HUKUM BERMAKMUM KEPADA MAKMUM MASBUQ SHALAT JUM’AT
Ada seorang makmum shalat jum’at yang datang
terlambat. ia menemukan shalat jum’at sudah dilaksanakan dan dia tertinggal
satu rakaat dan menjadi makmum masbuq shalat jum’at dan setelahya ada
lagi jamaah yang bermakmum kepadanya.
Bagaimana hukum shalat seseorang yang bermakmum pada makmum masbuq shalat jum’at diatas?
A. Sah
Menurut sebagian ulama syafi’i apabila seseorang ingin bermakmum kepada makmum masbuk shalat jum’at dengan tujuan untuk mendapatkan shalat jum’at maka hukumnya sah. jika makmum masbuk mendapati satu raka’at shalat jum’at bersama imam.
B. Tidak sah
Menurut sebagian ulama
syafi’i apabila seseorang ingin bermakmum kepada makmum masbuk shalat jum’at
dengan tujuan untuk mendapatkan shalat jum’at maka hukumnya tidak
sah secara mutlak.
وَلَوْ أَدْرَكَ المَسْبُوقُ رُكُوعَ
الثَّانِيَةِ وَاسْتَمَرَّ مَعَهُ إِلَى أَنْ سَلَّمَ، أَتَى بِرَكْعَةٍ بَعْدَ
سَلَامِهِ جَهْرًا وَتَمَّتْ جُمْعَتُهُ إِنْ صَحَّتْ جُمْعَةُ الاِمامِ وَكَذَا
مَنْ اقْتَدَى بِهِ وَأَدْرَكَ رَكْعَةً مَعَهُ كَمَا قَالَهُ شَيْخُنا. وَتَجِبُ
عَلَى مَنْ جَاءَ بَعْدَ رُكُوْعِ الثَّانِيَةِ نِيَّةُ الجُمْعَةِ عَلَى
الْاَصَحِّ وَإِنْ كَانَتْ الظُّهْرُ هِيَ اللَّازِمَةُ لَهُ. وَقِيلَ: تَجُوزُ
نِيَّةُ الظُّهْرِ. وَأَفْتَى بِهِ البُلْقِينِيُّ وَأَطَالَ الكَلَامَ فِيْهِ
(فتح المعين: ص 195)
“Seandainya
makmum masbuq mendapatkan ruku’ imam pada rakaat kedua, lalu ia mengikuti terus
sampai salam, maka ia harus menambah satu rakaat dengan bacaan keras dan shalat
jum’at dianggap sempurna, jika jum’atan imam tadi sah. Demikian juga sempurna
shalat jum’at makmum kepada masbuq di atas dan ia masih mendapatkan satu rakaat
bersamanya, demikianlah menurut fatwa guru kami. Orang yang baru mengikuti imam
setelah rukuknya imam rakaat kedua, menurut pendapat yang ashah wajib niat
shalat jum’at, sekalipun yang harus dikerjakan adalah shalat dzuhur. Pendapat
lain mengatakan bahwa orang tersebut boleh berniat shalat dzuhur. Seperti ini
pula Imam al-Bulqini menfatwakan dan menguraikan secara panjang lebar” (Fath
al-Mui'n: 195).
(قَوْلُهُ: وَكَذَا مَنْ
اقْتَدَى بِهِ) أَيْ وَكَذَلِكَ تَتِمُّ جُمُعَةُ مَنْ اقْتَدَى بِالْمَسْبوقِ
بَعْدَ انْقِطاعِ قُدْوَتِهِ فِي رُكُوْعِ رَكْعَتِهِ الثَّانِيَةِ إِنْ صَحَّتْ
جُمْعَتُهُ. وَفِي التُّحْفَةِ مَا نَصَّهُ: لَوْ أَرَادَ آخَرُ أَنْ يَقْتَدِيَ
بِهِ فِي رَكْعَتِهِ الثّانيَةِ لِيُدْرِكَ الجُمْعَةَ جَازَ. كَمَا فِي البَيانِ
عَنْ أَبِي حَامِدٍ، وَجَرَى عَلَيْهِ الْرَيَمِيّ وابْنُ كَبْنٍ وَغَيْرِهِمَا.
قَالَ بَعْضُهُمْ: وَعَلَيْهِ، لَوْ أَحْرَمَ خَلْفَ الثَّانِي عِنْدَ قِيَامِهِ
لِثَانِيَتِهِ آخَرُ وَخَلْفَ الثّالِثِ آخَرَ وَهَكَذَا، حَصَلَتْ الجُمْعَةُ
لِلْكُلِّ، وَنَازَعَ بَعْضُهُمْ أُولَئِكَ بِأَنَّ اَلَّذِي اقْتَضَاهُ كَلَامُ
الشَّيْخَيْنِ وَصَرَّحَ بِهِ غَيْرُهُمَا أَنَّهُ لَا يَجُوزُ الِاقْتِداءُ
بِالْمَسْبُوْقِ الْمَذْكُوْرِ. اهـ (اعانة الطالبين: ج 2، ص 67)
“Makna dari orang yang bermakmum kepada makmum masbuk shalat jum’at adalah jika seseorang bermakmum kepada makmum masbuk shalat jum’at pada raka’at kedua makmum masbuk setelah ia selesai shalat maka sah jika shalat jum’at makmum masbuk berhukum sah. Berdasarkan keterangan di dalam kitab al-Tuhfah: jika orang lain bermakmum kepada makmum masbuk shalat jum’at pada raka’at keduanya untuk mendapatkan shalat jum’at maka boleh (sah). Pendapat ini seperti keterangan kitab al-Bayan dari Abu Hamid kemudian al-Rayami, Ibnu kabban dan lainnya mengikuti pendapat tersebut. Sebagian ulama berpendapat demikian, bahkan makmum kedua boleh menjadi imam makmum ketiga dan seterusnya dan shalat jum’at mereka semua terhitung sah. Tetapi sebagian ulama menentang mereka karena pendapat dari imam Nawawi dan Rafi’i dan lainnya mengatakan tidak sah shalat jum’at bermakmum kepada makmum masbuk yang telah disebutkan” (I'anah al-Thalibin, 2:67).
Posting Komentar untuk "HUKUM BERMAKMUM KEPADA MAKMUM MASBUQ SHALAT JUM’AT"