Sumber Gambar: Alodokter
HUKUM MENYEBARKAN AIB SUAMI DI SOSIAL MEDIA SEPERTI KDRT DAN PERSELINGKUHAN
Di zaman modern seperti sekarang hampir semua hal bisa dipublikasikan di media sosial seperti hal nya di Instagram, Thread, dan lain-lain, di suatu daerah ada salah satu ibu rumah tangga yang mengalami kasus KDRT dan perselingkuhan selama beberapa tahun,
Sebut saja abdu (suami) yang tak jarang melakukan KDRT bahkan di depan anaknya yang masih di bawah umur hingga menyebabkan trauma pada anaknya tersebut, karena sudah tidak tahan dengan perlakuan si ibu (istri) memposting rekaman CCTV ketika sang suami sedang melakukan KDRT tersebut, dan juga menceritakan tentang perselingkuhan suaminya sendiri, maka tak jarang netizen yang berpihak pada ibu tersebut, dan menghujat suaminya.
Bagaimanakah hukum menyebarkan aib suami di sosial media seperti KDRT dan perselingkuhan ?
Pada dasarnya menyebarkan aib itu dilarang oleh syariat, karena menyebarkan aib (ghibah) merupakan perbuatan tercela yang dilarang dalam agama islam, akan tetapi di beberapa kondisi itu diperbolehkan yaitu jika menjadi alternatif terakhir untuk menghentikan KDRT dari suami, serta dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kemungkaran, dijelaskan dalam kitab Mauidhoh al-Mu'minin min Ihya’ Ulumuddin Juz 1, Hal 142, bahwa (ghibah) diharamkan baik secara langsung maupun tidak langsung.
اِعْلَم أَنَّ الذِّكْرَ بِاللِّسَانِ اِنَّمَا حُرِّمَ لِأَنَّ فِيهِ تَفْهِيمَ الْغَيْرِ نُقْصَانَ أَخِيْكَ وَتَعْرِيفَهُ بِمَا يَكْرَهُهُ؛ فَالتَّعْرِيضُ بِهِ كَالتَّصْرِيحِ، وَالْفِعْلُ فِيهِ كَالْقَوْلِ، وَالْإِشَارَةِ، وَالْإِيمَاءِ، وَالْغَمْزِ، وَالْهَمْزِ، وَالْكِتَابَةِ، وَالْحَرَكَةِ، وَكُلُّ مَا يُفْهِمُ الْمَقْصُودَ فَهُوَ دَاخِلٌ فِي الْغِيبَةِ وَهُوَ حَرَامٌ (موعظة المؤمنين من إحياء علوم الدين: ج ۱، ص ۱٤٢)
"Ketahuilah bahwa menyampaikan sesuatu dengan lisan itu diharamkan karena didalamnya terdapat penjelasan kepada orang lain tentang kekurangan saudaramu dan memperkenalkan sesuatu yang tidak disukai olehnya. Maka, memberi isyarat kepada seseorang tentang hal tersebut adalah seperti mengungkapkannya secara langsung. Begitu juga dengan perbuatan, ucapan, isyarat, gerakan, tulisan, dan semua yang dapat mengungkapkan maksud tersebut, semuanya termasuk dalam kategori ghibah (menggunjing) dan hukumnya haram." (Mauidhoh al-Mu'minin min Ihya’ Ulumuddin: Juz 1, Hal 142)
هَذَا قَوْلُ اللهُ تَعَالَى: ﴿لَا يُحِبُّ اللهُ الْجَهْرَ بِالسُّوْءِ مِنَ اْلقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِم﴾ وَمَعْناَهُ فِيْمَا أَرَى أَنَّهُ نُدِبَ لِلْمَظْلُوْمِ أَنْ يَجْهَرَ بِذِكْرِ قِصَّتِهِ ِبِاسْمِ مَنْ ظَلَمَهُ لِيُشِيْعَ ذَلِكَ بَيْنَ النَّاسِ، فَيَكُوْنُ شُيُوْعُ ذَلِكَ عُذْرًا لِلقَادِرِ عَلَى الْاِيْقَاعِ بِالظَّالِمِ لِيَجْمَعَ فِِي ذَلِكَ بَيْنَ أَنْ يَعْرِفَ النَّاسُ أَنَّهُ سُبْحَانَهُ لِمَ يُوقَعْ بِمَنْ ظَلَمَ إِلَّا انْتِصَارًا مِنْهُ لِمَنْ كَانَ ظَلَمَهُ، وَلِيَعْلَمَ الْعِبَادُ أَنَّ مِنْ وَرَاءِ الظَّالمِيِنَ طَالِبًا لاَ يَرُدُّ بَأْسَهُ، وَهَذَا فَهُوَ كَذَلِكَ (الإفصاح عن معاني الصحاح : ج ٢، ص ١٨٦)
