HUKUM WANITA DALAM MASA IDDAH MENUNAIKAN IBADAH HAJI

    

Sumber Gambar:  islami.co


HUKUM WANITA DALAM MASA IDDAH MENUNAIKAN IBADAH HAJI

Melihat realitas, seseorang yang mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah haji, tidak dapat berangkat pada tahun itu juga, namun harus masuk waiting list terlebih dahulu. Ketika masa penantian keberangkatan untuk menunaikan ibadah haji tersebut, terjadi perceraian antara suami istri, atau meninggalnya seorang suami, maka diwajibkan untuk menjalankan iddah

Bagaimana hukumnya apabila terdapat seorang perempuan yang akan berangkat ibadah haji kemudian suaminya meninggal atau dengan kata lain masih dalam keadaan melaksanakan iddah?

Tidak boleh, Jika suami meninggal sebelum istri keluar rumah untuk berangkat haji karena kewajiban iddah istri datang lebih dulu daripada kewajiban menunaikan haji. Kecuali, jika iddah terjadi di tengah-tengah perjalanan dikarenakan suami meninggal, maka istri dikenakan dua pilihan antara melanjutkan perjalanan haji atau kembali ke rumah. Akan tetapi, yang lebih utama yaitu istri kembali kerumah untuk melaksanakan iddah. 

أَوْ أَذِنَ لَهَا فِي سَفَرِ حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ أَوْتِجَارَةٍ أَوْ اسْتِحْلَالِ مُظْلِمَةٍ أَوْ نَحْوِهاَ ثُمَّ وَجَبَتْ عَلَيْهَا الْعِدَّةُ فِي أَثْنَاءِ الطَّرِيقِ فَلَهَا الرُّجُوعُ إلَى الْأَوَّلِ وَالْمُضِيُّ فِي السَّفَرِ لِأَنَّ فِي قَطْعِهَا عَنِ السَّفَرِ مَشَقَّةً لَا سِيَّمَا إذَا بَعُدَتْ عَنِ الْبَلَدِ وَخَافَتْ الِانْقِطَاعَ عَنِ الرُّفْقَةِ ، وَالْأَفْضَلُ لَهَا الرُّجُوعُ لِتَعَتَّدَ فِي الْمَنْزِلِ كَمَا نَقَلَاهُ عَنِ الشَّيْخِ أَبِي حَامِدٍ وَأَقَرَاهُ وَهِيَ فِي سَيْرِهَا مُعْتَدَّةٌ ، وَخَرَجَ بِالطَّرِيقِ مَا لَوْ وَجَبَتْ قَبْلَ الْخُرُوجِ مِنَ الْمَنْزِلِ فَلَا تَخْرُجُ قَطْعًا (نهاية المحتاج : ج ٧، ص ١٥٨).

Atau ia (wanita) telah diizinkan untuk melakukan perjalanan haji, umrah, perdagangan, atau untuk menyelesaikan suatu kezaliman, atau hal yang semacam itu. Kemudian, kewajiban menjalani masa iddah menimpanya di tengah perjalanan. Maka, ia diperbolehkan kembali ke tempat awalnya atau melanjutkan perjalanan, karena memutuskan perjalanan akan menyebabkan kesulitan, terutama jika ia sudah jauh dari kota dan khawatir terputus dari rombongan. Namun, yang lebih utama baginya adalah kembali agar ia dapat menjalani masa iddah di rumah, sebagaimana yang dinukil dari Syekh Abu Hamid dan keduanya menguatkan hal tersebut. Dalam perjalanannya, ia tetap dianggap sebagai wanita yang sedang menjalani masa iddah. Dan pengecualian dari kondisi di perjalanan adalah jika kewajiban masa iddah itu telah ada sebelum ia keluar dari rumah, maka dalam hal ini ia tidak boleh keluar sama sekali. (Nihayah al- Muhtaj, 7:158)


Penulis : Hisbadiana Maulidia

Perumus : Ust. M. Khafid Ainul Yaqin, M. AP

Mushohih : Ust. Miftara Ainul Mufid, M. Pd


Daftar Pustaka


Ar-Ramli, Syamsuddin Muhammad bin Abil' Abbas Ahmad bin Hamzah Ibnu Syihabuddin, (W.1004H) Nihayah al-Muhtaj, sebanyak 8 jilid ,  Daar al Kutub al Ilmiyah, Beirut - Lebanon: 2009


==========================





Posting Komentar untuk "HUKUM WANITA DALAM MASA IDDAH MENUNAIKAN IBADAH HAJI"