![]() |
Sumber Meta Ai |
قَاعِدَةٌ (١٢)
الْعِلْمُ وَالْعَمَلُ تَوْأَمَانِ
Ilmu dan amal adalah saudara kembar menurut ulama’ sufi
شَرَفُ الشَّيْءِ إِمَّا أَنْ يَكُوْنَ بِذَاتِهِ فَيَتَجَرَّدُ طَلَبُهُ لِذَاتِهِ، وَإِمَّا أَنْ يَكُوْنَ لِمَنْفَعَتِهِ فَيُطْلَبُ مِنْ حَيْثُ يُتَوَصَّلُ مِنْهُ إِلَيْهَا بِهِ، وَإِمَّا أَنْ يَكُونَ لِمُتَعَلَّقِهِ فَيَكُوْنُ الْفَائِدَةُ فِي الْوُصْلَةِ بِمُتَعَلَّقِهِ. فَمِنْ ثَمَّ قِيْلَ: (عِلْمٌ بِلَا عَمَلٍ وَسِيْلَةٌ بِلَا غَايَةٍ ، وَعَمَلٌ بِلَا عِلْمٍ جِنَايَةٌ)، وَالْعَمَلُ أَفْضَلُ مِنْ عِلْمٍ بِهِ. وَالْعِلْمُ بِهِ تَعَالَى أَفْضَلُ الْعُلُوْمِ، لِأَنَّهُ أَجَلُّ الْعُلُوْمِ. وَعِلْمٌ يُرَادُ لِذَاتِهِ أَفْضَلُ، لِكَوْنِ خَاصِّيَّتِهِ فِي ذَاتِهِ، كَعِلْمِ الْهَيْبَةِ وَالْأُنْسِ وَنَحْوِ ذَلِكَ. فَمَنْ لَمْ تَظْهَرْ نَتِيْجَةُ عِلْمِهِ فِي عَمَلِهِ، فَعِلْمُهُ عَلَيْهِ لَا لَهُ. وَرُبَّمَا شَهِدَ بِخُرُوْجِهِ مِنْهُ إِنْ كَانَ عِلْمُهُ مَشْرُوْطًا كَعَمَلِهِ، وَلَوْ فِي بَابِ كَمَالِهِ، فَافْهَمْ وَتَاَمَّلْ ذَلِكَ.
Kemuliaan sesuatu itu adakalanya pada dzatnya, sehingga pencariannya pun semata-mata untuk dzatnya, dan adakalanya terletak pada manfaatnya sehingga pencariannya bisa dicari dari mana ia memperolehnya, atau adakalanya pada hubungannya dengan objek yang terkait dengannya, sehingga manfaatnya terletak pada hubungan dengan objek tersebut. Lalu dikatakan: (Ilmu tanpa amal adalah sarana tanpa tujuan, dan amal tanpa ilmu adalah kejahatan), amal lebih utama dari ilmu. Dan ilmu tentang keesaan Allah SWT adalah ilmu yang paling utama dari beberapa ilmu, karena ilmu tentang keesaan Allah merupakan ilmu yang paling mulia. Dan ilmu yang dicari karena dzatnya adalah ilmu yang lebih utama, karena sifat khususnya terletak pada dzatnya, seperti ilmu haibah dan unsi, dan ilmu-ilmu semacam itu. Maka barangsiapa yang hasil ilmunya tidak tampak dalam amalnya, maka ilmunya itu menjadi beban baginya, bukan bermanfaat untuknya. Dan mungkin hal itu menjadi saksi keluarnya ilmu dari dirinya jika ilmunya disyaratkan dengan amalnya, meskipun dalam bab kesempurnaan ilmu. Maka pahamilah dan renungkanlah hal itu.