“Ini adalah firman Allah Ta'ala: (Allah tidak menyukai ucapan buruk yang diucapkan secara terang-terangan, kecuali oleh orang yang dizalimi) Menurut pendapat mushonnif, maknanya adalah anjuran bagi orang yang terzalimi untuk menyebutkan kisahnya dengan menyebutkan nama orang yang menzaliminya, agar kisah tersebut tersebar di kalangan orang-orang. Dengan demikian, penyebaran tersebut menjadi alasan bagi orang yang mampu untuk menindak si zalim. Dalam hal ini, ada dua tujuan: pertama, agar orang-orang mengetahui bahwa Allah tidak menimpakan azab kepada orang yang zalim kecuali sebagai bentuk pembelaan-Nya terhadap orang yang dizalimi, dan kedua, agar umat manusia tahu bahwa di balik setiap zalim ada yang menuntut balas, yang tidak akan membiarkan kezalimannya begitu saja." (al- Ifshah ‘an Ma’ani al-Shihah, 2: 186 )
اعْلَمْ أَنَّ الْغِيبَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُحَرَّمَةً فَإِنَّهَا تُبَاحُ فِي أَحْوَالٍ لِلْمَصْلَحَةِ. وَالْمُجَوِّزُ لَهَا غَرَضٌ صَحِيحٌ شَرْعِيٌّ لَا يُمْكِنُ الْوُصُولُ إِلَيْهِ إِلَّا بِهَا، وَهُوَ أَحَدُ سِتَّةِ أَسْبَابٍ. الْأَوَّلُ: التَّظَلُّمُ، فَيَجُوزُ لِلْمَظْلُومِ أَنْ يَتَظَاهَرَ إِلَى السُّلْطَانِ وَالْقَاضِي وَغَيْرِهِمَا مِمَّنْ لَهُ وِلَايَةٌ أَوْ لَهُ قُدْرَةٌ عَلَى إِنْصَافِهِ مِنْ ظَالِمِهِ، فَيَذْكُرُ أَنَّ فُلَانًا ظَلَمَنِي، وَفَعَلَ بِي كَذَا، وَأَخَذَ لِي كَذَا( الأذكار ج ٢٩٢)
"Ketahuilah bahwa ghibah (menggunjing) meskipun diharamkan, tetapi diperbolehkan dalam beberapa kondisi demi kepentingan yang sah. Dan yang membolehkannya adalah memiliki tujuan yang sah menurut syariat yang tidak bisa dicapai kecuali dengan cara tersebut, yaitu salah satu dari enam alasan. Yang pertama adalah untuk mengadu, sehingga diperbolehkan bagi orang yang terzalimi untuk mengadu kepada penguasa, hakim, atau selain mereka yang memiliki kewenangan atau kemampuan untuk menegakkan keadilan, dengan menyebutkan bahwa si fulan telah menzalimi saya, telah berbuat demikian terhadap saya, atau telah mengambil hak saya. (al-Azkar : 292)
Penulis : Saila Rizqiyah, S.E
Perumus : Ust. M. Faisol S.Pd
Mushohih : Gus Muhammada M.Pd
Daftar Pustaka
al-Qasimi, Muhammad Jamal al-Din bin Muhammad Said bin Qasim al-Hallaq (W. 1332 H), Mauidhoh al-Mukminin Ihya' Ulum al-Din, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1415 H - 1995 M, Tanpa Jilid
Abu al-Muzhaffar, Yahya bin Hubairah bin Muhammad bin Hubairah al-Dhuhli as-Shaibani, Aun ad-Din (W.560 H), al-Ifsah ‘an Ma’ani as-Shihah, Dar al-Watan, 1417 H, Sebanyak 8 Jilid.
al-Nawawī, Abu Zakariya Muḥyī al-Dīn Yaḥyā bin Sharaf (w. 676 H), al-Azkar, Dar al-Fikr untuk percetakan, penerbitan, dan distribusi, Beirut - Lebanon, 1414 H, Tanpa Jilid.
Posting Komentar untuk "HUKUM MENYEBARKAN AIB SUAMI DI SOSIAL MEDIA SEPERTI KDRT DAN PERSELINGKUHAN "