![]() |
Sumber Meta Ai |
قاعدة: [١٠]
اخْتِلَافُ المَسَالِكِ لَا يَلْزَمُ مِنْهُ اخْتِلَافُ الْمَقْصَدِ
Perbedaan masaalik (metode spiritual) tidak mengharuskan adanya perbedaan tujuan
لَا يَلْزَمُ مِنِ اخْتِلَافِ الْمَسَالِكِ اخْتِلَافُ الْمَقْصَدِ، بَلْ قَدْ يَكُونُ مُتَّحِدًا مَعَ اخْتِلَافِ مَسَالِكِهِ،كَالعِبَادَةِ وَالزُّهَادَةِ وَالْمَعْرِفَةِ مَسَالِكُ لِقُرْبِ الحَقِّ عَلَى سَبِيلِ الكَرَامَةِ وَكُلُّهَا مُتَدَاخِلَةٌ, فَلَابُدَّ لِلْعَارِفِ مِنْ عِبَادَةٍ, وَإِلَّا فَلَا عِبْرَةَ بِمَعْرِفَتِهِ، إِذْ لَمْ يَعْبُدْ مَعْرُوفَهُ. وَلَابُدَّ لَهُ مِنْ زَهَادَةٍ، وَإِلَّا فَلَا حَقِيقَةَ عِنْدَهُ، إِذْ لَمْ يُعْرِضْ عَمَّنْ سِوَاهُ, وَلَابُدَّ لِلْعَابِدِ مِنْهُمَا؛ إِذْ لَا عِبَادَةَ إِلَّا بِمَعْرِفَةٍ، وَلَا فَرَاغَ لِلْعِبَادَةِ إِلَّا بِزُهْدٍ، وَالزَّاهِدُ كَذَلِكَ، إِذْ لَا زُهْدَ إِلَّا بِمَعْرِفَةٍ وَلَا زُهْدَ إِلَّا بِعِبَادَةٍ، وَإِلَّا عَادَ بَطَالَةً.
نَعَمْ، مَنْ غَلَبَ عَلَيْهِ العَمَلُ فَعَابِدٌ، أَوِ التَّرْكُ فَزَاهِدٌ، أَوِ النَّظَرُ لِتَصْرِيفِ الحَقِّ فَعَارِفٌ، وَالكُلُّ صُوفِيَّةٌ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
Perbedaan masaalik (metode spiritual) tidak harus menyebabkan perbedaan tujuan, bahkan bisa jadi memiliki tujuan yang sama meskipun jalannya (metodenya) berbeda, seperti ibadah, zuhud, dan ma’rifat, (semuanya) adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara kemuliaan (karomah), dan semuanya saling terkait satu sama lain. Sudah seharusnya seorang ‘ariif (orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang Allah) melakukan ibadah (amal), jika tidak maka tidak ada esensi penting terhadap ma’rifat yang dimilikinya, karena ia tidak beribadah kepada yang dikenalnya (Allah). Dan sudah seharusnya baginya bersikap zuhud, jika tidak, maka tidak ada nilai kebenaran (hakikat) padanya, karena dia tidak berpaling dari selainnya. Dan ‘Abid (seorang yang ahli beribadah) juga memerlukan keduanya (ma’rifat dan zuhud); karena tidak ada ibadah (yang bernilai) kecuali dengan ma’rifat dan tidak ada kelapangan untuk beribadah kecuali dengan zuhud. Demikian juga seorang Zahid, tidak ada zuhud kecuali dengan ma’rifat dan tidak ada zuhud kecuali dengan ibadah, jika zuhud tanpa ibadah maka akan sia-sia.
Ya, barang siapa yang didominasi oleh amal maka dia adalah seorang ‘Abid, atau yang meninggalkan (dunia) maka dia adalah seorang zahid, atau yang memandang (tafakkur) kepada pengaturan Tuhan (al-Haq), maka dia adalah seorang ‘arif dan semuanya adalah bagian dari kaum sufi dan Allah lebih mengetahui.
