Pandangan Fiqh terhadap Tradisi Suatu Daerah Bagi Seorang Ibu Menjilat Ujung Kemaluan Putranya yang akan Dikhitan

 

Sumber Gambar: depositphotos.com

PANDANGAN FIQH TERHADAP TRADISI SEORANG IBU YANG MENJILAT UJUNG KEMALUAN PUTRANYA SEBELUM DI KHITAN YANG MENGIKUTI TRADISI SUATU DAERAH


Khitan merupakan proses pemotongan atau pembukaan kulit yang menutupi ujung kelamin laki-laki. Di Dalam ilmu medis Khitan ini bertujuan untuk membersihkan dan menghindari dari penyakit. Namun, dalam hal agama Khitan bertujuan untuk menghilangkan najis yang berada pada ujung dzakar.

Namun di suatu daerah ada sebagian orang yang memiliki tradisi yaitu seorang ibu sebelum putranya melaksanakan Khitan menjilat alat kelamin putranya yang masih kecil (belum baligh) yang mana menurut tradisi di daerah tersebut diyakini bahwa hal tersebut dapat mempermudah pemotongan ujung dzakar

Bagaimana pandangan fiqh terhadap tradisi seorang ibu yang menjilat dzakar anak nya yang mengikuti tradisi daerah tersebut?

  1. Haram

Pembahasan ini berkaitan dengan interaksi fisik antara seseorang dengan mahramnya (orang yang haram dinikahi secara permanen, seperti ibu, saudara kandung, bibi, dll.)

Menyentuh mahram memiliki hukum yang berbeda dengan hanya melihatnya. Meskipun melihat bagian tertentu dari mahram diperbolehkan, menyentuhnya tanpa alasan atau kebutuhan dapat menjadi haram. Namun, jika menyentuh dilakukan untuk membantu, merawat, atau dalam keadaan mendesak, maka diperbolehkan. Dalam semua situasi, niat dan konteks harus dijaga agar sesuai dengan nilai-nilai syariah.

  1. Boleh

Hal ini diperbolehkan karena ada hajat. Dalam hal ini, jika tindakan menjilat alat kelamin anak sebelum dikhitan sudah menjadi bagian dari tradisi yang berkembang di suatu daerah dan dilakukan dengan tujuan tertentu (misalnya, untuk membersihkan atau memberi berkah), maka bisa saja dianggap dibolehkan, selama tidak ada unsur yang bertentangan dengan syariat agama,

وَقَدْ يَحْرُمُ مَسُّ مَا حَلَّ نَظَرُهُ مِنَ الْمَحْرَمِ كَبَطْنِهَا أَي مِنْ فَوْقَ السُّرَّةِ وَ رِجْلِهَا وَتَقْبِيْلِهَا بِلَا حَائِلٍ لِغَيْرِ حَاجَةٍ وَلَا شَفَقَةٍ بَلْ وَكِيْدُهَا عَلَى مُقْتَضَى عِبَارَةِ الرَّوْضَةِ بِحُرُفِهِ. وَقَوْلُهُ: "ذَلِكَ الرَّجُلُ فَخِذُ رَجُلٍ"، أَيْ وَمِثْلُهُ بَقِيَّةُ الْعَوْرَةِ، وَالْمُرَادُ غَيْرُ الْأَمْرَدِ لِمَا مَرَّ أَنَّهُ يَحْرُمُ مَسُّهُ وَلَوْ بِحَائِلٍ. وَقَوْلُهُ: لِغَيْرِ حَاجَةٍ مِنَ الْحَاجَةِ مَا جَرَتْ بِهِ الْعَادَةُ مِنْ حَكِّ رِجْلِ الْمُحْرِمِ وَنَحْوِ الْحَكِّ كَغَسْلِهِمَا وَتَكْبِيسِ ظَهْرِهِ(حاشية البجيرمى على الخطيب: ج ٤، ص ١١٨)

"Terkadang haram menyentuh bagian tubuh mahram yang halal dilihat, seperti perutnya yakni dari atas pusar dan kakinya, serta menciumnya tanpa penghalang, jika tanpa adanya kebutuhan atau belas kasih. Bahkan, larangan ini ditegaskan berdasarkan konteks ungkapan dalam Raudhah (kitab) dan pernyataannya 'haram menyentuh bagian tubuh mahram yang halal dilihat, seperti perutnya—yakni dari atas pusar—dan kakinya, serta menciumnya tanpa penghalang, jika tanpa adanya kebutuhan atau belas kasih. Bahkan, larangan ini ditegaskan berdasarkan konteks ungkapan dalam Raudhah (kitab) dengan lafazhnya. Adapun ucapannya:'Laki-laki itu, paha seorang laki-laki,' maksudnya, begitu pula bagian-bagian aurat lainnya, dan yang dimaksud adalah selain anak muda (amrad), karena telah dijelaskan bahwa menyentuhnya haram, meskipun dengan penghalang. Adapun ucapannya: 'tanpa adanya kebutuhan, yang dimaksud dengan kebutuhan adalah hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan, seperti menggaruk kaki mahram, mencuci (bagian tubuh tersebut), atau menepuk-nepuk punggungnya."(Hasyiah al-Bujairamy ‘ala al-Khatib: juz 4, halaman 118)

Penulis : Salman Alfarizy, S.Kom

Perumus : Ust. Teguh Pradana S.P

Mushohih : Ust. Syafiudin Fauzi M.Pd

Daftar Pustaka

al-Syafi’i, Sulaiman bin Muhammad bin Umar (W. 1221 H), al-Bujairomy ‘ala al-Khotib: Daar al-Kutub, Beirut, Lebanon : 1996 M / 1417 H Sebanyak 5 jilid

===================================================================




Posting Komentar untuk "Pandangan Fiqh terhadap Tradisi Suatu Daerah Bagi Seorang Ibu Menjilat Ujung Kemaluan Putranya yang akan Dikhitan"