شرح عند الأستاذ الشيخ محمد إدريس طيب :
Penjelasan dari Syekh Muhammad Idris Tayib:
تؤكد القاعدة على أن شرف الأشياء وقيمتها تكمن في الهدف منها ومن طلبها؛ فالأشياء:
Kaidah ini menegaskan bahwa kemuliaan dan nilai sesuatu terletak pada tujuan dan pencarian sesuatu, maka sebagai berikut:
قد تطلب لذاتها لما تمثله من قيمة، ولاحتوائها على المثل العليا؛ فتكون الغاية من طلبها التمسك بقيمها المثلى؛ وأشرف المعارف الَّتى تطلب لذاتها معرفة الله تعالى؛ وعليه فإن شرف علم العقيدة كائن في ذاته؛ لذا فإنه يطلب لذاته لا لغاية أخرى.
Terkadang sesuatu dicari karena dzatnya untuk mewakili nilai-nilainya, sebab memiliki nilai dan mengandung contoh yang luhur. Sehingga tujuan pencariannya adalah untuk memegang teguh nilai-nilai terbaiknya. Pengetahuan yang mulia dicari karena dzatnya adalah pengetahuan tentang Allah SWT. Oleh karena itu, kemuliaan ilmu akidah terletak pada dzatnya, sehingga ilmu ini dicari karena dzatnya, bukan karena tujuan lain.
قال أبو الحجاح يوسف بن موسى الضرير المغربي:
Abu al-Hajjakh Yusuf bin Musa al-Dharir al-Maghribi berkata:
فخير ما يطلب بالدليل ۞ معرفة الإله والرسول
Maka sebaik-baiknya yang dicari dengan dalil adalah pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul-Nya
لذا لما سئل الجنيد عن العلم النافع قال :"هو أن تعرف ربك ولا تعدو قدرك".
Oleh karena itu ketika imam Junaid ditanya tentang ilmu yang bermanfaat, dia berkata: “Ilmu yang bermanfaat adalah kamu mengetahui Tuhanmu dan tidak melampaui batas kemampuanmu.”
وقد تطلب لغير ذاتها أي أنها تطلب لمنفعة وتحقيق غرض؛ فهي وسيلة لتحقيق هدف أسمى لا غايات في حد ذاتها، كالمباحث المنطقية لمعرفة العقيدة؛ حيث يتوصل بها إلى معرفة اللّه تعالى وصفاته على وجه اليقين الذي تطمئن إليه النفوس؛ اعتمادا على الدليل لا التقليد.
Terkadang sesuatu dicari bukan karena dzatnya, melainkan untuk mendapatkan manfaat dan mencapai tujuan. Maka ilmu tersebut menjadi alat untuk mencapai tujuan yang lebih mulia, bukan tujuan itu sendiri. Seperti halnya ilmu mantiq yang dicari untuk mengetahui akidah. Dimana dengan ilmu mantiq, seseorang dapat mencapai pengetahuan tentang Allah SWT dan sifat-sifat-Nya dengan keyakinan yang memberi ketenangan pada jiwa. berdasarkan dalil bukan sekedar taqlid.
قال الرازي: "إن شرف العلم بشرف المعلوم؛ فمهما كان المعلوم أشرف كان العلم الحاصل به أشرف؛ فلما كان أشرف المعلومات ذات الله تعالى وصفاته وجب أن يكون العلم المتعلق به أشرف العلوم"، ويضيف الرازي قائلا: "إن شرف العلم قد يكون بشرف موضوعه، وقد يكون لشدة الحاجة إليه، وقد يكون لقوة برهانه؛ وعلم الأصول(1) مشتمل على الكل؛ إذ المطلوب منه معرفة ذات الله وصفاته وأفعاله..... ولا شك أن ذلك أشرف الأمور"(2).
(1) يقصد بعلم الأصول هنا: علم العقيدة والتوحيد.
(2) تفسير الرازي.
