HUKUM MENGHISAP INGUS SAAT BERPUASA

 

HUKUM MENGHISAP INGUS SAAT BERPUASA

Saat flu menyerang produksi lendir ingus semakin tak terbendung dan seringkali keluar dari hidung sehingga sangat tidak nyaman bagi penderita maupun orang yang melihat, umumnya mengatasi hal tersebut dengan cara menyedot lendir ingus tersebut, bahkan tidak menutup kemungkinan hal itu dilakukan pada saat puasa.

Bagaimana hukum menghisap ingus tersebut pada saat puasa?

Menurut mazhab Syafi’i dalam hal ini (menelan ingus) hukumnya diperinci:

A.       Jika seseorang menelan ingus yang berasal dari  bagian dalam kemudian ia meludahkannya maka hal ini tidak masalah (tidak membatalkan puasa) menurut qaul ashah (pendapat terkuat). Sebab hal ini terjadi berulang-ulang. Menurut sebagian pendapat, hal tersebut dapat membatalkan seperti halnya hukum menyengaja memuntahkan (makanan).

B.      Jika ingus keluar dengan sendirinya, atau terbawa saat batuk, lalu ia mengeluarkannya maka tidak batal puasanya.

C.      Jika ia menelan ingusnya setelah sampainya ingus pada bagian luar mulut maka puasanya batal.

D.     Ketika ingus berada di bagian luar mulut maka wajib untuk memutus aliran ingus menuju tenggorokan dan mengeluarkan ingusnya, jika ia meninggalkan hal ini padahal ia mampu, lalu ingus itu sampai pada bagian dalam (jauf) maka puasanya dihukumi batal menurut qaul ashah. Menurut sebagian pendapat, puasanya tidak batal, sebab ia tidak melakukan apapun, ia hanya membiarkan tidak melakukan apapun

وَعِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ هَذَا التَّفْصِيل:

إِنِ اقْتَلَعَ النُّخَامَةَ مِنَ الْبَاطِنِ، وَلَفَظَهَا فَلَا بَأْسَ بِذَلِكَ فِي الْأَصَحِّ؛ لِأَنَّ الْحَاجَةَ إِلَيْهِ مِمَّا يَتَكَرَّرُ، وَفِي قَوْلٍ: يُفْطِرُ بِهَا كَالاِسْتِقَاءَةِ

وَلَوْ صَعِدَتْ بِنَفْسِهَا، أَوْ بِسُعَالِهِ، وَلَفَظَهَا لَمْ يُفْطِرْ جَزْمًا.

وَلَوِ ابْتَلَعَهَا بَعْدَ وُصُولِهَا إِلَى ظَاهِرِ الْفَمِ، أَفْطَرَ جَزْمًا.

وَإِذَا حَصَلَتْ فِي ظَاهِرِ الْفَمِ، يَجِبُ قَطْعُ مَجْرَاهَا إِلَى الْحَلْقِ، وَمَجُّهَا، فَإِنْ تَرَكَهَا مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَى ذَلِكَ، فَوَصَلَتْ إِلَى الْجَوْفِ، أَفْطَرَ فِي الْأَصَحِّ، لِتَقْصِيرِهِ، وَفِي قَوْلٍ: لَا يُفْطِرُ، لِأَنَّهُ لَمْ يَفْعَل شَيْئًا، وَإِنَّمَا أَمْسَكَ عَنِ الْفِعْل. (الموسوعة الفقهية الكويتية: ج28، ص65)

Menurut mazhab Syafi’i dalam hal ini (menelan ingus) hukumnya diperinci. Jika seseorang menelan ingus yang berasal dari  bagian dalam kemudian ia meludahkannya maka hal ini tidak masalah (tidak membatalkan puasa) menurut qaul ashah (pendapat terkuat). Sebab hal ini terjadi berulang-ulang. Menurut sebagian pendapat, hal tersebut dapat membatalkan seperti halnya hukum memuntahkan (makanan). Jika ingus itu keluar dengan sendirinya, atau terbawa saat batuk, lalu ia mengeluarkannya maka tidak batal puasanya. Jika ia menelan ingusnya setelah sampainya ingus pada bagian luar mulut maka puasanya batal. Ketika ingus berada di bagian luar mulut maka wajib untuk memutus aliran ingus menuju tenggorokan dan mengeluarkan ingusnya, jika ia meninggalkan hal ini padahal ia mampu, lalu ingus itu sampai pada bagian dalam (jauf) maka puasanya dihukumi batal menurut qaul ashah. Menurut sebagian pendapat , puasanya tidak batal, sebab ia tidak melakukan apa pun, ia hanya membiarkan tidak melakukan apa pun (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 28:65).

Posting Komentar untuk "HUKUM MENGHISAP INGUS SAAT BERPUASA"