Hukum Anak Mengakikahi Orang Tuanya

Sumber Gambar: liputan6.com


HUKUM ANAK MENGAQIQOHI ORANG TUA

Aqiqoh adalah salah satu sunnah dalam islam yang dilaksanakan sebagai bentuk syukur atas kelahiran anak, akan tetapi tidak sedikit dari orang yang masih belum diaqiqohi oleh orang tuanya sampai beranjak dewasa bahkan sampai berkeluarga dan mempunyai anak. Seiring dengan berjalannya waktu anak sudah mapan dan berkecukupan berinisiatif melakukan aqiqoh untuk orang tua mereka sebagai bentuk penghormatan dan balas  jasa orang tua.

Bagaimana hukum anak mengaqiqohi orang tua?

Dalam kasus ini jawabannya di tafsil : 

  1. Ketika Orang tua masih hidup maka hukumnya boleh tetapi terhitung shodaqoh karena aqiqoh itu adalah tanggungan orang tua, jika anak sampai usia baligh masih belum aqiqoh maka kewajibannya orang tua mengaqiqohi gugur. 

  2. Ketika Orang Tua sudah meninggal hukumnya tidak boleh kecuali dapat wasiat dari orang tua.

قَوْلُهُ : ( تُسَنُّ الْعَقِيقَةُ أَى لِأَخْبَارٍ وَرَدَتْ فِيهَا كَخَبَرِ : (الْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ ، وَيُحْلِقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى) رَوَاهُ التِّرْمِذِىُّ وَقَالَ : حَسَنٌ صَحِيحٌ ، وَالْمَعْنَى فِيهِ إظْهَارُ الْبِشْرِ وَالنِّعْمَةِ وَنَشْرُ النَّسَبِ ، وَإِنَّمَا لَمْ تَجِبْ ؛ لِأَنَّهَا كَالْأُضْحِيَّةِ بِجَامِعٍ أَنَّ كُلًّا مِنْهُمَا إرَاقَةُ دَمٍ بِغَيْرِ جِنَايَةٍ وَالْخَبَرِ أَبِى دَاوُد : (مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْسَكَ عَنْ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ) وَلِذَا قَالَ الشَّافِعِيُّ : أَفْرَطَ فَى الْعَقِيقَةِ رَجُلَانِ رَجُلٌ قَالَ : إنَّهَا بِدْعَةٌ ، وَرَجُلٌ قَالَ : هِيَ وَاجِبَةٌ، يَعْنَى الْحَسَنَ الْبِصَّ وَاللَّيثَ ، وَمَعْنَى مُرْتَهِنٌ بِعَقِيقَتِهِ قِيلَ لَا يَنْمُو نُمُوَّ مِثْلِهِ حَتَّى يُعَقَّ عَنْهُ . قَالَ الْخَطَّابِيُّ : وَأَجْوَدُ مَا قِيلَ فِيهِ مَا ذَهَبَ إلَيْهِ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ : إنَّهُ إنَّمَا لَمْ يُعِقْ عَنْهُ لَمْ يَشْفَعْ لِوَالِدَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، أَى : لَمْ يُؤْذَنْ لَهُ فَى الشَّفَاعَةِ ، وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِهَا ، إمَّا لِكَوْنِهِ مَاتَ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا ، وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الصَّلَاحِ، وَيَدْخُلُ وَقْتُهَا بِالْوِلَادَةِ وَلَا آخِرَ لَهُ فَلَا تُفُوْتُ مَوْتَ الْوَلَدِ، وَلَا بِطُولِ الزَّمَنِ، بَلْ يَنْتَقِلُ طَلَبُهَا بِالْبُلُوغِ مِنْ الْأَبِ إلَى الْوَلَدِ فَيُخَيِّرُ فَى الْعَقِّ عَنْ نَفْسِهِ، وَلَوْ لَمْ تُطْلَبْ مِنْ الْأَبِ لِفَقْرِهِ لَمْ تُطْلَبْ مِنْ الْوَلَدِ عَلَى الْمُعْتَمِد. (حاشية الشرقاوي : ج٢، ص٤٧٥)

