HUKUM KOTORAN KUKU KETIKA WUDHU’

 

HUKUM KOTORAN KUKU KETIKA WUDHU’

Sebagain dari kita mungkin mempunyai kuku yang panjang. Seringkali, terdapat kotoran yang menyempil di bawah kuku, yang berakibat ujung jari terlihat menghitam. Terkait dengan wudhu’, terdapat syarat yang harus di penuhi agar wudhu’nya sah. Salah satunya adalah tidak adanya kotoran yang menempel ditubuh. Bagaimana hukum kuku yang di bawah nya terdapat kotoran, apakah bisa membatalkan wudhu’?

      A.   Mencegah Keabsahan Wudhu’

menurut mayoritas ulama ketika berwudhu’ disyaratkan tidak adanya kotoran kuku yang dapat mencegah masuknya air pada bagian di bawah kuku. Bila ada maka tidak sah wudhu’nya.

B.     Dima’fu

Menurut Imam al-Ghazali, Imam al-Zarkasyi dan selain keduanya kotoran yang berada di bawah kuku hukumnya dima’fu berdasarkan hadits nabi yang hanya memerintahkan untuk memotong kuku dan membersihkan kotoran yang berada dibawahnya, namun tidak memerintahkan untuk mengulangi sholatnya.

وَكَذَا يُشْتَرَطُ عَلَى مَا جَزَمَ بِهِ كَثِيْرُوْنَ أَنْ لَا يَكُوْنَ وَسْخٌ تَحْتَ ظُفْرٍ يَمْنَعُ وُصُوْلَ الْمَاءِ لِمَا تَحْتَهُ خِلَافًا لِجَمْعٍ مِنْهُمُ الْغَزَالِي وَالزَرْكَشِيُ وَغَيْرُهُمَا وَأَطَالُوْا فِي تَرْجِيْحِهِ وَصَرَّحُوْا بِالْمُسَامَحَةِ عَمَّا تَحْتَهَا مِنَ الْوَسْخِ دُوْنَ نَحْوِ الْعَجِيْنِ وَأَشَارَ الأَذْرَعي وَغَيْرُهُ إِلَى ضَعْفِ مَقَالَتِهِمْ وَقَدْ صَرَّحَ فِي التَتِمَّةِ وَغَيْرِهَا بِمَا فِي الرَوْضَةِ وَغَيْرِهَا مِنْ عَدَمِ الَمُسَامَحَةِ بِشَيْءٍ مِمَّا تَحْتَهَا حَيْثُ مَنَعَ وُصُوْلَ الْمَاءِ بِمَحَلِهِ وَأَفْتَى الْبَغَوِيْ فِي وَسْخٍ حَصَلَ مِنْ غِبَارٍ بِأَنَّهُ يَمْنَعُ صِحَّةَ الْوُضُوْءِ بِخِلَافِ مَا نَشَأَ مِنْ بَدَنِهِ وَهُوَ الْعِرْقُ الْمُتَجَمَّدُ وَجَزَمَ بِهِ فِي الْأَنْوَارِ(فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين: ص 45)

Begitu pula disyaratkan menurut mayoritas ulama tidak adanya kotoran kuku yang dapat mencegah masuknya air pada bagian di bawah kuku tersebut. Sementara sekelompok ulama’ berpendapat lain,  sebagian ulama tersebut adalah Imam al-Ghazali, Imam al-Zarkasyi dan selain keduanya. Mereka bersikukuh memperkuat pendapatnya dan menjelaskan bahwa sesuatu yang berada di bawah kuku yakni dari kotoran bukan sejenis adonan roti merupakan dispensasi (kemurahan). Imam al-Adzra’i dan selainnya memberi isyarat atas lemahnya pendapat mereka. Imam Mutawali dalam kitab Tatimah dan selainnya menjelaskan dengan mengguna- kan pendapat yang tertuang dalam Raudlah dan selainnya bahwa kotoran yang berada di bawah kuku, jika dapat menghalangi masuknya air ke tempatnya tidaklah mendapatkan dispensasi. Imam al-Baghawi berfatwa bahwa kotoran yang dihasilkan dari debu itu dapat menghalangi sahnya wudlu, berbeda dengan keringat yang mengeras yang muncul dari tubuhnya sendiri dan Imam Yusuf telah mengambil keputusan dalam kitab al-Anwarnya sesuai dengan hal tersebut.(Fath al-Muin, 45)

(قَوْلُهُ: وَأَطَالُوْا فِي تَرْجِيْحِهِ) أَيْ مُسْتَدْلِيْنَ بِأَنَّهُ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَأْمُرُ بِتَقْلِيْمِ الْأَظْفَارِ وَرَمْيِ مَا تَحْتَهَا وَلَمْ يَأْمُرْهُمْ بِإِعَادَةِ الصَّلَاةِ. قَالَ فِي شَرْحِ الْعُبَابِ: وَمَا فِي الْإِحْيَاءِ - مِمَّا نَقَلَهُ الزَرْكَشِي عَنْ كَثِيْرِيْنَ، وَأَطَالَ هُوَ وَغَيْرُهُ فِي تَرْجِيْحِهِ، وَأَنَّهُ الصَحِيْحُ الْمَعْرُوْفُ مِنَ الْمُسَامَحَةِ عَمَّا تَحْتَهَا مِنَ الْوَسْخِ دُوْنَ نَحْوِ الْعَجِيْنِ - ضَعِيْفٌ، بَلْ غَرِيْبٌ كَمَا أَشَارَ إِلَيْهِ الْأَذْرَعِي اهـ (إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين: ج 1، ص 46)

Maksud dari perkataan mereka bersikukuh memperkuat pendapatnya karena mereka mengambil dasar hukum adalah hadits dari nabi yang hanya memerintahkan untuk memotong kuku dan membersihkan kotoran yang berada dibawahnya, namun tidak memerintahkan untuk mengulangi sholatnya. Dikatakn dalam syarah al-Ubab bahwa pendapat yang ada dalam kitab ihya’ itu berasal dari nukilan al-Zarkasi dari banyak ulama. Sehingga beliau dan yang lainnya bersikukuh memperkuat pendapatnya. pendapat yang benar mengenai keringanan  kotoran yang berada di bawah kuku bukan dari adonan roti adalah pendapat dhoif bahkan asing sebagaimana yang di isyarahkan oleh al-Adzra’i.(I’anah al-Thalibin ala Halli Alfadzi Fath al-Muin, 1:46)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HUKUM KOTORAN KUKU KETIKA WUDHU’"

Posting Komentar