HUKUM MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH BAGI ANAK DOWN SINDROM

 Sumber Gambar:  suara.com

HUKUM MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH BAGI ANAK DOWN SINDROM

Zakat fitrah merupakan kewajiban seorang muslim yang harus mengeluarkan sebagian hartanya 1 tahun sekali pada setiap bulan ramadhan baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Zakat fitrah bertujuan untuk mensucikan harta dan diri manusia setelah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Perlu kita ketahui, down syndrome adalah kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya memiliki tingkat kecerdasan rendah dan kelainan fisik yang khas. Selain memengaruhi fisik, down syndrome juga menghambat perkembangan anak dalam beragam aspek, yaitu: membaca, berhitung, berbicara atau berbahasa, berjalan atau bergerak, mengingat baik dalam jangka pendek maupun panjang.

Sehingga dalam masalah fiqih mengqiyaskan orang berkelainan down syndrome termasuk dalam kategori al-majnun (orang gila) dan tidak termasuk dalam kategori mukallaf karena salah satu dari syarat disebut mukallaf adalah berakal sehat (al-‘aqlu wa fahmul khithab). Dalam definisi fiqih klasik perihal disabilitas mental dan intelektual, antara lain adalah junun atau gila, sakran atau mabuk, ighma’ atau ayan/epilepsi, serta ahmaq atau “sangat bodoh”. ODGJ dapat diserupakan dengan kasus yang ada dalam kitab-kitab fiqih klasik tersebut. Baik diserupakan dengan majnun atau gila, baik yang sifatnya menetap ataupun sesaat.

اَلْمَعْتُوهُ: هُوَ مَنْ كَانَ قَلِيلُ الْفَهْمِ، مُخْتَلِطُ الْكَلَامِ، فَاسِدُ التَّدْبِيرِ لِاضْطِرَابِ عَقْلِهِ، سَوَاءٌ مِنْ أَصْلِ الْخِلْقَةِ أَوْ لِمَرَضٍ طَارِئٍ (الفقه الإسلامي وأدلته : ج ٥ ص ٤٣٨)

“Al-Ma’tûh adalah orang yang kemampuan pemahamannya sedikit, pembicaraannya kacau, susah mengatur diri karena gangguan akalnya. Baik itu dari lahir atau karena penyakit yang datang.” Al-Fiqhul Islâmi wa Adillatuh. ( juz 5, halaman 438)

  1. Apakah wajib bagi penyandang disabilitas mental mengeluarkan zakat?

Wajib

Kewajiban zakat tidak terkait dengan perbuatan anak kecil dan penyandang disabilitas mental, melainkan dengan harta kekayaan dan tanggung jawabnya. 

 menurut Imam Saifuddin Abu al-Hasan Ali bin Abi Ali bin Muhammad al-Amidi (631 H) dalam karyanya al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam (juz 1, hal. 202).

فَإِنْ قِيْلَ: إِذَا كَانَ الصَّبِيُّ وَالْمَجْنُونُ غَيْرَ مُكَلَّفٍ فَكَيْفَ وُجِبَتْ عَلَيْهِمَا الزَّكَاةُ وَالنَّفَقَاتُ وَالضَّمَانَاتُ، وَكَيْفَ أَمْرُ الصَّبِيِّ الْمُمَيِّزِ بِالصَّلَاةِ؟

قُلْنَا: هَذِهِ الْوَاجِبَاتُ لَيْسَتْ مُتَعَلِّقَةً بِفِعْلِ الصَّبِيِّ وَالْمَجْنُونِ بَلْ بِمَالِهِ أَوْ بِذِمَّتِهِ. فَإِنَّهُ أَهْلٌ لِلذِّمَّةِ بِإِنْسَانِيَّتِهِ الْمُهَيَّأَةِ بِهَا لِقَبُولِ فَهْمِ الْخِطَابِ عِنْدَ الْبُلُوغِ، بِخِلَافِ الْبَهِيمَةِ وَالْمُتَوَلِّي لِأَدَائِهَا الْوَلِيُّ عَنْهُمَا أَوْ هُمَا بَعْدَ الْإِفَاقَةِ وَالْبُلُوغِ وَلَيْسَ هَذَا مِنْ بَابِ التَّكْلِيفِ فِي شَيْءٍ . (الإحكام في أصول الأحكام : ج ١ص٢٠٢). 