Al-Razi berkata: “Sesungguhnya kemuliaan ilmu terletak pada kemuliaan objek yang dipelajarinya. semakin mulia objek yang dipelajari, semakin mulia pula ilmu yang diperoleh darinya. Karena yang paling mulia dari segala pengetahuan adalah tentang dzatnya Allah dan sifat-sifat-Nya, maka ilmu yang berkaitan dengan-Nya haruslah menjadi ilmu yang paling mulia”. al-Razi menambahkan, “karena kemuliaan ilmu terkadang dapat ditentukan oleh kemuliaan objek yang dipelajari, terkadang juga kebutuhan yang mendesak terhadap ilmu tersebut, terkadang oleh kekuatan bukti. Ilmu ushul mencakup semuanya. Karena yang diharapkan dari ilmu ini adalah memahami dzatnya Allah, sifat-sifat-Nya, dan ketetapan-Nya... Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah hal yang paling mulia.
وقد اعتبر التفتزاني(3) علم الأصول أو التوحيد من أشرف العلوم؛ لأن منفعته هو الفوز بنظام المعاش ونجاة العباد؛ فغاية الكلام عنده: "أن يصير الإيمان والتصديق بالأحكام الشرعية متيقنا محكما لا تزلزله شبه المبطلين"(4).
(3) التفتزاني: هو الإمام سعد الدين أحمد بن يحيى التفتزاني (722 - 792هـ). شيخ الإسلام في عصره. كان عالما، وفقيها، وأصوليا متكلما على رأس المدرسة الأشعرية في عصره.
(4) شرح الرسالة للتفتزاني.
Al-Taftazani menganggap ilmu ushul atau tauhid sebagai salah satu ilmu yang paling mulia. Karena manfaatnya adalah mencapai kehidupan yang baik dan keselamatan bagi hamba. Maka tujuan utama dari ilmu ini adalah “Agar iman dan kebenaran terhadap hukum-hukum syariat menjadi kokoh dan pasti, sehingga tidak tergoyahkan oleh keraguan orang-orang yang batil.”
وطلب العلم الشرعي وبقية المعارف فإنها تطلب لمنفعتها، كعلوم الفقه؛ فإنها تدرس لمعرفة الأحكام الشرعية التكليفية والوضعية للعمل بها، وكالنحو يطلب لتصحيح النطق من اللحن، وهلم جرا من المعارف اللغوية والعلوم الإنسانية والطبيعية؛ حيث تطلب للعمل بها؛ فـ"علم بلا عمل وسيلة بلا غاية، وعمل بلا علم جناية"، ومن ذلك التصوف؛ إذ "ليس التصوف بحديث يكتفى فيه بالأخبار، ولا يغتنى بالعلم والعمل عن الأنوار"(5).
(5)الفتوحات الرحمانية في حل ألفاظ الحكم العطائية للشيخ أحمد زروق.
Menuntut ilmu syariah dan ilmu pengetahuan lainnya, dilakukan karena manfaatnya. Seperti ilmu fikih, yang dipelajari untuk mengetahui hukum-hukum syariat ta’lif6 dan wadh'i7 pada pengamalannya. Begitu pula ilmu nahwu, yang dipelajari untuk memperbaiki pengucapan dari kesalahan. Dan seterusnya, seperti ilmu bahasa, ilmu kemanusiaan, dan ilmu watak, semuanya dipelajari untuk diamalkan. Karena “Ilmu tanpa amal adalah sarana tanpa tujuan, dan amal tanpa ilmu adalah kejahatan”. Diantara hal itu adalah tasawuf. Karena “Tasawuf bukanlah hadis yang cukup dengan kabar, dan tidak pula dicukupkan dengan ilmu dan amal untuk pencerahan”.
(6)Upaya untuk mencapai kedamaian batin dan hubungan yang lebih baik dengan Tuhan serta sesama manusia.
(7) Mengajak untuk memahami dan merasakan keesaan Tuhan serta hubungan yang harmonis dengan seluruh ciptaan.
قال الشيخ أحمد زروق: "العلم ثم العمل؛ ثم النشر؛ ثم الإجادة"؛ ذلك أن "أول طريق التصوف علم، وأوسطه عمل، وآخره موهبة وتحقيق؛ فالعلم يكشف عن المراد، والعمل يعين على المطلوب، والموهبة تبلغ غاية الأمل"؛ لأن المريد لا ينتقل إلى المراسم الباطنة - وهي المقاصد الشرعية - إلا بعد أن يمر بالأحكام الظاهرة.
