Sumber Gambar: QoalaApp
HUKUM MENJUAL BARANG YANG DISERVIS KARENA LAMA TIDAK DIAMBIL
Barang dan jasa (barang servis) memiliki pengertian yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi syariah yang mengatur segala aktivitas ekonomi sesuai dengan syariat Islam. Barang dalam Islam adalah segala sesuatu yang memiliki nilai dan dapat dimanfaatkan oleh manusia sesuai dengan ketentuan syariat. Barang bisa berupa benda fisik (tangible) seperti makanan, pakaian, atau properti. Barang servis juga bisa diartikan sebagai barang yang cacat dan tidak bersifat ringan, sehingga tidak bisa dihilangkan tanpa kesulitan yang berarti.
Dalam fenomena ini terdapat seorang tukang servis HP dimana tukang servis tersebut mendapatkan servisan hp dari pelanggannya ketika dicek ternyata kerusakan dari HP si pelanggan tergolong sangat parah sehingga biaya dari sperpat hpnya tergolong sangat mahal bahkan harganya melebihi harga hpnya pada saat awal membeli HP tersebut, itu pun belum dengan biaya servis dari hpnya setelah dijelaskan kepada customer tersebut menyatakan bahwasannya diperbaiki saja dikarenakan HP tersebut pemberian dari ibunya, setelah beberapa minggu hpnya sudah bisa dibenarkan kemudian si tukang servis tersebut menginformasikan kepada customer tersebut dengan anggaran biaya dan biaya servisnya sangat mahal ternyata customer tersebut tidak terima karena harga spare part HPnya 2 x lipat lebih mahal dari HPnya, kemudian si tukang servis menjelaskan memang spare part dari customer sangat langka maka sangat mahal dan sudah dijelaskan pada saat awal pengecekan HP dan customer sudah menerima tapi ternyata customer tidak kunjung mengambil sampai batas yang ditentukan pada saat perjanjian yaitu 3 bulan lamanya kemudian si tukang servis menghubungi kembali untuk mengambilnya tapi ternyata tidak ada respon dari customer, setelah itu customer membalas dengan berjanji akan mengambilnya dan dan mengatakan “tolong simpan dulu HP saya” tetapi sampai 2 bulan kemudian tidak kunjung datang. Akhirnya, tukang servis menjual barangnya dikarenakan tidak ada pemasukan sama sekali dan menginginkan untuk memutar uang hasil penjualan tersebut untuk modal usaha kembali.
Bagaimana hukum menjual barang yang diservis karena lama tidak diambil ?
Jawab :
Tidak Boleh
Menurut kitab Kanzu al-Roghibin halaman 156, Tidak Boleh, Karena barang tersebut bukan hak miliknya dan tidak mempunyai wewenang untuk menjual barang tersebut kecuali ada izin dari pemiliknya.
فَبَيْعُ الْفُضُولِيِّ بَاطِلٌ لِأَنَّهُ لَيْسَ بِمَالِكٍ وَلَا وَكِيلٌ وَلَا وَلِي وَفِي الْقَدِيمِ هُوَ مَوْقُوفٌ إِنْ أَجَازَ مَالِكُهُ أَوْ وَلِيُّهُ نَفَّذَ بِالْمُعْجَمَةِ وَإِلَّا فَلَا يُنَفِّذُ وَيَجْرِي الْقَوْلَانِ فِيمَا لَوِ اِشْتَرَى لِغَيْرِهِ بِلَا إِذَنْ بِعَيْنَ مَالِهِ أَوْ فِي ذِمَّتِهِ، وَفِيمَا لَوْ زَوَّجَ أُمَّةَ غَيْرِهِ أَوْ بِنْتُهُ، أَوْ طَلَّقَ مَنْكُوحَتَهُ أَوْ أَعْتَقَ عَبْدُهُ، أَوْ آجَرَ دَابَّتَهُ بِغَيْرِ إِذْنِهِ وَلَوْ بَاعَ مَالُ مُورِثِهِ ظانا حَيَاتَهُ وَكَانَ مَيْتَا بِسُكُونِ اليَاءِ صَحَّ فِي الْأَظْهَرِ لِتَبَيَّنَ أَنَّهُ مَلِكُهُ، وَالثَّانِي لَا يَصِحُّ لِظَنُّهُ أَنَّهُ لَيْسَ مَلِكُهُ، وَيَجْرِي الْخِلَاَفُ فَيَمَنُ زَوَّجَ أُمَّةَ مُورِثِهِ عَلَى ظَنٍّ أَنَّهُ حَيَّ فَبَانٍ مَيْتًا هَلْ يَصِحُّ النِّكَاحُ، قَالَ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ: وَالْأَصِحُّ صِحَّتَهُ (كنز الراغبين : ص ١٥٦)
