IKHBAR MELIHAT HILAL
Bagi orang yang
sudah melihat hilal apakah wajib untuk mengabarkan kepada hakim atau yang lain?
1. Tidak wajib bagi orang yang melihat hilal untuk
mengabarkan kepada orang lain atau menemui hakim atau pergi menuju masjid.
2. Wajib berpuasa bagi orang yang tertolak
persaksiannya karena fasik atau lainnya berdasarkan umumnya hadist: “puasalah
kalian semua ketika melihat hilal” dan tidak boleh membatalkan puasanya kecuali
ketika bersama dengan orang lain karena membatalkan puasa tidak dibolehkan
kecuali dengan persaksian dua orang adil.
3. Jika dua orang adil melihat hilal Syawal tetapi
dia tidak bersaksi di hadapan hakim maka boleh bagi orang yang mendengar
persaksian kedua orang tersebut untuk
membatalkan puasanya (hari raya) ketika dia mengetahui sifat keadilan dari dua
saksi tersebut dan boleh bagi kedua orang tersebut untuk tidak berpuasa (hari
raya) berdasarkan ucapan dari kedua orang tersebut ketika dia mengetahui sifat
adil dari orang lain yang bersaksi melihat hilal.
لَا يَجِبُ عَلَى مَنْ رَأَى الْهِلَالَ إِخْبَارُ
النَّاسِ أَوْ أَنْ يَذْهَبَ إِلَى الْقَاضِي أَوْ إِلَى الْمَسْجِدِ، وَيَجِبُ الصَّوْمُ
عَلَى مَنْ رُدَّتْ شَهَادَتُهُ لِفَسْقٍ أَوْ غَيْرِهِ لِعُمُوْمِ الْحَدِيْثِ
"صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ" وَلَا يَفْطُرُ إِلَّا مَعَ النَّاسِ لِأَنَّ الْفِطْرَ
لَايُبَاحُ إِلَّا بِشَهَادَةِ عَدْلَيْنِ وَإِنْ رَأَى هِلَالَ شَوَالٍ عَدِلاَنِ
وَلَمْ يَشْهُدَا عِنْدَ الْحَاكِمِ جَازَ لِمَنْ سَمِعَ شَهَادَتَهُمَا الْفِطْرُ
إِذَا عَرَفَ عَدَالَتَهُمَا ، وَجَازَ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا أَنْ يَفْطُرَ بِقَوْلِهِمَا
إِذَا عَرَفَ عَدَالَةَ الْآخَرِ، لِقَوْلِهِ "فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُوْمُوْا
وَأَفْطَرُوْا" فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أَحَدُهُمَا عَدَالَةَ الْآخَرِ لَمْ يَجُزْ
الْفِطْرُ لِاحْتِمَالِ فَسْقِهِ إِلَّا أَنْ
يَحْكُمَ بِذَلِكَ حَاكِمٌ فَيَزُوْلُ الْلُبْسُ . وَفِي إِعَانَةِ الطَّالِبِيْنِ
(سَوَاءٌ أَوَّلُ رَمَضَانَ وَآخِرُهُ أَيْ يَلْزَمُ الْفَاسِقُ وَمَا بَعْدَهُ الْعَمَلُ
بِرُؤْيَةِ نَفْسِهِ سَوَاءٌ كَانَتْ الرُّؤْيَةُ هِلَالَ رَمَضَانَ أَوْ لِهِلَالِ
شَوَالٍ، وَيَلْزَمُ أَيْضًا مَنْ صَدَّقَ مَنْ ذَكَرَ فِي إِخْبَارِهِ بِرُؤْيَةِ
نَفْسِهِ أَوْ بِثُبُوْتِهَا فِي بَلْدِ مُتَّحِدِ المَطْلَعِ الْعَمَلُ بِمَا ذُكِرَ،
سَوَاءٌ كَانَ بِالنِّسْبَةِ لِهِلَالِ رَمَضَانَ أَوْ لِهِلَالِ شَوَالٍ. وَفِي الْبُجَيْرَمِي
عَلَى الْمِنْهَجِ (مَنْ أَخْبَرَهُ مَوْثُوْقٌ بِهِ) لَيْسَ قَيِّدًا ، بَلْ مِثْلُهُ
الْفَاسِقُ إِذَا اِعْتَقَدَ صِدْقَهُ ، فَالْمَدَارُ عَلَى أَحَدِ أَمْرَيْنِ، كَوْنُ
الْمُخْبِرِ مَوْثُوْقًا بِهِ أَوْ اِعتِقَادَ صِدْقِهِ، لَكِنْ قَالَ الْبَرْمَاوِيُّ
: إِنَّ اعْتِقَادَ صِدْقِهِ قَيِّدٌ لِلْوُجُوْبِ وَهُوَ الْمُنَاسِبُ إهـ نُصُوْصُ
الْأَخْيَارِ فِي الصَّوْمِ وَالْإِفْطَارِ لِشَيْخِنَا الْعَلَّامَةِ الشَّيْخِ مَيْمُوْنِ
زَبَيْرٍ السَّارَانِي حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى وَنَفَعَنَا بِعُلُوْمِهِ فِي الدَّارَيْنِ،
وَفِي رِسَالَةِ الشَّيْخِ رَجَبَ الْحَنْبَلِيِّ أَنَّ الْمُنْفَرِدَ بِرُؤْيَةِ هِلَالِ
شَوَالٍ فِيْهِ قَوْلَانِ: أَحَدُهُمَا لَا يَفْطُرُ، وَهُوَ قَوْلُ عَطَاءٍ وَالشَّوْرِيِّ
وَالْلَيْثِ وَأَبِيْ حَنِيْفَةَ وَأَحْمَدَ وَإِسْحَاقَ، وَرُوِيَ مِثْلُهُ عَنْ عُمَرَ
بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، وَالثَّانِيْ يَفْطُرُ وَهُوَ قَوْلُ الْحَسَنِ
بْنِ صَالِحٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَبِيْ شَوْرٍ وَطَائِفَةٍ مِنْ أَصْحَابِ أَحْمَدَ
وَرِوَايَةٌ عَنْ مَالِكٍ إهـ . وَيُنْدَبُ إِخْفَاءُ فِطْرِهِ، وَلِلْحَاكِمِ تَعْزِيْرُ
مَنْ أَظْهَرَهُ، وَإِذَا ظَنَّ ذٰلِكَ وَجَبَ إِخْفَاؤُهُ كَمَا فِي الْقُلْيُوْبِيِّ،
وَمِثْلُ الْفِطْرِ صَوْمُ رَمَضَانَ فَيَجِبُ عَلَى الْمُنْفَرِدِ بِرُؤْيَةِ هِلَالِ
رَمَضَانَ الصَّوْمُ، وَكَذٰلِكَ مَنْ صَدَّقَهُ كَمَا مَرَّ (إرشاد المريد:
90-91)
Tidak wajib bagi orang yang melihat hilal untuk
mengabarkan kepada orang lain atau menemui hakim atau pergi menuju masjid.