Syekh Ahmad Zarruq berkata: "Ilmu, kemudian amal, kemudian penyebaran, kemudian kesempurnaan". Karena "Jalan pertama tasawuf adalah ilmu, tengahnya adalah amal, dan akhirnya adalah bakat yang nyata. Ilmu itu mengungkapkan maksud, dan amal membantu mencapai yang diinginkan, dan bakat untuk mencapai tujuan amal". Karena seorang murid tidak dapat mencapai tahap batiniah - yaitu tujuan syariat - kecuali setelah melewati hukum-hukum lahiriah.
وقال جسوس في شرحه على ابن عاشر:" في تأخير ابن عاشر التصوف إشارة الى أن تحصيل ما تقدم من الجزئين الأولين (والعقيدة والعبادات) شرط في صحة التصوف؛ إذ لا تصوف إلا بفقه، كما لا فقه إلا باعتقاد وايمان؛ إذ لا تعرف أحكام اللّه الظاهرة إلا به، كما لافقه أيضا إلا بتصوف؛ إذ لا عبرة بفقه لا يصحبه صدق التوجه"(8)؛ "كما أن الرجاء بلا عمل إماتة للقلب".
(8) جسوس فقيه مغربي. له شرح على منظومة عبد الواحد ابن عاشر في الفقه المالكي؛ والتي يعتمدها المغاربة كمرجع أساسي لتعليم الفقه للمبتدئين.
Jusus berkata dalam syarahnya Ibnu 'Asyur: "Penundaan Ibnu ‘Asyur dalam membahas tasawuf menunjukkan bahwa mendapatkan penguasaan terhadap dua bagian pertama (akidah dan ibadah) adalah syarat sahnya tasawuf. Karena tidak ada tasawuf tanpa fikih, seperti halnya tidak ada fikih tanpa aqidah dan iman. Karena hukum-hukum lahiriah Allah tidak dapat diketahui kecuali dengannya (fikih). Begitu pula, tidak ada fikih tanpa tasawuf, karena tidak ada gunanya fikih tanpa disertai ketulusan niat.", "Sebagaimana harapan tanpa amal adalah kematian bagi hati".
وبناء عليه فكل من ادعى التصوف بدون عمل؛ إنما يقيم الحجة على نفسه بالادعاء، ويعرض نفسه للاتهام؛ لأنه قد يكون اتخذ من التظاهر بالتصوف مطية لنيل الحظوظ الدنيوية؛ وقد ابتلي التصوف بمثل هؤلاء على مر الأزمان؛ فكانوا وبالا على التصوف وأهله.
Berdasarkan hal itu, setiap orang yang mengklaim tasawuf tanpa amal. Sesungguhnya dia hanya menegakkan argumen terhadap dirinya sendiri dengan pengakuan, dan menempatkan dirinya untuk tuduhan. Karena mungkin dia menjadikan tasawuf sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan duniawi. Dan sungguh, tasawuf telah diuji oleh orang-orang seperti ini sepanjang masa. Maka mereka menjadi bencana bagi tasawuf dan ahlinya.
ذلك أنه إذا كان طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة؛ كما أن جميع العلوم تطلب إما لما يرجى من نفع وراء تعلمها، كعلوم اللغة، وعلوم الشريعة، وإما لمتعلقها كالتصوف؛ "فمبدؤه خشية الله، ومنتها إفراد القلب الله دون سواه"؛ لذا فإن المعرفة وحدها غير كافية؛ إذا لا بد للمسلم من الالتزام بالعمل بما تعلم؛ فالعمل قرينة على العلم؛ وعليه فـ: "التصوف أوله علم، وأوسطه عمل، وآخره موهبة من الله تعالى"؛ بل إن "التصوف هو التعلق بعلوم الحقيقة، واتباع الرسول في الشريعة".
