَ لَا يُكْرَهُ وَقِيْلَ لَا يُكْرَهُ الْاِسْتِيَاكُ مُطْلَقًا وَبِهِ قَالَ الْأَئِمَّةُ الثَّلَاثَةُ وَرَجَّحَهُ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَقَالَ الْقَاضِي حُسَيْنٌ يُكْرَهُ فِي الْفَرْضِ دُوْنَ النَّفْلِ خَوْفًا مِنَ الرِّيَاءِ وَقَوْلُ المُصَنِّفِ لِلصَّائِمِ يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّ الْكَرَاهَةَ تَزُوْلُ بِغُرُوْبِ الشَّمْسِ وَهَذَا هُوَ الصَّحِيْحُ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَقِيْلَ تَبْقِى الْكَرَاهَةُ إِلَى الْفِطْرِ وَاللهُ أَعْلَمُ (كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار: ص 21)

Apakah makruh bersiwak setelah tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa, dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Pendapat yang Rajih menurut al-Rafi’i dalam kitab raudhah hukumnya adalah makruh karena sabda nabi yang berbunyi: bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi disisi Allah daripada minyak misik) dalam riwayat lain dikatakan (pada hari kiamat). Arti dari al-Khuluf adalah berubahnya bau mulut dan hal hukum makruh tersebut khusus berlaku setelah tergelincirnya matahari karena berubahnya bau mulut sebab puasa ketika setelah tergelincirnya matahari itu tampak. Maka ketika perubahan bau mulut itu disebabkan perkara lain seperti tidur atau lainnya kemudian dia bersiwak karena hal itu maka tidak makruh. Dikatakan juga tidak makruh bersiwak secara mutlak sebagaimana pendapatnya Imam tiga. Imam nawawi mengunggulkan pendapat tersebut dalam kitab Syar hal-Muhadzab. Dikatakan juga kemakruhan tersebut masih berlaku sampai ia berbuka (kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, 21)

Posting Komentar untuk "GOSOK GIGI SAAT BERPUASA"