Hukum Meminta Tarif Parkir di Halaman Masjid

 

Sumber Gambar: tribunnews.com

HUKUM MENARIK TARIF PARKIR DI HALAMAN MASJID

 

Jukir adalah orang yang bekerja membantu mengatur kendaraan yang keluar masuk tempat parkir. Sudah menjadi tradisi bahwasanya parkir itu diminta jasa/upah parkir. Di suatu daerah ada bangunan masjid yang sangat megah dan bersih. Terlihat dari semua fasilitas yang disediakan oleh masjid tersebut. Dari semua fasilitas yang ada dikenakan biaya penanganan atau tarif yang telah ditentukan. Seperti halnya untuk parkir kendaraan para jama’ah. Jukir mengatakan biaya tersebut untuk keamanan serta kenyamanan para jama’ah. Sedangkan masjid adalah tempat ibadah bukan tempat untuk menghasilkan uang.

Bagaimana hukum jukir yang menarik tarif parkir di halaman masjid tersebut?

Boleh

Praktik penarikan tarif parkir untuk jasa penjagaan kendaraan di lahan parkir  masjid dibenarkan secara hukum syariat Islam dengan menggunakan konsep akad ijarah fi al-dzimmah yang menjadi dasar hukumnya. Ijarah fi al-dzimmah merupakan jenis sewa yang lebih umum, di mana seseorang menyewa jasa atau kemampuan orang lain untuk melakukan suatu pekerjaan. Seperti halnya jasa keamanan dari juru parkir yang disewa oleh pengurus masjid untuk menjaga kendaraan para jama’ah.


وَالثَّانِي: إِجَارَةُ ذِمَّةٍ، وَعَلَى هَذَا إِنَّمَا تَكُونُ إِجَارَةُ عَيْنٍ إِذَا زَادَ فَقَالَ: اسْتَأْجَرْتُ عَيْنَكَ أَوْ نَفْسَكَ لِكَذَا، أَوْ لِتَعْمَلَ بِنَفْسِكَ كَذَا. (روضة الطالبين: ج ٣، ص ١٧٤)


“Dan yang kedua adalah sewa atas janji (atau bisa diartikan sebagai sewa jasa), dan berdasarkan hal tersebut maka sewa atas suatu benda (barang) hanya terjadi jika ada tambahan perkataan seperti: 'Aku menyewa jasamu atau dirimu untuk melakukan sesuatu', atau 'Aku menyewa dirimu untuk bekerja melakukan sesuatu.” (Raudhah al-Thalibin, 3:174)


Dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin juga menjelaskan bahwasanya harta wakaf yang telah diserahterimakan untuk masjid dapat digunakan secara mutlak untuk segala kebutuhan yang berkaitan dengan masjid. Penggunaan harta wakaf tersebut tidak terbatas pada pembangunan dan pemeliharaan fisik bangunan masjid, melainkan mencakup pula pembiayaan operasional seperti pembayaran gaji kepada pengurus masjid yang menjalankan tugas selain menjadi imam atau muadzin.


قَالَ الْخَطِيبُ فِي الْمُغْنِي : وَيُصَرَّفُ الْمَوْقُوفُ عَلَى الْمَسْجِدِ وَقْفًا مُطْلَقًا عَلَى عِمَارَتِهِ فِي الْبِنَاءِ وَالتَّجْصِيْصِ الْمُحْكَمِ وَالسَّلَمِ وَالسَّوَارِي لِلتَّظْلِيلِ بِهَا ، وَالْمَكَانِسِ وَالْمَسَاحِى لِيَنْقُلَ بِهَا التُّرَبَ وَفِي ظِلَّةٍ تَمْنَعُ حَطَبَ الْبَابِ مِنْ نَحْوِ الْمَطَرِ إنْ لَمْ تَضُرَّ بِالْمَارَّةِ ، وَفِي أُجْرَةِ قَيِّمٍ لَا مُؤَذِّنٍ وَإِمَامٍ وَحَصْرٍ وَدَهْنٍ ، لِأَنَّ الْقَيِّمَ يَحْفَظُ الْعِمَارَةَ بِخِلَافِ الْبَاقِي ، فَإِنْ كَانَ الْوَقْفُ لِمَصَالِحِ الْمَسْجِدِ صَرَفَ مِنْ رَيْعِهِ لِمَنْ ذُكِرَ لَا لِتَزْوِيقِهِ وَنَقْشِهِ ، بَلْ لَوْ وَقَفَ عَلَيْهَا لَمْ يَصِحَّ اهــ . وَاعْتَمَدَ فِي النِّهَايَةِ أَنَّهُ يُصْرَفُ لِلْمُؤَذِّنِ وَمَا بَعْدَهُ فِي الْوَقْفِ الْمُطْلَقِ أَيْضًا ، وَيَلْحَقُ بِالْمُؤَذِّنِ الْحَصْرُ وَالدَّهْنُ. (بغية المسترشدين: ص ١٠٨-١٠٩)


“Khatib dalam al-Mughni berkata: "Harta wakaf yang diperuntukkan untuk masjid, maka wakaf tersebut dapat digunakan secara mutlak untuk pembangunan dan pemeliharaannya, seperti untuk pembangunan, plesteran yang kokoh, tangga, dan tiang-tiang untuk atap, serta sapu dan alat untuk mengangkut tanah. Juga dapat digunakan untuk membuat naungan yang melindungi kayu pintu dari hujan, asalkan tidak mengganggu pejalan kaki, dan untuk membayar gaji bagi pengurus masjid yang bukan imam atau muadzin, serta untuk membeli tikar dan cat, karena pengurus masjid bertugas menjaga pemeliharaan bangunan, berbeda dengan yang lainnya. Jika wakaf tersebut ditujukan untuk kepentingan masjid, maka hasilnya dapat diberikan kepada orang yang disebutkan, bukan untuk memperindah dan menghiasnya. Bahkan, jika wakaf diberikan untuk tujuan tersebut, maka tidak sah. Dalam al-Nihayah, diambil kesimpulan bahwa hasil wakaf yang bersifat mutlak juga dapat diberikan untuk gaji muadzin dan lainnya, dan yang terkait dengan muazin, seperti untuk tikar dan cat, juga termasuk dalam hal ini.” (Bughyah al-Mustarsyidin: 108-109)


Penulis       : Ulfatul Chasanah

Perumus : Ust. M. Faisol,  S.Pd.I

Mushohih : Ust. Samuji


Daftar Pustaka

al-Nawawi, Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syaraf (W. 676 H), Raudhah al-Thalibin, Maktab al-Islami, Beirut, Lebanon, 1412 H. Sebanyak 12 jilid. 

al-Hadrami, Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar (1320 H), Bughyah al-Mustarsyidin, Dar al-Fikr, Beirut, Lebanon, 1414 H. 

===================================================================


==================================================================


==================================================================






Posting Komentar untuk "Hukum Meminta Tarif Parkir di Halaman Masjid"