HUKUM MEMBUANG HAJAT DI TOILET MASJID TANPA BERNIAT IBADAH.

 

HUKUM MEMBUANG HAJAT DI TOILET MASJID TANPA BERNIAT IBADAH.

Tempat wuduk dan toilet masjid pada awalnya disiapkan untuk kepentingan dan kemaslahatan masjid. Tempat wudlu dan toilet ini disiapkan untuk mempermudah para jamaah dalam mempersiapkan diri untuk melakukan ibadah. Namun, pada akhirnya tempat wudlu dan toilet tersebut malah menjadi sarana umum dan tidak hanya digunakan oleh orang-orang yang hendak melakukan ibadah. Para pengunjung pasar atau para musafir misalnya, lebih memilih untuk kencing atau buang hajat di toilet masjid baik karena akan melakukan ibadah maupun sekedar membuang hajat, selain karena gratis, juga karena mudah dijangkau. 

Bagaimanakah hukum buang hajat di toilet masjid, sekalipun tidak melakukan ibadah padahal biaya operasional dan perawatan toilet tentu saja diambil dari harta masjid ?

A.     Boleh

Boleh jika orang yang waqaf mengglobalkan syarat-syarat barang yang diwaqafkan sehingga dikembalikan pada ‘urf (kebiasaan umum) yang berlaku dimasa hidupnya. Jika terdapat tanda-tanda (Qorinah) bahwa air tersebut disediakan untuk kemanfaatan umum, maka boleh menggunakannya untuk semua kepentingan masyarakat di daerah tersebut.

B.     Tidak Boleh

Tidak boleh apabila orang yang waqaf mensyaratkan air tersebut hanya untuk ibadah.

(قَوْلُهُ وَكَذَا بِمَاءٍ جُهِلَ حَالُهُ) ايْ وَكَذَلِكَ حَرُمَ التَّطَهُّرُ بِمَاءٍ لَمْ يَدْرِ هَلْ هُوَ مُسْبِلٌ عَنِ الشُّرْبِ أَوْ لِلتَّطَهُّرِ  وَسَيَذْكُرُ الشَّارِحُ فِي بَابِ الْوَقْفِ أَنَّهُ حَيْثُ أَجْمَلَ الْوَاقِفُ شَرْطَهُ اُتُّبِعَ فِيْهِ الْعُرْفُ الْمُطَّرِدُ فِي زَمَنِهِ لِأَنَّهُ بِمَنْزِلَةِ شَرْطِ الْوَاقِفِ……... وَسُئِلَ الْعَلَّامَةُ الطَّنْبَدَوِيُّ عَنِ الْجَوَابِى وَالْجِرَارِ الَّتِى عِنْدَ الْمَسَاجِدِ فِيهَا الْمَاءُ اِذَا لَمْ يُعْلَمْ اَنَّهَا مَوْقُوْفَةٌ لِلشُّرْبِ اوِ الْوُضُوءِ اوِ الْغُسْلِ الْوَاجِبِ اوِ الْمَسْنُونِ اَوْ غَسْلِ النَّجَاسَةِ ؟ فَأَجَابَ اَنَّهُ اِذَا دَلَّتْ قَرِيْنَةٌ عَلَى اَنَّ الْمَاءَ مَوْضُوْعٌ لِتَعْمِيمِ الِانْتِفَاعِ جَازَ جَمِيعُ مَاذُكِرَ مِنَ الشُّرْبِ وَغَسْلِ النَّجَاسَةِ وَغُسْلِ الْجَنَابَةِ وَغَيْرِهَا وَمِثَالُ الْقَرِيْنَةِ جِرْيَانُ النَّاسِ عَلَى تَعْمِيْمِ الْاِنْتِفَاعُ بِالْمَاءِ مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ مِنْ فَقِيْهِ وَغَيْرِهِ، إِذْ الظَّاهِرُ مِنْ عَدَمِ النَّكِيْرِ أَنَّهُمْ أَقْدَمُوْا عَلَى تَعْمِيْمِ الْاِنْتِفَاعِ بِالْمَاءِ بِغُسْلٍ وَشُرْبٍ وَوُضُوْءٍ وَغَسْلِ نَجَاسَةٍ، فَمِثْلُ هَذَا إِيْقَاعٌ يُقَالُ بِالْجَوَازِ (إعانة الطالبين : ج 1،ص69)

“Begitu pula haram menggunakan air yang belum diketahui fungsinya, apakah air tersebut digunakan untuk minum atau bersuci. As-Syarih akan menjelaskannya dalam bab waqaf apabila orang yang waqaf mengglobalkan syaratnya maka dalam masalah waqaf semacam ini yang diikuti adalah ‘urf (kebiasaan umum) yang berlaku dimasa hidupnya orang yang waqaf karena ‘urf menduduki kedudukan syarat dari orang yang waqaf…….“Al-‘Allamah Syaikh Thambadawi ditanya tentang masalah kamar mandi dan tempat air yang berada di masjid yang berisi air ketika tidak diketahui status pewakafan air tersebut, apakah untuk minum, untuk wudlu, untuk mandi wajib atau sunnah, atau membasuh najis?. Beliau menjawab: Sesungguhnya apabila terdapat tanda-tanda (Qorinah) bahwa air tersebut disediakan untuk kemanfaatan umum, maka boleh menggunakannya untuk semua kepentingan di atas, yaitu untuk minum, membasuh najis, mandi junub dan lain sebagainya, Semisal ada indikasi masyarakat menggunakan air tersebut untuk kemaslahatan umum tanpa satu orang Faqiih atau yang lainnya mengingkari. Karena melihat kenyataan tidak adanya sebuah pengingkaran itu menunjukkan bahwa mereka lebih mendahulukan kemanfaatan umum semisal digunakan untuk mandi, minum, wudlu, dan membersikan najis. Jadi semua contoh ini bisa dikatakan berhukum boleh”  (I’anah al-Thalibin, 1:69).

Posting Komentar untuk "HUKUM MEMBUANG HAJAT DI TOILET MASJID TANPA BERNIAT IBADAH."