Sumber Gambar: id.theasianparent.com
HUKUM MENARIK UCAPAN TALAK DAN MENGGANTI DENGAN TALAK BARU
Talak adalah salah satu bentuk perceraian dalam hukum Islam yang memberikan hak kepada suami untuk memutuskan ikatan pernikahan dengan istrinya. Dalam fiqh, talak memiliki beberapa kategori, di antaranya talak satu (talak raj'i) dan talak tiga (talak bain). Talak raj'i memungkinkan suami untuk merujuk kembali kepada istrinya selama masa iddah, sedangkan talak bain tidak memberikan kesempatan rujuk kecuali melalui pernikahan baru. Penting untuk dicatat bahwa setiap jenis talak memiliki syarat dan ketentuan tertentu yang harus dipatuhi agar tidak melanggar prinsip-prinsip hukum Islam. Hal ini mencakup pertimbangan mengenai waktu pengucapan talak, kondisi emosional, serta niat dari suami saat memberikan talak.
Namun, terdapat situasi di mana seorang suami mengucapkan talak tiga kepada istrinya, tetapi beberapa jam kemudian menarik kembali ucapannya dan menyatakan bahwa talaknya hanya talak satu. Kondisi ini menimbulkan kebingungan, karena para ulama berbeda pendapat mengenai apakah penarikan talak setelah pengucapan talak tiga dapat diterima. Dengan demikian, situasi ini menimbulkan pertanyaan fiqih yang signifikan terkait keabsahan penarikan tersebut.
Apakah talak yang berlaku adalah talak tiga yang pertama kali diucapkan, atau talak satu yang diucapkan kemudian?
Tidak dapat menarik ucapan talaknya, dalam Kitab Fath al-Qarib al-Mujib halaman 47, dijelaskan bahwa Talak sharih (ucapan talak yang telah jelas diucapkan oleh suami) tetap dianggap sah meskipun suami kemudian mengatakan bahwa ia tidak berniat untuk menjatuhkan talak. Pernyataan tersebut tidak dapat diterima, sehingga talaknya tetap jatuh.
Talak sharih juga tidak memerlukan niat. Oleh karena itu, meskipun suami mengucapkannya secara tidak sengaja, talaknya tetap dianggap sah.
(وَالطَّلَاقُ ضَرْبَانِ: صَرِيْحٌ، وَكِنَايَةٌ)؛ فَالصَّرِيْحُ مَا لَا يَحْتَمِلُ غَيْرَ الطَّلاَقِ، وَالْكِنَايَةُ مَا تَحْتَمِلُ غَيْرُهُ. وَلَوْ تَلَفَّظَ الزَّوْجُ بِالصَّرِيْحِ، وَقَالَ: «لَمْ أُرِدْ بِهِ الطَّلاَقَ»، لَمْ يُقْبَلْ قَوْلُهُ؛ (فَالصَّرِيْحُ ثَلاَثَةُ أَلْفَاظٍ: الطَّلاَقُ) وَمَا اِشْتَقَ مِنْهُ، كَطَلَقْتُكِ، وَأَنْتِ طَالِقٌ وَمُطْلَقَةٌ، (وَالْفِرَاقُ، وَالسَّرَاحُ) كَفَارَقْتُكِ، وَأَنْتِ مُفَارِقَةٌ، وَسَرَحْتُكِ، وَأَنْتِ مُسَرِّحَةٌ. وَمِنَ الصَّرِيْحِ أَيْضًا الْخُلْعُ إِنْ ذُكِرَ الْمَالُ. وَكَذَا الْمُفَادَاةُ. (وَلَا يَفْتَقِرُ صَرِيْحُ الطَّلَاقِ إِلَى النِّيَةِ). (فتح القريب المجيب : ص ٤٧)
“Talak terbagi menjadi dua jenis: talak yang jelas (صريح) dan talak yang bersifat kiasan (كناية). Talak yang jelas adalah ungkapan yang tidak mengandung makna lain selain perceraian, sedangkan talak kiasan adalah ungkapan yang masih memungkinkan makna lain selain perceraian. Jika seorang suami mengucapkan kata-kata talak dengan jelas, seperti 'saya mentalakmu' atau 'kamu tertalak', lalu mengatakan bahwa ia tidak bermaksud menceraikan, maka ucapannya tidak diterima. Kata-kata talak yang jelas terdiri dari tiga istilah: الطلاق (talak) dan segala yang berhubungan dengannya, seperti 'saya mentalakmu' atau 'kamu tertalak'; الفراق (perpisahan), seperti 'saya memutuskan hubungan denganmu' atau 'kamu terpisah'; dan السراح (melepas), seperti 'saya melepasmu' atau 'kamu terlepas.' Termasuk juga dalam kategori talak yang jelas adalah الخلع (khulu’) jika disebutkan imbalan, begitu pula المفاداة (penebusan diri). Talak yang jelas tidak memerlukan niat untuk dianggap sah.” (Kitab Fath al-Qarib al-Mujib, 47)
Adapun mengenai jatuhnya talak berdasarkan cara pengucapan talak atau pengucapan talak dengan 3 talak sekaligus, terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ulama’, diantaranya :
Tetap Jatuh Talak Tiga
Menurut empat Imam Madzhab dan mayoritas ulama’, jika mengucapkan tiga talak sekaligus maka hal tersebut akan tetap sah talaknya atau tetap jatuh talak tiga.
