HUKUM MEMINTA BAYARAN ADZAN

 

HUKUM MEMINTA BAYARAN ADZAN

Seiring perkembangan zaman, aktifitas masyarakat semakin tinggi, tingkat kesibukan dan mobilitias pun naik, yang mana hal ini juga berpengaruh terhadap proses ritual ibadah. Salah satu contoh, untuk mengumandangkan adzan di masjid, tidak jarang para takmir masjid mencari petugas adzan (muadzin) untuk mengumandangkan adzan tiap waktu sholat tiba, karena banyak kegiatan yang ditinggalkan sehingga muadzin meminta upah tertentu.

Bagaimanakah hukum meminta gaji atau bayaran dari pekerjaan adzan (sebagai muadzin)?

A.     Makruh

Menurut ulama mutaqaddimin makruh seorang muadzin meminta gaji.

B.     Boleh 

Boleh seorang muadzin meminta gaji dengan syarat ditentukan dan disebutkan kadar dan kira-kira yang akan disampaikan atau dikerjakan.

(مَسْأَلَةٌ): يَصِحُّ اَلْاِسْتِئْجَارُ لِكُلِّ مَا لَا تَجِبُ لَهُ نِيَةُ عِبَادَةٍ كَانَ، كَأَذَانٍ وَتَعْلِيْمِ قُرْآنٍ وَإِنْ تَعَيَّنَ، وَتَجْهِيْزِ مَيِّتٍ اَوْلَا كَغَيْرِهِ مِنَ الْعُلُوْمِ تَدْرِيْسًا وَإِعَادَةً، بِشَرْطِ تَعْيِيْنِ الْمُتَعَلِّمِ وَالْقَدْرِ الْمُتَعَلِّمِ مِنَ الْعِلْمِ (بغية المسترشدين : ص 165)

“Boleh mematok harga untuk sesuatu pekerjaan yang tidak harus berniat, baik pekerjaan berupa ibadah atau bukan, dengan syarat ada akad sebelumnya atau telah disepakati terlebih dahulu, seperti mengajar Al Qur`an, Adzan, merawat jenazah dll. dengan syarat ditentukan dan disebutkan kadar dan ukuran yang akan disampaikan atau dikerjakan” (bughyah al-Mustarsyidin: 165).

وَكَرِهَ السَّلَفُ ‌أَخْذَ ‌الْأُجْرَةِ عَلَى كُلِّ مَا هُوَ مِنْ قُبَيْلِ الْعِبَادَاتِ وَفُرُوْضِ الْكِفَايَاتِ كَغُسْلِ الْمَوْتِى وَدَفْنِهِمْ وَكَذَا الْأَذَانُ وَصَلَاةُ التَّرَاوِيْحِ وَإِنْ حَكَمَ بِصِحَّةِ الْاِسْتِئْجَارِ عَلَيْهِ وَكَذَا تَعْلِيْمُ الْقُرْآنِ وَتَعْلِيْمُ عِلْمِ الشَّرْعِ فَإِنَّ هَذِهِ أَعْمَالُ حَقَّهَا أَنْ يُتَّجَرَ فِيْهَا لِلآخِرَةِ وَأَخْذُ الْأُجْرَةِ عَلَيْهَا اِسْتِبْدَالٌ بِالدُّنْيَا عَنِ الْآخِرَةِ وَلَا يُسْتَحَبُّ ذَلِكَ (إحياء علوم الدين: ج 2، ص 84)

“Ulama’ salaf tidak menyukai mengambil upah dari hal hal yang bersifat ibadah dan fardlu kifayah seperti halnya memandikan dan menguburkan mayyit dan semisalnya seperti adzan dan sholat tarawih walaupun dalam akad ijaroh itu dihukumi sah (akadnya) dan semisalnya lagi mengajar ilmu al-Qur'an dan ilmu syari’at karena hakikat pekerjaan tersebut mengambil upahnya itu di akhirat dan ketika mengambil upah dari pekerjaan akhirat ditukar dengan perkara duniawi maka hal tersebut tidak disunnahkan. (Ihya’ Ulum ad-Din, 2: 84)

Catatan:

Perlu diperhatikan, meskipun pada umumnya para takmir masjid telah menganggarkan gaji muadzin, seorang muadzin dalam menjalankan tugasnya disunnahkan berniat ibadah sunnah, jikalau muadzin tidak berniat ibadah sunnah maka muadzin tersebut boleh meminta gaji yang wajar dan sekedarnya saja, dan imam (pengurus masjid atau musholla) sudah seharusnya memberikan gaji dari uang kas.

فَرْعٌ يُسْتَحَبُّ لِلْمُؤَذِّنِ التَّطَوُّعُ بِالْأَذَانِ فَإِنْ لَمْ يَتَطَوَّعْ رَزْقَةُ الإِمامِ مِنْ المَصالِحِ وَهُوَ خَمْسُ خَمْسِ الفَيْءِ وَالغَنِيمَةِ وَكَذَا أَرْبَعَةُ أَخْماسِ الفَيْءِ إِذَا قُلْنَا إِنَّهَا لِلْمَصَالِحِ وَانَّما يَرْزُقُهُ عِنْدَ الحاجَةِ وَعَلَى قَدْرِها وَلَوْ وُجِدَ فَاسِقًا يَتَطَوَّعُ وَأَمينًا لَا يَتَطَوَّعُ فَلَهُ أَنْ يَرْزُقَ اَلْأَمينَ عَلَى الصَّحيحِ وَلَوْ وُجِدَ أَمِينًا يَتَطَوَّعُ وَأَمينًا أَحْسَنَ مِنْهُ صَوْتًا لَا يَتَطَوَّعُ فَهَلْ يَجُوزُ أَنْ يَرْزُقَهُ وَجْهَانِ قَالَ ابْنُ سُرَيْجٍ نَعَمْ والْقَفّالُ لَا (روضة الطالبين : ص ٩)

Disunnahkan bagi muadzin berniat ibadah sunnah dengan pekerjaan adzannya, jika tidak niat ibadah sunnah, maka imam (pimpinan masjid) seharusnya memberikan gaji dari uang kas dengan ukuran gaji lima per lima dari harta fai’ dan rampasan perang. Begitu juga empat per lima harta fai’ jika kita katakana sesungguhnya ini untuk kemaslahatan, dan sesungguhnya muadzin itu digaji sesuai kebutuhan dan sekedarnya saja. Dan jika ditemukan orang fasik berniat ibadah sunnah dan orang yang tidak fasik tidak berniat ibadah sunnah, maka orang yang tidak fasiklah yang digaji. Dan jika yang ada itu orang yang tidak fasik berniat ibadah sunnah dan orang yang tidak fasik suaranya lebih bagus tidak niat ibadah sunnah, apakah boleh digaji? Jawabannya ada dua pendapat: Ibnu Suraij mengatakan: Boleh digaji, dan Imam Qoffal mengatakan: Tidak boleh digaji (Raudhah at-Thalibin: 93).

Posting Komentar untuk "HUKUM MEMINTA BAYARAN ADZAN"