HUKUM JAMAAH HAJI YANG BERSTATUS MUHRIM DIPULANGKAN PAKSA DENGAN ALASAN PENYELIDIKAN

 

Sumber Gambar: republika.id

HUKUM JAMAAH HAJI YANG BERSTATUS MUHRIM DIPULANGKAN PAKSA DENGAN ALASAN PENYELIDIKAN

Haji adalah salah satu rukun Islam kelima dan merupakan ibadah yang wajib hukumnya bagi umat Islam yang baligh, berakal, merdeka, dan mampu baik dari segi fisik maupun materi. Pada saat musim haji, terdapat seorang jamaah haji yang sudah melaksanakan salah satu rukun haji yakni ihram. Setelah melaksanakan ihram, ternyata ia terindikasi kasus korupsi dan akan segera dipulangkan paksa oleh pemerintah Indonesia guna dilaksanakan penyelidikan dalam kasus tersebut. Sementara, ihramnya belum selesai dan belum tahallul

Bagaimanakah hukum jamaah haji yang berstatus muhrim dipulangkan paksa dengan alasan penyelidikan seperti persoalan diatas? Dan bagaimana solusinya?

Boleh, namun ia harus keluar dari status ihramnya dengan cara bertahallul terlebih dahulu sebelum kembali ke negara asal. Karena, dalam hal ini penyelidikan termasuk halangan dalam keadaan khusus (diserupakan dengan seseorang yang terhalang haji karena hutang dan tidak mampu membayarnya) dan kedua-duanya merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari (dipaksa).

(وَقِيلَ لَا تَتَحَلَّلُ الشَّرْدِمَةُ) بِمُعْجَمَةٍ، وَهِيَ طَائِفَةٌ أُحْصِرَتْ مِنْ بَيْنِ رِقَةِ لِأَنَّ الْحَصْرَ لَمْ يَعُمَّ الْكُلَّ، فَأَشْبَهَ الْمَرَضَ وَخَطَأَ الطَّرِيقِ، وَالصَّحِيحُ الْجَوَازُ كَمَا فِي الْحَصْرِ الْعَامِّ لِأَنَّ مَشَقَّةَ كُلِّ وَاحِدٍ لَا تَخْتَلِفُ بَيْنَ أَنْ يَتَحَمَّلَ غَيْرُهُ مِثْلَهَا أَوْ لَا يَتَحَمَّلُ. وَأَمَّا الْحَصْرُ الْخَاصُ وَهُوَ الْمَانِعُ الثَّانِي بِأَنْ حُبِسَ ظُلْمًا : كَأَنْ حُبِسَ بِدَيْنِ وَهُوَ مُعْسِرٌ بِهِ فَإِنَّهُ يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَتَحَلَّلَ كَمَا فِي الْحَصْرِ الْعَامِّ لِمَا مَرَّ. فَإِنْ قِيلَ قَوْلُ الْأَصْحَابِ : إِنَّ الْمُفْلِسَ الْمَحْبُوسَ ظُلْمًا يَتَحَلَّلُ لِأَنَّ فِي بَقَائِهِ عَلَى الْإِحْرَامِ مَشَقَّةٌ كَمَا في حَصْرِ الْعَدُوِّ مُشْكِلٌ ؛ لِأَنَّهُ إِذَا حُبِسَ تَعَدِّيَّا لَمْ يَسْتَفِدْ بِالتَّحَلُّلِ الْخَلَاصَ مِمَّا فِيهِ كَالْمَرِيضِ وَلُحُوقُ الْمَشَقَّةِ بِالْبَقَاءِ عَلَى الْإِحْرَامِ غَيْرُ مُعْتَبَرٍ ، إِذْ هُوَ مَوْجُودٌ فِي الْمَرِيضِ، بَلْ حَالُ الْمَرِيضِ آكَدُ فَلَا وَجْهَ لِلتَّحَلُّلِ بِالْحَبْسِ. (مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ١،ص ٧٧٣)

"Dikatakan bahwa tidak boleh dibebaskan dari kewajiban haji atau ibadah tertentu bagi orang yang terhalang karena kondisi tertentu seperti sakit atau tersesat. Karena masih bisa mendapatkan keringanan. Jika seseorang terhalang secara umum (misalnya karena kondisi tertentu yang menghalangi semua kelompok), maka ia diperbolehkan untuk dibebaskan dari kewajiban tersebut. Hal ini disamakan dengan kondisi sakit atau tersesat. Adapun jika seseorang terhalang karena keadaan khusus, misalnya ia dipenjara karena hutang dan tidak mampu membayar, maka ia juga boleh dibebaskan (tahallul) dari kewajiban tersebut sama seperti orang yang terhalang secara umum. Ada juga pendapat dari para ulama bahwa orang yang terhalang atau dipenjara secara tidak adil (seperti orang yang bangkrut dan dipenjara karena hutangnya) boleh dibebaskan dari kewajibannya karena keberlanjutan dalam keadaan terhalang itu memberi kesulitan yang besar, seperti halnya dalam kasus terhalang oleh musuh. Akan tetapi, jika orang yang dipenjara tetap dalam keadaan tersebut, ia tidak akan mendapatkan manfaat dari pembebasan dengan cara yang sama seperti orang yang sakit. Kesulitan yang timbul dari tetap berada dalam keadaan terhalang itu tidak dianggap sebagai alasan yang sah, karena situasi orang sakit lebih mengutamakan alasan pembebasan, sehingga dalam kasus penahanan, tidak ada alasan yang cukup kuat untuk dibebaskan." (Mughni al-Muhtaj Ila Ma’rifat Ma’ani al-Fazh al-Minhaj, 1:773)

Catatan: 

Apabila memungkinkan untuk menunda proses penyelidikan, sebaiknya pemerintah yang bersangkutan menunggu seseorang tersebut sampai hajinya selesai. Karena di Indonesia pelaksanaan haji tidak sewaktu-waktu bisa berangkat, dan kendala tersebut tidak memungkinkan bagi seseorang untuk menjalani haji lagi di tahun depan. 


Penulis : Aida Fitriyah Bisri, S.Psi

Perumus : Ust. Alfandi Jaelani, MT

Mushohih : KH. Afif Dimyati, S.Pd


Daftar Pustaka

As-Syarbini, Muhammad Syamsuddin bin Khotib As-Syarbini (W. 977 H), Mughni al-Muhtaj Ila Ma’rifat Ma’ani al-Fazh al-Minhaj: Daar el-Marefah, Beirut, Lebanon: 1998, Sebanyak 4 jilid.

=================================================================




Posting Komentar untuk "HUKUM JAMAAH HAJI YANG BERSTATUS MUHRIM DIPULANGKAN PAKSA DENGAN ALASAN PENYELIDIKAN"