Hanya Jatuh Talak Satu
Sedangkan menurut pendapat Imam Thawus dan sebagian ulama’ Dzahiriyah mengatakan bahwa tidak dapat mengucapkan tiga talak sekaligus sehingga jatuhnya hanya talak satu.
Diterangkan dalam Kitab Syarh an-Nawawi, juz 10, halaman 70
وَقَدِ اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِيمَنْ قَالَ لِامْرَأَتِهِ أَنْتِ طَالِقٌ ثَلَاثًا فَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَمَالِكٌ وَأَبُوْ حَنِيفَةَ وَأَحْمَدُ وَجَمَاهِيرُ الْعُلَمَاءِ مِنَ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ يَقَعُ الثَّلَاثُ وَقَالَ طَاوُسٌ وَبَعْضُ أَهْلِ الظَّاهِرِ لَا يَقَعُ بِذَلِكَ إِلَّا وَاحِدَةً وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنِ الْحَجَّاجِ بْنِ أَرَطْأَةَ وَمُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ وَالْمَشْهُورُ عَنِ الْحَجَّاجِ بْنِ أَرْطَأَةَ أَنَّهُ لَا يَقَعُ بِهِ شَيْءٌ وَهُوَ قَوْلُ بْنُ مُقَاتِلٍ وَرِوَايَةٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ وَاحْتَجَّ هَؤُلَاءِ بِحَدِيْثِ بْنِ عَبَّاسٍ هَذَا وَبِأَنَّهُ وَقَعَ فِي بَعْضِ رِوَايَاتِ حَدِيْثِ بْنُ عُمَرَ أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ ثَلَاثًا فِي الْحَيْضِ وَلَمْ يَحْتَسِبْ بِهِ وَبِأَنَّهُ وَقَعَ فِي حَدِيْثِ رُكَانَةَ أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ ثَلَاثًا وَأَمَرَهُ رَسُولُ اللهِ ﷺ بِرَجْعَتِهَا (شرح النووي على صحيح مسلم : ج ١٠، ص ٧٠)
“Para ulama berbeda pendapat mengenai seseorang yang mengatakan kepada istrinya, "Engkau tertalak tiga." Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan mayoritas ulama dari kalangan salaf dan khalaf berpendapat bahwa talak tiga jatuh sekaligus. Namun, Thawus dan sebagian ulama Dzahiriyah berpendapat bahwa talak tersebut hanya jatuh satu kali. Ini juga merupakan riwayat dari Al-Hajjaj bin Arta'ah dan Muhammad bin Ishaq. Yang masyhur dari Al-Hajjaj bin Arta'ah adalah bahwa talak tersebut tidak menyebabkan talak apapun. Ini juga pendapat dari Ibnu Muqatil dan riwayat lain dari Muhammad bin Ishaq. Mereka yang berpendapat demikian berdalil dengan hadis Ibnu Abbas dan beberapa riwayat dari hadis Ibnu Umar yang menyatakan bahwa ia menceraikan istrinya tiga kali dalam keadaan haid, dan talaknya tidak dihitung. Mereka juga berdalil dengan hadis Rukanah, di mana ia menceraikan istrinya tiga kali dan Rasulullah s.a.w memerintahkannya untuk rujuk kembali.” (Kitab Syarh an-Nawawi ‘ala Shohih Muslim, 10 : 70)
Penulis : Yuana Putri Najwa
Perumus : Teguh Pradana, S.P
Mushohih : Gus Muhammad Agung Shobirin, M.Ag
Daftar Pustaka
bin Qasim, Muhammad bin Qasim bin Muhammad bin Muhammad bin Abu Abdullah bin Syamsuddin al-Ghazi (W. 918 H), Fath al-Qarib al-Mujib : Dar Ibn Hazm, Beirut, Lebanon : 1425 H - 2005 M.
an-Nawawi, Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Sharaf an-Nawawi (W. 676 H), Syarh an-Nawawi ‘Ala Shohih Muslim, Dar Ihya' al-Turath al-Arabi, Beirut : 1392 H.
================================================
================================================
Posting Komentar untuk "Hukum Menarik Ucapan Talak dan Mengganti dengan Talak Baru"