IMAM SHALAT HARI RAYA LUPA TAKBIR
TUJUH KALI
Shalat ied adalah shalat sunnah muakkadah, waktu
shalat ied dilaksanakan pada waktu shalat dhuha pada tanggal 1 syawal untuk
idul fitri dan 10 dzulhijjah untuk idul adha, dalam parktiknya shalat ied
dilakukan dengan 2 rakaat dan pada rakaat pertama diawali dengan 7 kali takbir
dan 5 kali takbir pada rakaat kedua, namun tidak menutup kemungkinan imam
shalat ied lupa melakukan takbir tersebut.
Apa tindakan yang dilakukan imam shalat ied ketika
lupa tidak melakukan takbir tersebut?
Hukum membaca takbir sebelum bacaan fatihah selain
takbiratul ihram adalah Sunnah sehingga ketika imam lupa tidak membaca
takbir tersebut tidak diwajibkan mengulang takbir, tidak perlu sujud syahwi dan
shalat iednya SAH
وَيُكَبِّرُ نَدْبًا فِي أُولَى رَكْعَتَيِ
الْعِيدَيْنِ وَلَوْ مَقْضِيَّةٌ عَلَى الْأَوْجَهِ بَعْدَ افْتِتَاحٍ سَبْعًا، وَفِي
الثَّانِيَةِ خَمْسًا، قَبْلَ تَعَوُّذٍ فِيهِمَا، رَافِعًا يَدَيْهِ مَعَ كُلِّ تَكْبِيرَةٍ
مَا لَمْ يَشْرَعْ فِي قِرَاءَةٍ. وَلَا يُتَدَارَكُ فِي الثَّانِيَةِ إِنْ تَرَكَهُ
فِي الْأُولَى. (قَوْلُهُ: وَيُكَبِّرُ نَدْرًا) أَيْ مَعَ الْجَهْرِيَّةِ وَإِنْ كَانَ
مَأْمُومًا، وَلَوْ فِي قَضَائِهَا وَلَيْسَ التَّكْبِيرُ الْمَذْكُورُ فَرْضًا وَلَا
بَعْضًا، وَإِنَّمَا هُوَ هَيْئَةً كَالتَّعَوُّدِ وَدُعَاءِ الافْتِتَاحِ فَلَا يَسْجُدُ
لِتَرْكِهِ- إلى أن قال-. (قَوْلُهُ: مَا لَمْ يَشْرَعْ) أَيْ يُسَنُ التَّكْبِيرُ
مَا لَمْ يَشْرَعْ فِي الْقِرَاءَةِ فَإِنْ شَرَعَ فِيهَا قَبْلَ التَّكْبِيرَاتِ فَإِنْ
كَانَتْ تِلْكَ الْقِرَاءَةُ التَّعَوُّذَ أَوِ السُّوَرَ قَبْلَ الْفَاتِحَةِ لَمْ
تَفُتْ وَإِنْ كَانَتِ الْفَاتِحَةَ فَاتَتْ لِفَوَاتِ تَحَلَّهَا فَلَا يُسَنُ الْعَوْدُ
إِلَيْهَا، فَإِنْ عَادَ إِلَيْهَا قَبْلَ الرُّكُوعِ عَامِدًا عَالِمًا لَا تَبْظُلُ
صَلَاتُهُ، أَوْ بَعْدَ الرُّكُوعِ بِأَنِ ارْتَفَعَ لِيَأْتِيَ بِهَا بَطَلَتْ صَلَاتُهُ
(قَوْلُهُ: وَلَا يُتَدَارَكُ فِي الثَّانِيَةِ) الْفِعْلُ مَبْنِيٌّ لِلْمَجْهُولِ،
وَنَائِبُ فَاعِلِهِ ضَمِيرُ يَعُودُ عَلَى التَّكْبِيرِ، أَيْ لَا يُؤْتَى بِهِ مَعَ
تَكْبِيرَاتِ الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ وَهَذَا مُعْتَمَدُ ابْنِ حَجَرٍ وَجَزَمَ الرَّمْلِيُّ
عَلَى سُنِّيَّةِ تَدَارُكِهَا فِي الثَّانِيَةِ مَعَ تَكْبِيرِهَا قِيَاسًا عَلَى
قِرَاءَةِ الجمعة في الرَّكْعَةِ الْأُولَى مِنْ صَلَاةِ الجُمُعَةِ، فَإِنَّهُ إِذَا
تَرَكَهَا فِيهَا سُنَّ لَهُ أَنْ يَقْرَأَهَا فِي الثَّانِيَةِ مَعَ الْمُنَافِقِينَ.
(حاشية إعانة الطالبين: ج 1، ص ۳۰۱)
Dan ia mengucapkan takbir sunnah pada rakaat
pertama sholat Idul Fitri dan Idul Adha, meskipun sudah qadha (telat) dengan
cara yang tepat setelah membaca takbir tujuh kali pada rakaat pertama, kemudian
membaca lima takbir pada rakaat kedua sebelum berwudhu, sambil mengangkat kedua
tangannya bersamaan dengan setiap takbirnya selama belum memulai membaca
Al-Quran. Dan jika ia meninggalkan takbir pada rakaat pertama, ia tidak dapat
menggantinya di rakaat kedua. Ucapannya: dan dia mengangkat takbir sedikit
keras) yaitu dengan suara keras bahkan jika sebagai makmum dalam shalat yang
sedang dia qadha, dan takbir yang dimaksudkan tersebut bukanlah fardhu ataupun
sunnah muakkadah, melainkan hanya berupa kebiasaan seperti tata cara membaca
bismillah dan doa iftitah. Oleh karena itu, tidak diwajibkan untuk sujud karena
meninggalkannya.
(Ucapannya: selama tidak dianjurkan) yaitu
dianjurkan untuk mengucapkan takbir selama tidak dianjurkan dalam bacaan. Namun
jika sudah diwajibkan dalam bacaan sebelum takbiratul ihram, maka bacaan
tersebut seperti ta'awwudz atau surat sebelum al-Fatihah tidak terlewatkan,
tetapi jika al-Fatihah terlewatkan, maka terlewatlah sebab telah melupakan
kewajibannya. Tidak disunahkan untuk kembali membaca al-Fatihah, namun jika dia
kembali membacanya sebelum ruku' dengan sengaja dan menyadarinya, maka
shalatnya tidak batal. Namun jika dia kembali membaca al-Fatihah setelah ruku',
maka shalatnya batal.
(Ucapannya: dan tidak dikejar pada rakaat kedua)
kata kerja tersebut bersifat pasif, dan pelaku yang dimaksud adalah takbir.
Artinya, takbir tidak dibaca bersamaan dengan takbir rakaat kedua. Ini adalah
pendapat Ibnu Hajar yang dianggap sahih, dan juga pendapat Ramli yang
mengatakan bahwa mengejar takbir pada rakaat kedua dengan mengacu pada bacaan
Al-Jum'ah pada rakaat pertama tidak disunahkan. Jika meninggalkannya pada
rakaat pertama, maka dianjurkan untuk membacanya pada rakaat kedua bersama
dengan munafik. (Hasyiyah
‘Ianah al-Thalibin, 1:301)
Posting Komentar untuk "IMAM SHALAT HARI RAYA LUPA TAKBIR TUJUH KALI"