Sumber Gambar: www.haibunda.com
HUKUM WANITA MENGADZANI BAYI BARU LAHIR
Tradisi mengadzani bayi yang baru lahir merupakan salah satu amalan yang dianjurkan dalam Islam dengan tujuan memperdengarkan kalimat tauhid pertama kali kepada sang bayi. Biasanya, adzan dilakukan oleh seorang laki-laki, seperti ayah, kakek, atau tokoh agama yang dianggap lebih memahami syariat. Namun, muncul permasalahan ketika kondisi tertentu menyebabkan adzan harus dilakukan oleh wanita, misalnya jika tidak ada laki-laki yang hadir saat kelahiran bayi atau seorang ayah dari bayi tersebut berada diluar daerah (merantau karena urusan pekerjaan).
Bagaimanakah hukum wanita yang mengadzani bayi baru lahir?
Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa mengadzani bayi baru lahir disini hukumnya sunnah, sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab I'anat al-Thalibin juz 1, hal 230.
قَوْلُهُ: وَهُوَ وَالإِقَامَةُ الخ أى وَيُسَنُّ الْأَذَانُ وَالإِقَامَةُ فِي أُذُنَيِّ الْمَوْلُودِ، وَيَكُونُ الْأَذَانُ فِي الْيُمْنَى وَالْإِقَامَةُ فِي الْيُسْرَىٰ. وَذَٰلِكَ لِمَا قِيلَ: إِنَّ مَنْ فُعِلَ بِهِ ذَٰلِكَ لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ، أَيِ التَّابِعَةُ مِنَ الْجِنِّ، وَلِيَكُونَ أَوَّلُ مَا يُقْرَعُ سَمْعُهُ حَالَ دُخُولِهِ فِي الدُّنْيَا الذِّكْرَ (إعانة الطالبين: ج ١، ص٢٣٠)
"Disunnahkan untuk mengumandangkan adzan dan iqamah di telinga bayi yang baru lahir. Adzan dikumandangkan di telinga kanan, sedangkan iqamah di telinga kiri. Hal ini dilakukan karena disebutkan bahwa siapa yang diperlakukan seperti itu, maka ia tidak akan diganggu oleh 'ummu shibyan', yaitu makhluk jin yang diyakini bisa mengganggu anak kecil. Selain itu, agar yang pertama kali didengar oleh bayi ketika ia lahir ke dunia adalah dzikir (mengingat Allah)”. (I'anat al-Thalibin: Juz 1, hal. 230).
Haram
Haram wanita mengadzani bayi dengan mengeraskan suara, dan boleh bagi wanita mengadzani bayi dengan tanpa mengeraskan suara, akan tetapi tidak menghasilkan kesunnahan
Sunnah
Menurut Syaikh al-Syaubari mengadzani telinga bayi tidak disyaratkan dilakukan oleh laki-laki dan tetap mendapatkan kesunnahan apabila dilakukan oleh wanita seperti adzan yang dilakukan oleh Qabilah (bidan yang membantu persalinan).
(قوله لِغَيْرِهِ الصَّلَاةِ الخ) هَلْ يُشْتَرَطُ فِي أَذَانِ غَيْرِ الصَّلَاةِ الْذُّكُورَةَ أَيْضًا، فَيَحْرُمُ عَلَى الْمَرْأَةِ رَفْعُ الصَّوْتِ بِهِ، وَيُبَاحُ بِدُونِ رَفْعِ صَوْتِهَا، لَكِنْ لَا تَحْصُلُ السُّنَّةُ فِيهِ نَظَرٌ وَلَا يَبْعُدُ الِاشْتِرَاطُ. سم عِبَارَةُ شَيْخِناَ: وَالْمُعْتَمَدُ اشْتِرَاطُ الذُّكُورَةِ فِي جَمِيعِ ذَلِكَ، كَمَا هُوَ مُقْتَضَى كَلَامِهِمْ، خِلَافًا لِمَا وَقَعَ فِي حَاشِيَةِ الشَّوبَرِي عَلَى الْمِنْهَاجِ مِنْ أَنَّهُ لَا يُشْتَرَطُ فِي الْأَذَانِ فِي أُذُنِ الْمَوْلُودِ الذُّكُورَةِ، وَيُوَافِقُهُ مَا اسْتَظْهَرَهُ بَعْضُ الْمَشَايِخِ مِنْ أَنَّهُ تَحْصُلُ السُّنَّةُ بِأَذَانِ الْقَابِلَةِ فِي أُذُنِ الْمَوْلُودِ. اهـ ( تحفة المحتاج بشرح المنهاج: ج ١, ص ٤٦١)
“(Perkataan beliau: 'untuk selain shalat') Apakah disyaratkan dalam adzan selain shalat harus laki-laki juga, Sehingga haram bagi wanita mengeraskan suaranya saat melakukan adzan, namun diperbolehkan tanpa mengeraskan suara, hanya saja tidak dianggap sebagai kesunnahan. Hal ini masih perlu diteliti, namun tampaknya persyaratan tersebut cukup kuat. Imam Sibro mulis menyatakan: 'Pendapat yang dipegang adalah disyaratkan nya laki-laki dalam hal mengadzani, sebagaimana yang ditunjukkan oleh perkataan mereka, berbeda dengan yang disebutkan dalam Hasyiyah al-Syaubari ala al-Minhaj yang menyatakan bahwa tidak disyaratkan laki-laki dalam adzan di telinga bayi yang baru lahir. Hal ini sesuai dengan yang dikutip oleh sebagian ulama yang menyatakan bahwa kesunnahan tetap tercapai dengan adzannya bidan di telinga bayi yang baru lahir. Selesai." (Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj: Juz 1, hal. 461).
Penulis : Fatimah Nayyiratus Sadiyah
Perumus : M. Khafidz Ainul Yaqin, M. AP
Mushohih : Ust. Miftara Ainul Mufid, M. Pd
Daftar pustaka
al-Dimyati, Abu bakar bin Muhammad Syatha (W. 1310 H), Hasyiyah I’anat al-Thalibin, Dar Ihya’ al-Kutub al-’Arabiyah, Jakarta, Sebanyak 4 Jilid.
al-Haytami al-Imam Syihabuddin Abu al-'Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar al-Makki (909-973H). Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj. Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut, 2013, Sebanyak 4 Jilid.
======================================================
=====================================================
Posting Komentar untuk "HUKUM WANITA MENGADZANI BAYI BARU LAHIR "