HUKUM BERMA’MUM KEPADA IMAM YANG BERBEDA MADZHAB
Mayoritas
penduduk Indonesia terkenal dengan pengikut Madzhab Imam Syafi’i. Beda halnya
dengan kota suci Makkah al-Mukarramah, di sana terdapat bervariasi Madzhab,
walaupun secara mayoritas, penduduk makkah pengikut madzhab ibn Hambal.
Sehingga bagi jama’ah haji, ketika hendak mengikuti shalat berjama’ah di
masjidil haram, ia harus berjama’ah dengan imam yang tidak satu madzhab
dengannya.
Bagaimana status shalat
berjama’ah mengikuti imam yang berbeda Madzhab?
- Sah secara mutlak, dengan didasarkan pada keyakinan imam. Pendapat ini menurut Imam al-Qaffal (Syafi’iyah)
- Tidak sah secara mutlak, meskipun imam tersebut melakukan apa yang menjadi syarat bagi kita (Syafi’iyah). Pendapat ini disampaikan oleh imam Abu Ishaq al-Isfirayini. Alasannya karena meski imam tersebut melakukan apa yang menjadi syarat bagi kita (Syafi’iyah), tapi imam tidak meyakini sebagai kewajiban, sehingga imam dihukumi seperti tidak melakukannya.
- Jika imam melakukan apa yang menjadi syarat sahnya shalat bagi kita maka sah dan jika sebaliknya maka tidak sah.
- Jika meyakini imam tidak melakukan apa yang menjadi syarat bagi kita (Syafi’iyah) maka tidak sah bermakmum kepadanya, dan jika meyakini imam melakukan atau ragu maka sah. Pendapat ini adalah pendapat yang paling kuat di antara yang berpendapat demikian adalah Imam Abu Ishaq al-Marwazi, Syaikh Abu Hamid al-Isfirayini, dan Imam Al-Bandaniji.
(فَرْعٌ ) فِي مَسائِلَ تَتَعَلَّقُ بِالْبَابِ
(إِحْدَاهَا) الِاقْتِداءُ بِأَصْحَابِ المَذَاهِبِ المُخَالِفِينَ بِأَنْ
يَقْتَدِيَ شافِعِيٌّ بِحَنَفِيٍّ أَوْ مَالِكِيٍّ لَا يَرَى قِراءَةَ
الْبَسْمَلَةِ فِي الْفَاتِحَةِ وَلَا إِيْجَابَ التَّشَهُّدِ الأَخيرِ
وَالصَّلاةِ عَلَى النَّبيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا تَرْتِيْبِ
الْوُضُوْءِ وَشَبَهِ ذَلِكَ وَضَابِطُهُ أَنْ تَكُوْنَ صَلَاةُ الْإِمامِ
صَحِيْحَةً فِي اعْتِقَادِهِ دُونَ اعْتِقادِ الْمَأْمُوْمِ أَوْ عَكْسِهِ
لِاخْتِلَافِهِمَا فِي الْفُرُوْعِ فِيْهِ أَرْبَعَةُ أَوْجُهٍ (أَحَدُهَا)
الصِّحَّةُ مُطْلَقًا قَالَهُ القَفَّالُ اِعْتِبَارًا بِاعْتِقادِ الْإِمَامِ
(وَالثَّانِي) لَا يَصِحُّ اقْتِدَاؤُهُ مُطْلَقًا قَالَهُ أَبُو اِسْحَقَ
الْاِسْفِرَايِنِيُّ لِأَنَّهُ وَإِنْ أَتَى بِمَا نَشْتَرِطُهُ وَنُوجِبُهُ فَلَا
يَعْتَقِدُ وُجُوبَهُ فَكَأَنَّهُ لَمْ يَأْتِ بِهِ (وَالثَّالِثُ) إنْ أَتَى
بِمَا نَعْتَبِرُهُ نَحْنُ لِصِحَّةِ الصَّلَاةِ صَحَّ الِاقْتِدَاءُ وَإِنْ
تَرَكَ شَيْئًا مِنْهُ أَوْ شَكَكْنَا فِي تَرْكِهِ لَمْ يَصِحَّ (والرّابِعُ)
وَهُوَ الاَصَحُّ وَبِهِ قَالَ أَبُو اِسْحَقَ الْمَرْوَزِىُّ وَالشَّيْخُ أَبُو
حَامِدٍ الْاِسْفِرَايِنِيُّ وَالْبَنْدَنِيجِىىُّ وَالقَاضِي أَبِى الطَّيِّبِ
وَالْاَكْثَرُوْنَ اِنْ تَحَقَّقْنَا تَرْكَهُ لِشِئٍ نَعْتَبِرُهُ لَمْ يَصِحَّ
الِاقْتِداءُ وَإِنْ تَحَقَّقْنَا الإِتْيانَ بِجَميعِهِ أَوْ شَكَكْنَا صَحَّ
وَهَذَا يَغْلِبُ اِعْتِقَادُ الْمَأْمُوْمِ (شرح المهذب: ج 4، ص 228)
“Dalam kajian ini terdapat persoalan mengenai
bermakmum pada imam yang tidak satu mazhab dengan makmum, misalnya Imam Syafi’i
bermakmum pada imam yang bermazhab Hanafi atau Maliki yang tidak mewajibkan
pembacaan basmalah dalam al-fatihah, tidak mewajibkan tasyahhud akhir, tidak
mewajibkan adanya tertib saat berwudhu’ dan lain sebagainya. Dalam hal ini
dalam ada empat pandangan. Pertama, sah secara mutlak dengan didasarkan pada
keyakinan imam. Kedua, tidak sah secara mutlak dengan didasarkan pada keyakinan
makmum. Ketiga, jika ia melakukan apa yang menjadi syarat sahnya salat bagi
kita maka sah dan jika sebaliknya maka tidak sah. Keempat, jika kita meyakini
dia tidak melakukan syarat apa yang menjadi syarat sahnya salat bagi kita maka
salat kita tidak sah, namun jika kita yakin atau ragu dia melakukan sesuatu
yang menjadi syarat sahnya salat bagi kita maka salat kita sah-sah saja. (Syarh
al-Muhadzab, 4:228).
Posting Komentar untuk "HUKUM BERMA’MUM KEPADA IMAM YANG BERBEDA MADZHAB"