شرح عند الأستاذ الشيخ محمد ادريس طيب :
رغم اختلاف معاني التصوف, والفقر, والملامة، والمقرب؛ فإن مقصدهم واحد؛ إذ رغم اختلاف المسالك فإن الهدف يبقى واحدا؛ وهو التقرب إلى الله وطلب رضاه؛ فالاختلاف غير معيب بقدر ما هو معين على إدراك الحقيقة وأحكام الشرع ومقاصده على أكمل الوجوه؛ بل إن "اختلاف المسالك راحة للسالك… " كما سيتم توضيحه لاحقا.
Penjelasan dari Syekh Muhammad Idris Thoyyib :
Meskipun terdapat perbedaan makna antara tasawuf, fakir, malamah, dan muqarrab tujuan mereka adalah satu; meskipun jalan yang ditempuh berbeda-beda, tujuannya tetap sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dan mencari keridhaan-Nya. Maka, perbedaan tersebut tidak tercela, bahkan justru membantu dalam memahami hakikat dan hukum syariat serta tujuannya secara lebih sempurna. Bahkan, "perbedaan jalan adalah kenyamanan bagi Saalik (penempuh jalan spiritual)…" sebagaimana akan dijelaskan nanti.
فالعبادة هي: "إقامة ما طلب شرعا من الأعمال الخارجة عن العادة والداخلة فيها؛ سواء كان رخصة أو عزيمة"(1).
أما العابد:
فهو: "المتوجه إلى الله بالحق على بساط الصدق.(2)
وهو: "من يعمل بتحقيق العمل لقصد تحصيل الأمل.(3)
وهو: "الذي يتطلب تحقيق الأعمال وتخليصها من غير اعتناء بالأحوال وتمحيصها؛ وإن كان لا يتم له حاله إلا بها"
ومقام العباد: "التوجه إلى الله بالعمل الصالح على بساط الإخلاص طلبا لما عند الله"(4)
(1) تأسيس القواعد والأصول
(2) الفتوحات الرحمانية في حل ألفاظ الحكم العطائية
(3)الشرح 17 على الحكم
(4) الشرح 15 على الحكم
Ibadah adalah: 'Menunaikan apa yang dituntut oleh syariat dari amal-amal yang berada di luar kebiasaan maupun yang berada di dalamnya, baik itu berupa keringanan (rukhshah(5)) atau ketegasan (azimah(6)).
Adapun seorang ‘abid (ahli ibadah)
adalah: “Orang yang menghadapkan (hatinya) kepada Allah dengan benar di atas landasan kejujuran (kesungguhan)."
Ia juga adalah: “Orang yang beramal dengan sungguh-sungguh demi meraih harapan yang diinginkan (ridha allah).”
Ia adalah “orang yang berupaya menunaikan amal-amal dan menyucikannya tanpa terlalu memperhatikan ahwal (keadaan spiritual) dan menyelidikinya, meskipun hal-nya tidak akan sempurna kecuali dengan keadaan itu.”
Maqam para ‘abid adalah: “Menghadap (hatinya) kepada Allah dengan amal saleh di atas landasan keikhlasan demi mencari apa yang ada di sisi Allah (ridha allah).”
أما الزهد فهو: "إهمال الدنيا وبغضها من حيث هي"(7)؛
فالزهد: "دليل الثقة باللّه، والإعراض عن غيره؛ وذلك شاهد وجود المعرفة به"(8)؛ فـ "أصل الزهد معرفة الله وحقيقته الثقة باللّه، ووجهه برودة الدنيا عن القلب فقدا أو وجودا"(9)، وفوائد الزهد ثلاثة: "أولها: التفرغ للعبادة مع السلامة من الكلف. الثاني: الراحة من تعب الوجدان والفقدان. الثالث: فراغ القلب لقبول المواهب الإلهية والتزكيات العرفانية(10).
(7)الشرح 15 على الحكم
(8)الشرح 11 على الحكم
(9)الشرح 15 على الحكم
(10)الشرح 11 على الحكم
Sedangkan Zuhud adalah "mengabaikan dunia dan membencinya dalam hakikatnya."