Karena menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim dan muslimah, Sebagaimana semua ilmu dicari, baik untuk manfaat yang diharapkan di balik mempelajarinya, seperti ilmu bahasa dan ilmu syariat, dan keterkaitannya dengan tasawuf. "Maka permulaannya adalah takut kepada Allah, dan akhirnya adalah mengesakan hati untuk Allah tanpa selain-Nya". Oleh karena itu, sesungguhnya pengetahuan saja tidak cukup. Seorang muslim harus berkomitmen untuk mengamalkan apa yang telah dipelajari. Maka amal adalah bukti atas ilmu. Dan berdasarkan hal itu: 'Tasawuf awalnya adalah ilmu, pertengahannya adalah amal, dan akhirnya adalah bakat dari Allah Yang Maha Tinggi". Sesungguhnya “Tasawuf adalah keterikatan dengan ilmu-ilmu hakikat, dan mengikuti Rasul dalam syariat.
وعليه فإن "التصوف لا يعتبر إلا مع العمل؛ والتظاهر به دون عمل تدليس"؛ وقد قيل: "العلم يهتف بالعمل؛ فإن وجده؛ وإلا ارتحل"(9).
(9) الكواكب الدرية.
Oleh karena itu “Tasawuf tidak dianggap kecuali dengan pengamalan, dan berpura-pura melakukannya tanpa amal adalah penipuan”. Pernah dikatakan: “Ilmu berseru kepada amal. Jika menemukannya, ia akan menetap. Jika tidak, ia akan berpindah”.
قال الشاطبي: "كل مسألة مرسومة في أصل الفقه لا ينبني عليها فروع فقهية، أو آداب شرعية، أو لا تكون عونا على ذلك؛ فوضعها في أصول الفقه عارية... "(10).
(10) الموافقات.
Al-Syatibi berkata: “Setiap masalah yang dirumuskan dalam ushul fikih yang tidak menghasilkan cabang-cabang fikih, atau adab syar’i, atau tidak menjadi penolong untuk itu. Maka meletakkannya dalam ushul fikih adalah kosong...".
فالتصوف علم وعمل؛ فالعلم إمام العمل فهو سابق له في وجوده حكما وحكمة؛ كما أن "التصوف لا يعرف الا مع العمل به"؛ فـ"الاستظهار به دون عمل تدليس"؛ إذ لا يكفي العلم بالأحكام الشرعية دون التقيد والإلتزام بها عمليا؛ فجميع ما وصل إليه الصوفية من تنوير السريرة كان نتاجا للعمل بالشريعة؛ وعليه فإن السالك يبتدئ بمعرفة أحكامها؛ ليطبقها في حياته العملية، وسلوكاته ومعاملاته؛ وبذلك يكون قد صدق بالفعل ما نزل على سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم؛ فالترقي في المقامات ناتج عن العمل بما علم ﴿وَاتَّقُوْاللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ﴾ [البقرة: 282] .
Tasawuf adalah ilmu dan amal. Ilmu adalah pemimpin amal, ia mendahuluinya dalam keberadaannya baik segi hukum maupun kebijaksanaan. Sebagaimana “Tasawuf tidak dikenal kecuali dengan mengamalkannya”. Karena itu, “Menampakan tasawuf tanpa amal adalah penipuan". Ilmu tentang hukum-hukum syariat tidaklah cukup tanpa penerapan dan komitmen terhadapnya secara praktis. Semua yang dicapai oleh kaum sufi berupa pencerahan batin adalah hasil dari beramal dengan syariat. Berdasarkan hal itu, sesungguhnya seorang salik memulai dengan mengetahui hukum-hukumnya. Untuk menerapkannya dalam proses kehidupannya, suluknya, dan muamalahnya11. Sungguh telah benar ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Maka peningkatan adalah hasil dari beramal dari apa yang diketahui. “Dan bertaqwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah mengetahui segala sesuatu”. (Al-Baqarah:282)
(11) Kegiatan tukar menukar barang atau hubungan sosial antar manusia sesuai syariat islam.
فلا تجلى ولا إلهام ولا أنوار إلا بالمجاهدة انطلاقا من العلم الصحيح؛ فهو يوصل إلى العلم اللدني، ومن ظن غير ذلك؛ فقد أخطأ الطريق، وضل السيل؛ وعليه فقد كان رواد التصوف من كبار العلماء فقها وورعا.