“Jika ada pertanyaan, ‘Kalau memang anak kecil dan penyandang disabilitas mental itu tidak mukalaf, bagaimana mungkin mereka tetap wajib berzakat, menafkahi, dan menanggung ganti rugi dan bagaimana perintah anak yang sudah bisa membedakan (mumayyis) dalam shalat ?”  

“Jawabannya, kewajiban-kewajiban di atas, tak terkait dengan perbuatan anak kecil dan penyandang disabilitas mental, melainkan dengan harta kekayaan dan tanggung jawabnya. Sebab, melihat terhadap sisi kemanusiaan anak kecil tersebut yang berpotensi besar dapat memahami titah agama (khithab) kala besar nanti. Berbeda dengan binatang yang tak punya potensi sama sekali. Sementara yang terjun menjalankan kewajiban ini adalah wali masing-masing atas nama mereka, atau langsung mereka berdua, tetapi setelah si majnun sembuh dari gangguan mentalnya, dan si bocah telah beranjak baligh. Dan persoalan di atas sama sekali tidak termasuk kajian taklif dalam hal apapun.” (al-Ihkam fi Ushuli al-Ahkam, 1:202).

  1. Bagaimana cara mengeluarkan zakat tersebut?

YANG WAJIB MENGELUARKAN WALINYA 

Wajib bagi walinya mengeluarkan hartanya untuk anaknya, sebagaimana ia mengeluarkan ganti rugi atas kerusakan, nafkah kerabat, dan hak-hak lain yang menjadi tanggung jawab keduanya. Dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab (juz 6, hal 100).

يَلْزَمُ الوَلِيُّ إِخْرَاجَ فِطْرَةِ الصَّبِيِّ وَالمَجْنُونِ وَالمَحْجُورِ عَلَيْهِ بِسَفَهٍ مِنْ مَالِهِمْ، وَكَذَا فِطْرَةُ عَبِيدِهِمْ وَجَوَارِيهِمْ وَأَقَارِبِهِمْ الَّذِينَ يَلْزَمُهُمْ نَفَقَتُهُمْ، كَمَا يَلْزَمُهُ إِخْرَاجُ زَكَاةِ أَمْوَالِهِمْ وَقَضَاءُ دُيُونٍ وُجِبَتْ عَلَيْهِمْ بِإِتْلاَفٍ أَوْ غَيْرِهِ. (المجموع شرح المهذب ج ٦ ص ١٠٠ ).

“Wali wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk anak kecil, orang gila, dan orang yang dikenakan perwalian karena hutang dari harta mereka. Demikian pula zakat fitrah untuk para budak, hamba sahaya, dan kerabat mereka yang nafkahnya wajib ditanggung oleh wali tersebut, sebagaimana ia juga wajib mengeluarkan zakat harta mereka dan melunasi hutang yang wajib atas mereka karena perusakan”. (al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, 6:100).




Penulis : Alfiah Nurul Istiqomah

Perumus : M. Khafid Ainul Yaqin , M.AP

Mushohih : Durrotun Nasikhin, M.PD 



Daftar Pustaka

Az-Zukhaili, Prof. Dr. Wahbah (W. 1437 H), al-Fiqhu al-Islami wa Adallatuhu : Darrul fikri, Suroya Damaskus : 1404 H/1984M.

Al-Amidi, Imam Saifuddin Abu al-Hasan Ali bin Abi Ali bin Muhammad (W. 631 H), al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, Dar as-shomi’i, al-Riyad al-Saudi : 1424H/2003M. Sebanyak 4 jilid

An-Nawawi, Abu Zakariyah Muhyiddin bin Sharaf (W. 676 H), Al-Majmu’ Syarh al-Muhadhab : Idarah al-Thib’ah al-Maniriyah, Mathba’ah al-Tadhamun al-Ikhwani, kairo : 1344-1347 H.


==================================

===========================================



============================================






Posting Komentar untuk "HUKUM MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH BAGI ANAK DOWN SINDROM"