HUKUM PEREMPUAN MELANTUNKAN
ADZAN DAN
IQAMAH
Sholat berjamaah merupakan satu kegiatan yang
wajib diikuti oleh semua santri kecuali bagi mereka yang mempunyai udzur, dan
salah satu perkara yang disunnahkan ketika sebelum sholat jamaah adalah adzan
dan iqomah. Namun tidak semua pesantren memiliki santri putra dan putri,
adakalanya hanya memiliki santri putra dan adakalanya hanya memiliki santri
putri. Tentunya dengan kekhususan santri tersebut akan menimbulkan ketidak
umuman bagi pesantren yang hanya dihuni oleh santri putri dimana seluruh
kegiatan dilakukan oleh santri putri petugas seperti adzan, iqomah, dan bahkan
menjadi imam.
Bagaimana hukum perempuan mengumandangkan adzan?
B. Sunnah adzan dan iqomah
C. Tidak disunnahkan adzan dan iqomah
(الرَّابِعَةُ) لَا يَصِحُّ
أَذَانُ الْمَرْأَةِ لِلرِّجَالِ لِمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ هَذَا هُوَ
الْمَذْهَبُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ وَنَصَّ عَلَيْهِ فِي الْأُمِّ وَنَقَلَ
إمَامُ الْحَرَمَيْنِ الِاتِّفَاقَ عَلَيْهِ وَفِيهِ وَجْهٌ حَكَاهُ الْمُتَوَلِّي
أَنَّهُ يَصِحُّ كَمَا يَصِحُّ خَبَرُهَا وَأَمَّا إذَا أَرَادَ جَمَاعَةُ
النِّسْوَةِ صَلَاةً فَفِيهَا ثَلَاثَةُ أَقْوَالٍ الْمَشْهُورُ الْمَنْصُوصُ فِي
الْجَدِيدِ وَالْقَدِيمِ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ يُسْتَحَبُّ لَهُنَّ
اْلاِقَامَةُ وَ دُوْنَ الْاَذَانُ لِمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ وَالثَّانِي لَا
يُسْتَحَبَّانِ نَصَّ عَلَيْهِ فِي الْبُوَيْطِيِّ وَالثَّالِثُ يُسْتَحَبَّانِ
حَكَاهُمَا الْخُرَاسَانِيُّونَ فَعَلَى الْأَوَّلِ إذَا أَذَّنَتْ وَلَمْ
تَرْفَعْ الصَّوْتَ لَمْ يُكْرَهُ وَكَانَ ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى هَكَذَا نَصَّ
عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ وَالْبُوَيْطِيِّ وَصَرَّحَ بِهِ الشَّيْخُ
أَبُو حَامِدٍ وَالْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ وَالْمَحَامِلِيُّ فِي كِتَابَيْهِ
وَصَاحِبُ الشَّامِلِ وَغَيْرُهُمْ وَشَذَّ الْمُصَنِّفُ وَالْجُرْجَانِيُّ فِي
التَّحْرِيرِ فَقَالَا يُكْرَهُ لَهَا الْأَذَانُ وَالْمَذْهَبُ مَا سَبَقَ
وَإِذَا قُلْنَا تُؤَذِّنُ فَلَا تَرْفَعُ الصَّوْتَ فَوْقَ مَا تَسْمَعُ صَوَاحِبُهَا
اتَّفَقَ الْأَصْحَابُ عَلَيْهِ وَنَصَّ عَلَيْهِ فِي الْأُمِّ فَإِنْ رَفَعَتْ
فَوْقَ ذَلِكَ حَرُمَ كَمَا يَحْرُمُ تَكَشُّفُهَا بِحَضْرَةِ الرِّجَالِ
لِأَنَّهُ يُفْتَتَنُ بِصَوْتِهَا كَمَا يُفْتَتَنُ بِوَجْهِهَا وَمِمَّنْ صَرَّحَ
بِتَحْرِيمِهِ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزَالِيُّ وَالرَّافِعِيُّ وَأَشَارَ
إلَيْهِ الْقَاضِي حُسَيْنٌ(المجموع شرح المهذب: ج
3 ص 100)
Masalah keempat: Adzan perempuan tidak sah bagi
laki-laki, berdasarkan apa yang telah disebutkan Imam Asy-Syirazi. Demikian
menurut madzhab Syafi'i dan jumhur ulama. Disebutkan oelh Imam Syafi'i secara
nash dalam Al Umm. Imam Al Haramain meriwayatkan kesepakatan ulama tentang itu.
Ada satu pendapat yang diriwayatkan oleh Al Mutawalli, bahwa hukumnya sah, sama
seperti sahnya berita yang disampaikan oleh perempuan. Adapun jika jamaah
perempuan akan melaksankan shalat, maka ada tiga pendapat:
Pertama: Dianjurkan untuk mengumandangkan iqamat,
bukan adzan. Ini menurut pendapat yang masyhur dan disebutkan secara nash dalam
qaul jadid dan qadim. Ini juga merupakan pendapat jumhur ulama, dan telah
disebutkan oleh Imam Asy-Syirazi.
Kedua: Tidak dianjurkan adzan dan iqamat.
Disebutkan oleh Imam Syafi'i secara nash dalam Al Buwaithi.
Ketiga: Dianjurkan untuk mengumandangkan adzan dan
iqamat: Diriwayatkan oleh para ulama Khurasan.
Jika mengikuti pendapat pertama, maka bila
perempuan itu mengumandangkan adzan dan tidak menyaringkan suaranya, maka tidak
makruh, karena itu dianggap sebagai dzikir kepada Allah SWT. Demikian
disebutkan oleh Imam Syafi'i secara nash dalam Al Umm dan Al Buwaithi.
Dinyatakan oleh Syaikh Abu Hamid, Al Qadhi Abu Ath-Thayyib, Al Mahamili dalam
dua kitabnya, penulis Asy-Syamil, dan lainnya.
Imam Asy-Syirazi dan Al Jurjani memiliki pendapat
berbeda, mereka berdua berkata dalam At-Tahrir, "Makruh hukumnya adzan
bagi perempuan." Jika kami katakan, "Boleh adzan, tetapi tidak
mengeraskan suara lebih dari suara yang dapat didengar oleh
teman-temannya." Maka para ulama madzhab Syafi'i sepakat dengan itu, yang
disebutkan oleh Imam Syafi'i secara nash dalam Al Umm. Jika ia mengeraskan
suaranya lebih daripada itu, maka hukumnya haram sebagaimana haramnya membuka
aurat ketika dihadiri para lelaki, karena perempuan dapat menimbulkan fitnah
dengan suaranya, sebagaimana menimbulkan fitnah dengan wajahnya. Ulama yang
menyatakannya haram adalah Imam Al Haramain, Al Ghazali, Ar-Rafi'i, dan
lainnya, yang diisyaratkan oleh Al Qadhi Husein. (Majmu’ Syarh al-Muhazdab, 3:100)
Posting Komentar untuk "HUKUM PEREMPUAN MELANTUNKAN ADZAN DAN IQAMAH"