Tidak ada Tajali12, dan tidak ada ilham13, tidak ada pencerahan kecuali dengan mujahadah14 yang dimulai dari ilmu yang benar, maka ia menghantarkan kepada ilmu laduni, barang siapa yang menyangka selain itu, maka ia telah salah jalan, dan tersesat arus . Oleh karena itu, para pelopor tasawuf adalah dari kalangan ulama terkemuka dalam hal fikih dan wira’i15.
(12)Meresapkan rasa ketuhanan sedalam-dalamnya kedalam diri setelah takhali dan tahali sehingga terlihat nur kegaiban dalam hati.
(13)Pengetahuan yang diperoleh dalam hati yang tidak diketahui bagaimana dan dari mana datangnya, hanya dengan tiba-tiba menjelma dalam hati dengan tidak disengaja dan tidak pula diusahakan.
(14)Perjuangan batin melawan diri sendiri dalam usahanya dalam memasuki kehidupan yang lebih sempurna sebagai manusia didalam melawan nafsu serta berubah untuk tidak meminta imbalan atau ganjaran atas amal ibadahnya.
(15)Sikap menahan diri dari hal-hal yang dapat membuat jauh dari Allah SWT.
قال ابن عربي منتقدا من قال بخلاف الشريعة للحقيقة:"..... وهيهات لما تخيلوا؛ بل الحقيقة عين الشريعة؛ فإن الشريعة جسم وروح؛ فجسمها علم الأحكام، وروحها الحقيقة؛ فما ثم إلا شرع"*(16) .
(16) رسائل ابن عربي
Ibnu Arabi berkata dalam mengkritik orang yang mengatakan bahwa hakikat bertentangan dengan syariat”. Dan mustahil apa yang mereka bayangkan. Justru hakikat adalah inti dari syariat. Karena syariat adalah jasad dan ruh. Jasadnya adalah ilmu tentang hukum, dan ruhnya adalah hakikat. Maka tidak ada yang lain selain syariat."
وبناء على ما سبق فمن قضى حياته في تعلم العلم دون أن يعمل به؛ فمثله كمن تطهر وتوضأ وأصبغ الوضوء ولم يصل، وكالطبيب الذي يتكلم عن فوائد الصيام ولا يصوم؛ وفي مثل هؤلاء يقول تعالى: ﴿مَثَلُ الَّذِيْنَ حُمِّلُوْا التَّوْرَىةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوْهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ اَسْفَارًا﴾ [الجمعة: 5]؛ حيث شبه الله تعالى من يحمل العلم في جوفه ثم لايعمل به بالحمار الذي يحمل الكتب فوق ظهره، ولا يفقه ما فيها فضلا عن العمل بها؛ ولقد قال الحسن البصري:"الفقيه من فقه عن الله أمره ونهيه".
Berdasarkan uraian di atas, maka orang yang menghabiskan hidupnya untuk belajar ilmu tanpa mengamalkannya, ibarat orang yang bersuci, berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, tetapi tidak shalat. Seperti juga dokter yang berbicara tentang manfaat puasa, tetapi tidak berpuasa. Dan tentang orang-orang seperti ini, Allah SWT berfirman: "Perumpamaan orang-orang yang dibebani tugas mengamalkan Taurat, kemudian tidak mengamalkannya, adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab (tebal tanpa mengerti kandungannya)" (Al-Jumu'ah: 5). Di mana Allah SWT menyamakan orang yang membawa ilmu di dalam dirinya, tetapi tidak mengamalkannya, dengan keledai yang membawa kitab-kitab di punggungnya, tetapi tidak memahami apa yang ada di dalamnya, apalagi mengamalkannya. Hasan al-Bashri berkata: "Orang yang berilmu adalah orang yang memahami perintah dan larangan Allah."
