HUKUM MENYANTUNI ANAK YATIM NON-MUSLIM

 


Sumber Gambar: kemenag.go.id

HUKUM MENYANTUNI ANAK YATIM NON-MUSLIM

Menyantuni anak yatim merupakan salah satu amal mulia dalam Islam, mencerminkan kasih sayang, perhatian, dan rasa tanggung jawab terhadap anak-anak yang orang tuanya telah meninggal dunia. Tindakan ini tidak hanya sekadar memberikan bantuan materi, tetapi juga mendukung secara emosional dan moral, membantu mereka tumbuh dengan baik dan mendapatkan pendidikan serta kasih sayang yang mungkin telah hilang.

Dalam konteks Islam, menyantuni anak yatim adalah bagian dari perintah Allah SWT, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an dan Hadis. Menjaga dan merawat anak yatim, termasuk yang tidak beragama Islam adalah bentuk kemanusiaan universal yang dijunjung tinggi dalam Islam. Meski terdapat perbedaan agama, Islam mengajarkan untuk tetap berbuat baik kepada siapa saja tanpa memandang keyakinan mereka.

Tindakan ini juga mengedepankan aspek kemanusiaan yang melampaui batas agama dan keyakinan. Islam mengajarkan bahwa seluruh manusia berasal dari satu sumber yang sama, dan nilai-nilai kasih sayang, empati, dan kemanusiaan adalah nilai-nilai yang harus diterapkan secara luas. Membantu anak yatim apapun agamanya adalah wujud nyata dari pengamalan ajaran rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). 

Bagaimanakah hukum menyantuni anak yatim non-muslim?

Boleh

Definisi yatim dijelaskan dalam Hasyiyah al-Syabramalsy ala Nihayah al Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, Juz 6 halaman 138. Anak yatim adalah mereka yang ditinggal wafat oleh ayahnya dan belum sampai pada waktu baligh. Baik baligh karena sudah mencapai usia baligh, yaitu 15 tahun atau karena mimpi basah. Oleh karena itu, tidak ada status yatim bagi anak yang sudah baligh.


(وَألثَّالِثُ اْليَتَمَى) لِلْاَيَةِ (وَهُوَ) ايْ اَلْيَتِيْمُ (صَغِيْرٌ) لَمْ يَبْلُغْ بِسِنٍّ أَوِ احْتِلَامٍ لِخَبَرٍ لاَ يُتِمَ بَعْدَ احْتِلاَمٍ (حاشية الشبراملسي على نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج: ج ٦ ،ص ١٣٨)

“Ketiga adalah anak-anak yatim berdasarkan ayat (Al-Qur'an), dan yang dimaksud anak yatim yaitu anak kecil yang belum baligh; baik dengan tahun ataupun dengan mimpi basah, karena terdapat hadits: Tidak dikatakan yatim orang yang sudah mimpi basah (baligh).” (Hasyiyah al-Syabramalsy ala Nihayah al Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, 6 :138)

Menurut kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab juz 6 halaman 240, Boleh hukumnya bersedekah kepada non-muslim, termasuk anak yatim non-muslim dan orang yang bersedekah tersebut akan mendapatkan pahala yang besar.

يُسْتَحَبُّ أَنْ يَخُصَّ بِصَدَقَتِهِ الصُّلَحَاءَ وَأَهْلَ الْخَيْرِ وَأَهْلَ الْمُرُوءَاتِ وَالْحَاجَاتِ، فَلَوْ تَصَدَّقَ عَلَى فَاسِقٍ أَوْ عَلَى كَافِرٍ مِنْ يَهُوْدِيٍّ أَوْ نَصْرَانِيٍّ أَوْ مَجُوْسِيٍّ جَازَ، وَكَانَ فِيهِ أَجْرٌ فِي الْجُمْلَةِ. قَالَ صَاحِبُ الْبَيَانِ: قَالَ الصَّيْمَرِيُّ: وَكَذَٰلِكَ الْحَرْبِيُّ، وَدَلِيلُ الْمَسْأَلَةِ قَوْلُ اللهِ تَعَالَى: "وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا"، وَمَعْلُومٌ أَنَّ الْأَسِيرَ حَرْبِيٌّ. (المجموع شرح المهذب: ج ٦، ص ٢٤٠)

Disunnahkan untuk mengkhususkan sedekah kepada orang-orang saleh, orang baik, orang yang menjaga kehormatan dan orang yang membutuhkan. meskipun bersedekah kepada orang fasiq atau orang kafir dari kalangan Yahudi, Nasrani ataupun Majusi, maka hukumnya boleh dan secara keseluruhan mendapat pahala. Pengarang kitab al-Bayan berkata, Asshaimiri berkata: Begitu pula dengan pejuang perang (boleh diberi sedekah). Dalil dalam masalah ini sesuai firman Allah, ‘‘Mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan.’’ Dan diketahui bahwa tawanan adalah seorang pejuang perang.” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 6: 240).

Catatan :

Tidak diperbolehkan menggunakan uang santunan untuk hal-hal yang buruk atau bertentangan dengan syariat. Sebaiknya, uang santunan dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik, seperti memenuhi kebutuhan dasar, membantu orang lain, atau kegiatan yang bermanfaat lainnya. Menggunakan uang tersebut dengan cara yang tidak benar dapat merusak keberkahannya.

Penulis     : Winda Safitri, S.Kom

Perumus : Ust. Teguh Pradana, S.P

Mushohih : Gus Muhammad Agung Shobirin, M.Ag


Daftar Pustaka

 An-Nawawi, Abu Zakariya Muhyiddin bin Sharaf an-Nawawi (W. 676 H), al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab : Idarah al-Thib’ah al-Maniriyah, Mathba’ah al-Tadhamun al-Ikhwani, kairo : 1344 - 1347 H.

Al-Haitami, Ibnu Hajar (W. 973 H), Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj : Dar al-Fikr, Beirut : 1424 H 


===============================================================


================================================================




Posting Komentar untuk "HUKUM MENYANTUNI ANAK YATIM NON-MUSLIM"