Zuhud adalah "tanda kepercayaan kepada Allah dan berpaling dari selain-Nya; dan ini menunjukkan adanya pengetahuan tentang-Nya." Maka, asal zuhud adalah ma’rifat Allah, hakikatnya adalah kepercayaan penuh kepada Allah dan bentuknya adalah hati yang dingin (tidak condong) terhadap dunia, dalam keadaan sepi atau ada." Manfaat zuhud ada tiga: "Pertama, waktu yang lebih lapang (fokus) untuk beribadah tanpa beban. Kedua, istirahat dari kelelahan akibat rasa memiliki dan kehilangan. Ketiga, hati yang lapang (dari kesibukan karena dunia) untuk menerima anugerah ilahi dan Tazkiyyah al-’Irfaniyyah (pencerahan makrifat).
والزاهد: "هو الذي فر من الدنيا لربه"(11)
وهو : "الفار من وجود الخلائق في الظاهر؛ لينفرد همه لمولاه على بساط الطلب وإرادة السلامة"(12)؛ فالزاهد هو: "العامل في الفرار من خلق الله إلى الله؛ فلا يقبل منهم مدحا، ولا يرضى منهم حالا، ولا يعرج عليهم إلا بالفرار عنهم والنفور منهم؛ فيفرح بذمهم، ويأنس ببعدهم؛ وذلك هو الصراط المستقيم في حقه"(13)
(11)الشرح 15 على الحكم
(12)الشرح 17 على الحكم العطائية
(13)الشرح 11 على الحكم
Dan seorang zahid adalah "orang yang lari dari dunia demi Rabb-nya."
Ia adalah "orang yang lari dari keberadaan makhluk secara lahiriah agar himmahnya hanya terfokus kepada Tuhannya diatas landasan mencari dan menginginkan keselamatan." Maka, seorang zahid adalah orang yang berusaha melarikan diri dari makhluk Allah menuju Allah; ia tidak menerima pujian dari mereka, tidak ridha pada keadaan mereka dan tidak terikat pada mereka kecuali dengan melarikan diri dari mereka dan menjauh dari mereka. Ia merasa senang ketika dicela dan merasa tentram dengan jauh dari mereka; dan inilah hakikat jalan yang lurus.
- Kaidah 35: Menilai Cabang Berdasarkan Asal dan Kaidahnya
- Kaidah 34: Orang yang Berbicara tentang suatu Cabang Ilmu Harus Menghubungkan Cabang-cabangnya dengan Pokok-pokoknya, dan Menyambungkan Pemahaman dengan Sumber-sumbernya
- Kaidah 6: Istilah itu untuk Sesuatu dengan Apa yang Menunjukkan Maknanya dan Menyampaikan Hakikatnya
فـ"مدار أعمال الزاهد على ترك الدناءات والتبري من العيوب(14) والآفات حتى يدعوه زهده لترك ما سوى مولاه احتقارا لمن دونه"(15)
(14) العيوب: جمع عيب؛ وهو ما أوجب نقصا؛ فمن نسب له معصية كان أو غيرها. سواء كان جاريا في الأفعال أو الأخلاق أو في الآداب متعلقا بالله أو بعباده.
(15) شرح الحقائق والرقائق.
Perbuatan seorang zahid berfokus pada meninggalkan hal-hal yang rendah (menurut agama) dan melepaskan diri dari segala ‘uyuub dan afaat, hingga kezuhudannya mengajaknya untuk meninggalkan segala sesuatu selain Tuhannya karena ia menganggap remeh segala sesuatu selain-Nya."