وحيث إن شرف التصوف حاصل فى متعلقه، فلا أشرف من التصوف وعلوم الصوفية، لأن مبدأها الكلام في التوحيد الموجب للخشية، وأوسطها الكلام في العبودية وأعلاها التبرؤ مما سوى الربوبية؛ لذا فإن العلوم دونه في الفضل والمنزلة.
Karena kemuliaan tasawuf terletak pada objeknya, maka tidak ada yang lebih mulia dari tasawuf dan ilmu-ilmu kaum sufi. Karena awalnya adalah pembicaraan tentang tauhid yang menimbulkan rasa takut, tengahnya adalah pembicaraan tentang ubudiyah, dan puncaknya adalah berlepas diri dari selain ketuhanan. Oleh karena itu, ilmu-ilmu lain lebih rendah darinya dalam hal keutamaan dan kedudukan.
قال الشيخ أحمد زروق:
"العلم إما أن يكون مرادا للتشدق كالمنطق والجدل، ونحوه مما غاية المقصد به إفحام الخصم ، ونحوه؛ وهذا متروك عند ذوي الدين. إلا من حيث أنه كمال في ذاته، أو معين على غيره، وإما أن يكون مرادا للتخلق كالتصوف على طريق الإمام أبي حامد(17)، والمحاسبي(18) وغيره، ولا ينبغي أن يهمل علمه، ولا أن يقتصر عليه دون عمل به؛ وإن قل؛ لأنه مقصده؛ فإن تعذر عمله، فلا يبطل علمه، إذ لو شرط في العلم العمل؛ لما صح تعلمه للزوم الدور، وما هو إلا كالأمر والنهىي لو شرط فيه الاتصاف لبطل، وبطلانه باطل للزوم ارتفاعه لذلك،
(17) كان الشيخ أحمد زروق معجبا بالإمام الغزالي. حيث شرح له كتاب العقائد في كتاب الإحياء مرتين. إلا أن ذلك لم يمنعه من التنبيه على بعض أقواله وآرائه.
(18) الحارث المحاسبي: هو أبو عبد الله الحارث بن أسد المحاسبي البصري. أحد كبار رجالات التصوف، علما، وعملا، وحالا. من أهم كتبه "الرعاية في الأخلاق والزهد"، والتي اعتمدت من طرف كبار الصوفية بالمغرب. توفي ببغداد سنة: 243 هجرية.
Syekh Ahmad Zarruq berkata:
Ilmu adakalanya bertujuan untuk berbangga diri, seperti itu mantiq dan perdebatan dan sejenis lainnya, di mana tujuan akhirnya hanya untuk mengalahkan lawan dan sejenis lainnya. Dan ini ditinggalkan oleh orang-orang beriman, kecuali jika dilihat sebagai kesempurnaan dalam dzatnya atau sebagai bantuan untuk tujuan yang lain. Adakalanya bertujuan untuk membentuk akhlak, seperti tasawuf oleh Imam Abu Hamid, al-Muhasibi, dan lainnya. Tidak seharusnya ilmu itu diabaikan, dan tidak cukup hanya memiliki ilmu tanpa mengamalkannya, meskipun sedikit, karena amal adalah tujuannya. Jika tidak bisa mengamalkannya, maka tidak menjadi batal ilmunya, jika amal menjadi syarat bagi ilmu, maka tidak sah mempelajari ilmu tersebut dan akan terjebak dalam lingkaran yang tidak berujung. Hal ini sama seperti perintah dan larangan, jika keduanya harus memiliki sifat tertentu, maka akan menjadi batal, dan kebatalan ini perlu diangkat karena alasan itu,
وإما أن يكون مرادا للتحقق؛ كالمعارف والأحوال؛ وهي أمور خاصة لمخصوصين، وفيها وقع الغلط لخلق كثير باعتبار حقائقها، وباعتبار ادعائها؛ فلزم الوقوف مع المبادئ في الأول؛لأن السير والسلوك إنما هو لتحققها، وكمالها، وليس ثم غيرها، ومن فهم غير هذا؛ فقد ضل وأضل، وكل ما لا يصح أصله في المبادئ(19) لا يقبل في المناهي(20)، ولزم التوقف عن القبول في الثاني. حتى لا يشك فيه لكثرة الغلط، والله أعلم؛ وإما أن يكون مرادا لهما كالفروع الفقهية؛ والأحكام العلمية؛ ويتعين قصد الأفضل بها، وإلا كانت وبالا على صاحبها. ثم لإسراع المفاسد، وللقصد فيها منع المشايخ اشتغال المريد بها وحذروا من الإكثار منها؛ لأنها تشغب الذهن وتشغله. لكن ذو الحقيقة لا تزيده إلا كمالا. نعم لا يصح الاعتناء بها إلا مع تصحيح النية، والتأدب في المفاوضة، وإعطاء كل وقت حقه، والله أعلم"(21).
