HUKUM LELANG
Lelang adalah kegiatan jual beli barang atau jasa
yang ditawarkan kepada orang banyak, dimana penawar dengan harga tertinggi yang
akan mendapatkan barang tersebut.
Bagaimanakah hukum jual beli dengan sistem lelang
tersebut?
Menurut Ijma’ ‘Ulama Boleh,
melakukan jual beli dengan cara lelang tetapi Madzhab Syafi’I mensyaratkan dua
hal yaitu tidak merugikan orang lain dan pembeli ada niatan untuk membeli
barang lelang tersebut,
بَيْعُ الْمُزَايَدَةِ بِأَنْ يَعْرِضَ
الْبَائِعُ سِلْعَتَهُ فِي السُّوقِ وَيَتَزَايَدَ الْمُشْتَرُونَ فِيهَا،
فَتُبَاعُ لِمَنْ يَدْفَعُ الثَّمَنَ الأَكْثَرَ (الموسوعة الفقهية الكويتية: ج 9،
ص 9)
"Bai’
muzayadah, adalah jual beli dengan cara pihak penjual menawarkan barang (secara umum) di pasar (tempat
lelang), kemudian pihak pembeli berlomba-lomba menawar harganya. Barang
dinyatakan terjual untuk pembeli yang mampu menawar dengan harga
tertinggi”(al-Maushu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah,9:9)
وَقَدْ رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - أَنَّهُ نَهَى أَنْ يَسُومَ الرَّجُلُ عَلَى سَوْمِ
أَخِيهِ.
وَصُورَةُ سَوْمِ الرَّجُلِ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ
أَنْ يَبْذُلَ الرَّجُلُ فِي السِّلْعَةِ ثَمَنًا فَيَأْتِي آخَرُ فَيَزِيدُ
عَلَيْهِ فِي ذَلِكَ الثَّمَنِ قَبْلَ أَنْ يَتَوَاجَبَا الْبَيْعَ، فَإِنْ كَانَ
هَذَا فِي بَيْعِ الْمُزَايَدَةِ جَازَ لِأَنَّ بَيْعَ الْمُزَايَدَةِ
مَوْضُوعٌ لِطَلَبِ الزِّيَادَةِ، وَأَنَّ السَّوْمَ لَا يَمْنَعُ النَّاسَ مِنَ
الطَّلَبِ (الحاوي الكبير: ج 5، ص 344)
“telah diriwayatkan dari Nabi Saw bahwa beliau
melarang seorang laki-laki menawar di atas tawaran saudaranya. Bentuk penawaran
seorang laki-laki di atas tawaran saudaranya adalah ketika ada seorang
laki-laki menyerahkan barang dagangannya yang telah ditetapkan harganya
kemudian ada orang lain datang sehingga laki-laki tersebut menaikkan harga
barang tersebut sebelum dia dan pembeli pertama sepakat terhadap akad jual beli
tersebut. Jika jual beli ini termasuk jual beli lelang maka boleh karena jual
beli lelang pada dasarnya dituntut untuk menaikkan harga dan penawaran tersebut
tidak mencegah manusia dari tuntutannya”(al-hawiy al-Kabir, 5:344).
وَهَذَا بَيْعٌ جَائِزٌ بِإِجْمَاعِ
الْمُسْلِمِينَ، كَمَا صَرَّحَ بِهِ الْحَنَابِلَةُ، فَصَحَّحُوهُ وَلَمْ
يَكْرَهُوهُ. وَقَيَّدَهُ الشَّافِعِيَّةُ بِأَمْرَيْنِ: أَنْ لَا يَكُونَ فِيهِ
قَصْدُ الْإِضْرَارِ بِأَحَدٍ، وَبِإِرَادَةِ الشِّرَاءِ، وَإِلَّا حَرُمَتِ الزِّيَادَةُ، لِأَنَّهَا مِنَ
النَّجْشِ (الموسوعة
الفقهية الكويتية: ج 9، ص 219) .
“jual beli ini (lelang) adalah jual beli
yang boleh sesuai dengan Ijma’ umat Islam seperti halnya yang dijelaskan oleh
ulama madzhab Hambali Kemudian dishahihkan dan tidak dimakruhkan oleh mereka.
Tetapi ulama madzhab syafi’I memberikan dua syarat: tidak ada unsur yang
membahayakan seseorang dan didasari dengan kehendak/keinginan pembeli. Jika
kedua syarat tersebut tidak terpenuhi maka haram jual beli lelang karena
termasuk akad najsyi(menawar dengan maksud agar orang lain menawar dengan harga
tinggi)” (al-Maushu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah,9:219)
Posting Komentar untuk "HUKUM LELANG"