Artinya : Disunnahkan melaksanakan aqiqah berdasarkan beberapa hadis yang datang mengenainya, seperti hadis: 'Seorang anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.' Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, yang mengatakan bahwa hadis tersebut hasan sahih. Maknanya adalah sebagai bentuk ungkapan rasa bahagia dan syukur atas nikmat serta untuk menegaskan silsilah keturunan. Hanya saja, aqiqah tidak wajib karena ia seperti kurban (udhiyah), yaitu sama-sama berupa penyembelihan hewan tanpa adanya sebab pelanggaran (dosa). Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud disebutkan: 'Barang siapa yang ingin ber-aqiqah untuk anaknya, maka hendaklah ia melakukannya.' Oleh sebab itu, Imam Syafi'i berkata: Ada dua kelompok yang berlebihan mengenai aqiqah. Pertama, orang yang mengatakan bahwa aqiqah adalah bid'ah. Kedua, orang yang mengatakan bahwa aqiqah adalah wajib.' Imam Syafi'i merujuk pada pendapat Hasan al-Bashri dan al-Laits. Adapun makna 'tergadaikan dengan aqiqahnya' ada yang mengatakan bahwa anak tersebut tidak tumbuh dengan pertumbuhan yang sempurna sampai dia di-aqiqahi. Al-Khattabi mengatakan bahwa pendapat yang paling baik dalam hal ini adalah pendapat Ahmad bin Hanbal, yaitu bahwa seorang anak yang tidak di-aqiqahi tidak akan memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya pada hari kiamat, meskipun dia layak untuk memberikan syafaat, baik ia wafat saat kecil maupun besar, selama ia termasuk orang saleh. Dan masuk waktunya aqiqoh itu disebabkan karena lahirnya bayi, dan tidak ada akhirnya untuk mengaqiqohi bayi, dan waktu mengaqiqohi itu tidak hilang disebabkan karena matinya orang yang akan diaqiqohi, dan waktunya mengaqiqohi itu tidak hilang disebabkan karena lamanya waktu. Tetapi, anjuran aqiqoh berpindah sebab baligh dari ayah kepada anak, dan anak diberikan pilihan untuk mengaqiqohi dirinya sendiri. Dan jika aqiqoh tidak dianjurkan dilakukan oleh ayahnya karena ketidak mampuannya, maka aqiqoh tidak dianjurkan oleh seorang anak menurut pendapat yang lebih shohih. (Hasyiyatus Syarqowi : Juz 2, Hal 475).


( وَلَا تَضْحِيَّةَ لِاَحَدٍ عَنْ آخَرَ بِغَيْرِ إذْنِهِ وَلَوْ) كَانَ ( مَيِّتًا ) كَسَائِرِ الْعِبَادَاتِ بِخِلَافِ مَا إذَا أَذِنَ لَهُ كَالزَّكَاةِ . وَصُورَتُهُ فِي الْمَيِّتِ أَنْ يُوصِيَ بِهَا ، وَاسْتَثْنَى مِنْ اعْتِبَارِ الْاذْنِ ذَبْحَ أَجْنَبِيٍّ مُعَيَّنَةٍ بِالنَّذْرِ بِغَيْرِ إذْنِ النَّاذِرِ ، فَيَصِحُّ عَلَى الْمَشْهُورِ وَيُفَرِّقُ صَاحِبُهَا لَحْمَهَا ، لِانَّ ذَبْحَهَا لَا يَفْتَقِرُ إلَى نِيَّةٍ كَمَا مَرَّ. (فتح الوهاب: ج ٢، ص ٣٣٠)

Artinya : Dan tidak ada penyembelihan untuk orang lain tanpa ada izin darinya, meskipun dia telah meninggal, seperti halnya ibadah lainnya, berbeda dengan ketika ia memberi izin, seperti zakat. Dan contoh dalam hal orang yang telah meninggal adalah si mayit mewasiatkannya. Mengecualikan dari pertimbangan izin adalah penyembelihan hewan yang ditentukan dengan nadzar oleh orang lain tanpa seizin orang yang bernazar. Maka hal ini sah menurut pendapat yang masyhur, dan pemiliknya dapat membagikan dagingnya, karena penyembelihannya tidak memerlukan niat, sebagaimana yang telah disebutkan. (Fathul Wahab : Juz 2, Hal 330).


Penulis           : Akhmad Baihaqi

Perumus       : Ust. M. Khafidz Ainul Yaqin, M. AP

Mushohih    : Ust. Durotun Nasikhin, M. Pd.


Daftar pustaka

al-Azhari, Syaikh Abdullah bin Hijaz bin Ibrahim (W. 1227 H), Hasyiyah Syarqowi : Dar Al-Kotob Al-ilmiyah, Beirut, Lebanon : Cet. pertama tahun 1418 H / 1997 M. sebanyak 4 jilid.

al-Anshari, Abu Yahya Zakaria (W. 926 H),  Fath al-Wahhab : Dar Al-Kotob Al-ilmiyah, Beirut, Lebanon : Cet. pertama tahun 1418 H / 1998 M. sebanyak 2 jilid. 

=====================================================


=============================================





Posting Komentar untuk "Hukum Anak Mengakikahi Orang Tuanya"