“Jual beli fudluly adalah tidak sah karena ia merupakan akad yang dilakukan oleh bukan pemilik barang, dan bukan wakil serta bukan wali. Dalam qaul qadim Imam Syafii tidak dinyatakan mauquf (melihat illat hukumnya). Jika pemilik sempurna barang, atau walinya, memberi wewenang menjual, maka jual belinya sah. Namun bila tidak mendapat wewenang maka tidak sah. Untuk itu berlaku dua pendapat, (pertama) untuk kasus pembelian seseorang untuk orang lain - tanpa seizin orang tersebut – atas barang tertentu atau barang yang ada dalam tanggung jawabnya, dan (kedua) untuk kasus menikahkan perempuan amat milik orang lain, atau menikahkan anak gadis orang lain, atau menthalaqkan perempuan yang dinikahi orang lain, atau memerdekakan budaknya orang lain, menyewakan binatang orang lain, dengan tanpa seizin pemiliknya. Bahkan dalam kasus seandainya menjual harta yang akan diwarisinya secara dhanny (persangkaan) di masa masih hidupnya orang akan diwarisi yang pada akhirnya ia meninggal. Pendapat pertama, menurut qaul adhar - hukum sebagaimana dimaksudkan dalam dua kasus di atas - adalah sah karena jelasnya ia sebagai orang yang menguasainya. Pendapat kedua, tidak sah karena masih berupa persangkaan dan ini menunjukkan bukan penguasa barang. Berlaku perbedaan pendapat untuk kasus orang yang menikahkan perempuan amat milik orang yang akan diwarisi secara dhanny - dengan bekal persangkaan masih hidupnya orang tersebut, yang namun dalam faktanya ia telah meninggal – apakah sah pernikahannya? Imam Nawawi menyatakan dalam Al-Muhadzab: pendapat ashah adalah sah.” (Kanzul Roghibin, 156)
Seperti yang sudah dijelaskan pada keterangan di atas, ketika barang servis yang sudah selesai perbaikannya maka, status barang tersebut menjadi barang titipan (wadi’ah). Akad wadi’ah tidak untuk hak milik, hanya sebagai upaya melindungi dan menjaga barang titipan dari kerusakan.
هِيَ لُغَةً: الشَّيْءُ الْمَوْضُوْعُ عِنْدَ غَيْرِ صَاحِبِه لِلْحِفْظِ، ويُقَالُ: أوْدَعَهُ وَدِيْعَةً إِذَا دَفَعَهَا إلَيْهِ وقَرَّرَهَا فِي يَدِهِ أمَانَةً، ولِلَمْحِ الْأَمَانَةِ لَحِقَتْهَا اْلهَاءُ، ونَقَلَ اْلكَسَائِيُّ «أوْدَعَهُ إذَا قَبِلَ وَدِيْعَتَهُ»، وَهُوَ غَرِيْبٌ، فَتَكُوْنُ اللَّفْظَةُ مِنَ اْلأَضْدَادِ (التدريب في الفقه الشافعي: ج ٢، ص ٣٩٢)
"Al-Wadi'ah (titipan) secara bahasa: adalah sesuatu yang diletakkan pada orang lain untuk dijaga (sebagai amanah). Dikatakan: 'Awdha‘ahu wadi‘atan' berarti seseorang menyerahkan sesuatu kepadanya dan meneguhkannya di tangannya sebagai amanah. Kata ini memiliki kaitan dengan amanah, oleh karena itu ditambahkan huruf 'ha' pada akhirnya. Al-Kisai menyebutkan bahwa 'awdha‘ahu' juga bisa berarti "menerima titipan dari seseorang." Namun, makna ini dianggap aneh atau jarang digunakan. Oleh karena itu, kata 'awdha‘ahu' dianggap sebagai lafaz min al-adhdad (kata yang memiliki makna berlawanan). ( al-Tadrib fi Fiqh al-Syafi’i, 2; 392)
Penulis : Zuhrotul Mas’ udah
Perumus : Teguh Pradana, S.P
Mushohih : Gus. M. Agung Shobirin, M.Ag
Daftar Pustaka
al-Mahally, Al imam Jalaluddin bin Ahmad (wafat tahun 863 H), Kanzu al-Roghibin : Dar al-Fikr di Beirut : 1379 H. / 1960 M, disusun dalam 4 Jilid.
al-Balqini, Sirajuddin Abu Hafsh Umar bin Raslan al-Balqini al-Syafi’i, al-Tadrib fi al-Fiqh al-Syafi’i, Dar al-Qiblatain, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi., 1433 H - 2012 M, disusun dalam 4 jilid.
===================================================================
===================================================================
Posting Komentar untuk "HUKUM MENJUAL BARANG YANG DISERVIS KARENA LAMA TIDAK DIAMBIL "