وبناء على سبق فإن "الحق واحد وطريقه واحد؛ وإن اختلفت مسالكها ... وإنما يتنافى الحق والباطل لا الحق في نفسه، وفي ذلك يقول القائل:
الطرق شتى وطريق الحق منفردة ۞ والسالكون طريق الحق أفراد(16)
(16) شرح المباحث الأصلية
Berdasarkan hal yang telah dilalui, Kebenaran itu satu dan jalannya juga satu, meskipun cara menempuhnya berbeda... Sesungguhnya yang bertentangan adalah antara kebenaran dan kebatilan, bukan kebenaran itu sendiri. Dalam hal ini, seorang penyair berkata:
'Jalan itu bermacam-macam, namun jalan kebenaran hanya satu ۞ Dan para penempuh jalan kebenaran (saalik) memiliki cara sendiri-sendiri’
فهم جميعا - مع اختلاف مسمياتهم - يسعون إلى مرضاة ربهم:
قد رفضوا الآثام والعيوبا ۞ وطهــــــروا الأبـدان والقــــــــــلوبا
وبلغوا حقيقة الإيـــــــمان ۞ وانتهجوا مـناهج الإحسان
Mereka semua (dalam hakikatnya) — meskipun berbeda nama (metodenya) — berusaha mencari keridhaan Tuhan mereka:
Mereka telah meninggalkan dosa dan beberapa ‘aib ۞ serta mensucikan badan dan hati mereka.
Mereka mencapai hakikat iman ۞ dan menempuh jalan-jalan ihsan (kebaikan)
"طهروا الأبدان من العيوب والذنوب الظاهرة بوجود التقوى والاستقامة، وطهروا القلوب من الأخلاق المذمومة محرمة كانت أو مكروهة بوجود التزكية والرياضة؛ فلم يبق فيهم شيء من الذنوب والعيوب مما يعلمونه؛ ثم لجأوا لمولاهم في الطهارة مما يعلمونه؛ فكانوا مطهرين بتطهيره الأمري أولا، وبتطهيره الإفضالي آخرا؛ وإن كان هو السابق لهم في الجمع فللنسب اعتبار ...؛ وهذا منتهى قيامهم بحق الإسلام الذي مداره على علم الجوارح...(17)
(17) شرح المباحث الأصلية
هذا ولا يتحقق كل من الفقير والزاهد بحاليهما إلا بالمعرفة؛ وهي إما معرفة كسبية يكتسبها الفقير والزاهد بالاطلاع على علوم القوم حسب همته؛ فيحيط بعين الشيء من غير تعرض للحكم عليه، أو وهبية يفتح بها على الفقير والزاهد في طريق سيرهما حيث يتمكنان من "حقيقة العلم بالمعروف من القلب حتى لا يمكن الانفكاك عنه بحال"؛ ومن ذلك العلوم الراجعة للتعرف على معاني الأسماء والصفات؛ حيث يتحقق علمه بجلال الله في سره على قدر ما فتح له.
Mereka mensucikan badan dari ‘Uyuub dan dosa-dosa yang tampak dengan adanya ketakwaan dan keistiqomahan, serta mensucikan hati dari sifat-sifat tercela, baik yang diharamkan maupun yang makruh, melalui penyucian diri (tazkiyyah) dan latihan jiwa (riyadhah); sehingga tidak ada lagi dalam diri mereka sedikitpun dosa dan kekurangan yang mereka ketahui. Kemudian, mereka memohon kepada Tuhan mereka untuk disucikan dari apa yang tidak mereka ketahui; sehingga mereka menjadi orang yang disucikan oleh Allah secara perintah (dengan tuntunan syariat) terlebih dahulu, dan dengan anugerah-Nya (karunia ilahi) pada akhirnya. meskipun Dialah yang pertama kali memulai proses penyatuan (pengajaran) bagi mereka, karena ada perhatian khusus terhadap status mereka; ini adalah puncak pengamalan mereka terhadap hak Islam, yang berpusat pada ilmu anggota badan.