Wajib berpuasa bagi orang yang tertolak persaksiannya karena fasik atau lainnya
berdasarkan umumnya hadist: “puasalah kalian semua ketika melihat hilal” dan
tidak boleh membatalkan puasanya kecuali ketika bersama dengan orang lain
karena membatalkan puasa tidak dibolehkan kecuali dengan persaksian dua orang
adil. Jika dua orang adil melihat hilal Syawal tetapi dia tidak bersaksi di
hadapan hakim maka boleh bagi orang yang mendengar persaksian kedua orang
tersebut untuk membatalkan puasanya
(hari raya) ketika dia mengetahui sifat keadilan dari dua saksi tersebut dan
boleh bagi kedua orang tersebut untuk tidak berpuasa (hari raya) berdasarkan
ucapan dari kedua orang tersebut ketika dia mengetahui sifat adil dari orang
lain yang bersaksi melihat hilal. Karena nabi bersabda: jika dua orang bersaksi
melihat hilal maka puasalah kalian semua dan berbukalah (hari raya) kalian
semua. Jika salah satu keduanya tidak mengetahui sifat adilnya saksi yang lain
maka tidak boleh melaksanakan hari raya karena masih ada saksi yang fasiq
kecuali ada hakim yang menghukumi hal tersebut maka kesalahpahaman itu menjadi
hilang. Dalam kitab I’anah Thalibin
disebutkan: awal Ramadhan dan akhir Ramadhan hukumnya sama yaitu wajib
mengamalkan apa saja yang telah disebutkan bagi orang yang membenarkan
perkataan orang tentang ikhbarnya melihat hilal sendiri atau dengan penetapan
melihat hilal di daerah yang masih satu mathla’ (batas daerah berdasarkan
jangkauan dilihatnya hilal/batas geografis keberlakuan ru’yah). Baik hal
tersebut dengan penisbatan pada hilal Ramadan atau hilal bulan Syawal. Di dalam
kitab Bujairami ala al-Minhaj: orang yang memberikan kabar harus orang yang dapat dipercaya
bukanlah sebuah syarat tetapi orang fasiq ketika meyakini
kebenaran melihat hilal hukumnya sama seperti orang yang dapat dipercaya. Maka
tumpuan atas salah satu dua perkara yaitu orang yang memberikan kabar harus
dapat dipercaya atau diyakini kebenaran beritanya tetapi al-Barmawi berkata:
bahwa meyakini kebenaran berita melihat hilal adalah sebuah syarat untuk
menetapkan awal dan akhir puasa. Dan pendapat ini yang sesuai. Nash-nash
pilihan tentang puasa dan hari raya bagi KH. Maimun Zubair Sarang dan dalam
risalah Syaikh Rajab al-Hanbali bahwa ketika hanya satu orang yang melihat
hilal Syawal maka ada dua pendapat: pertama tidak boleh melaksanakan hari raya.
Hal tersebut adalah pendapat Atha’, Abu Tsaur, Laits, Abi Hanifah, Ahmad, dan
Ishaq. Pendapat seperti itu juga diriwayatkan dari Umar bin Khatab. Pendapat
kedua boleh melaksanakan hari raya. Hal tersebut adalah pendapat Hasan bin
Shalih, al-Syafi’i, Abu Syaur, sebagian ulama Hambali, dan riwayat Dari Imam
malik. Disunnahkan menyembunyikan tidak puasanya (hari raya) dan boleh bagi
hakim untuk menta’zir orang yang menampakkan hari rayanya. Ketika seseorang
menyangka hal tersebut (melihat hilal) maka wajib baginya menyembunyikan
berbukanya (hari raya) sebagaimana keterangan dalam kitab Qulyubi. Puasa
Ramadan hukumnya sama seperti hari raya. Maka wajib berpuasa bagi orang yang
melihat hilal Ramadan sendirian. Begitu juga bagi orang yang membenarkan orang
tersebut (Irsyad al-Murid, 90-91).
Posting Komentar untuk "IKHBAR MELIHAT HILAL"