Demikian pula, baik seorang fakir maupun seorang zahid tidak dapat benar-benar mencapai keadaan mereka kecuali melalui ma’rifat. Adakalanya ma’rifat berupa ma'rifat kasbiyyah (pengetahuan yang diusahakan), yang didapat oleh fakir dan zahid melalui pemahaman terhadap ilmu para ahli sesuai dengan semangatnya, kemudian pemahamannya mencakup esensi sesuatu tanpa memberi penilaian (hukum) terhadapnya. Atau bisa juga berupa ma'rifat wahbiyyah (pengetahuan yang dianugerahkan) yang dibukakan bagi fakir dan zuhud dalam perjalanan mereka, di mana mereka bisa mencapai "hakikat ilmu tentang kebaikan dari hati sehingga tidak mungkin terpisah darinya dalam keadaan apa pun." Termasuk di dalamnya ilmu yang berkaitan dengan pemahaman tentang makna nama-nama dan sifat-sifat Allah; di mana pengetahuan tentang keagungan Allah terwujud dalam batinnya sesuai dengan seberapa besar pintu ilmu dibukakan baginya.
أما المعرفة عند العارف فهي: "تحقق العارف بما يقتضيه جلال معروفه حتى يصير ذلك التحقق كأنه صفة له لا تتحول ولا تتزحزح، ولا تجري أحواله إلا على مقتضاها "حيث" يشهد كل شيء منه وبه وله؛ فلا يبقى لوجود شيء عنده دونه"(18).
(18) اعتمد فيما سبق على شروح الشيخ أحمد زروق على الحكم العطائية (15 - 16 – 17)
وعليه فإن المعرفة مراتب ودرجات بحسب الهمة أو التربية، والأحوال والمقامات.
إلا أنه من غلب عليه العمل فعابد، أو الترك فزاهد, أو النظر لتصريف الحق فعارف، والكل صوفية - وإن اختلفوا في المقامات والمراتب -؛ "لأن من بلغ إلى حقيقة الإسلام لم يقدر أن يفتقر عن العمل، ومن بلغ إلى حقيقة الإيمان لم يقدر أن يلتفت إلى العمل، ومن بلغ إلى حقيقة الإحسان لم يقدر أن يلتفت إلى أحد سوى الله تعالى ".
Adapun ma'rifat menurut seorang ‘arif adalah: “Pencapaian seorang ‘arif terhadap apa yang dituntut oleh keagungan yang dikenalnya (Allah), hingga pencapaian itu seolah-olah menjadi sifat baginya yang tak beralih atau bergeser, dan seluruh keadaannya berjalan sesuai dengan tuntutan itu di mana ia menyaksikan segala sesuatu dari, dengan, dan untuk-Nya; sehingga tidak ada lagi keberadaan sesuatu pun baginya di luar-Nya.”
Berdasarkan ini, ma’rifat memiliki tingkatan dan derajat sesuai dengan himmah (semangat) atau tarbiyah (bimbingan), ahwal (keadaan spiritual), dan maqam (tingkatan spiritual).
Namun seseorang yang didominasi oleh amal perbuatan disebut sebagai 'abid (ahli ibadah), yang didominasi oleh meninggalkan dunia disebut zahid , atau memandang (tafakkur) kepada pengaturan Tuhan (al-Haq) disebut ‘arif; dan semuanya adalah sufi — meskipun mereka berbeda dalam maqam dan tingkatan— 'karena siapa yang mencapai hakikat Islam tidak mungkin lepas dari amal perbuatan, siapa yang mencapai hakikat iman tidak mungkin menoleh kepada amal, dan siapa yang mencapai hakikat ihsan tidak mungkin menoleh kepada selain Allah Ta'ala
Mutarjim : Akhmad Zaki Jauhari
Contact Person : 085706373100
Email : akhmadzakijauhari@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
al-Burnusiy, Abi al-‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa Zarrouq al-Fasi, (Wafat 899 H)., Qawaid al-Tasawuf, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon., 2019 M / 1440 H., (Tahqiq: Abdulmajid Khayali, 2002)., cet. kelima.
Tayeb, Mohammed Idris, (Lahir 1369 H / 1950 M)., Syarah Qawaid al-Tasawuf, Books Publisher, Beirut, Lebanon, 2022., cet. pertama, sebanyak 2 jilid.
Posting Komentar untuk "QOIDAH 10: PERBEDAAN MASAALIK (METODE SPIRITUAL) TIDAK MENGHARUSKAN ADANYA PERBEDAAN TUJUAN"