(19) المبادئ: أي المقدمات، والمنطلقات.
(20) المبادئ: أي المقدمات، والمنطلقات.
(21) الفتوحات الرحمانية في حل ألفاظ الحكم العطائية، قمنا بتحقيقه.
Adakalanya ilmu juga bertujuan untuk mencapai hakikat, seperti ilmu-ilmu ma’rifat22 dan ahwal23, yang merupakan hal-hal khusus bagi orang-orang tertentu. Banyak orang telah keliru dalam memahami hakikat-hakikat ini dan dalam klaim-klaim yang mereka buat. Oleh karena itu, penting untuk berpegang pada prinsip-prinsip dasar di awal, karena perjalanan dan pengamalan spiritual sejatinya adalah untuk mencapai dan menyempurnakan hakikat-hakikat tersebut, dan tidak ada yang lain. Siapa pun yang memahami selain ini telah sesat dan menyesatkan. Segala sesuatu yang tidak memiliki dasar yang sah dalam prinsip-prinsip tidak akan diterima dalam hal-hal yang harus dijauhi. Oleh karena itu, penting untuk berhenti menerima yang kedua, agar tidak terjadi keraguan akibat banyaknya kesalahan, dan Allah lebih mengetahui. Adakalanya kedua hal tersebut bertujuan seperti cabang-cabang fikih dan hukum-hukum ilmiah. Maka diarahkan untuk tujuan terbaik, jika tidak, hal tersebut akan menjadi cobaan bagi pemiliknya. Jangan terlalu terlibat, para guru melarang murid terlibat terlalu banyak dalam hal tersebut dan memperingatkan mereka agar tidak berlebihan, karena hal ini dapat mengganggu pikiran dan menyibukkan mereka. Namun, bagi orang yang telah mencapai hakikat, hal-hal ini justru menambah kesempurnaan dirinya. Memang, perhatian terhadap hal-hal tersebut tidak benar kecuali dengan niat yang benar, adab dalam berdiskusi, dan memberikan setiap waktu haknya. Allah lebih mengetahui.
(22)Ilmu yang menekankan pentingnya penyerahan diri kepada tuhan yang naik setingkat demi setingkat sehingga akhirnya sampai kepada tingkat yang kuat.
(23)Kondisi seorang hamba terhadap Tuhannya yang merupakan anugerah dari Tuhan tanpa melalui usaha berupa latihan spiritual.
ولابد أن يكون العمل مع العلم؛ فعلم بلا عمل وسيلة بلا غاية، وعمل بلا علم جناية، ومن أعطى العلم كله أعطاه جزءه، ومن أعطاه بعضه لم يعطه بعضه ولا كله؛ وإن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذوا دينكم، والواثق بكل أحد متلاعب بدينه؛ وكيف يكون عالما بالدين من كان غاشا لنفسه؛ فإن العالم طيب الدين، ودواء الدنيا داء الدين، فإذا كان الطبيب يجر الداء إلى نفسه فكيف ببريء غيره ولا يكون ممن يداوي العليل؛ ومن العجائب أعمش كحال؛ والأهم على ذوي الدين ما لا يتم الأمر إلا به من معرفة التوحيد دون تعمق؛ ومعرفة الفقه دون تقصير، ومعرفة الأحوال بقدر الحاجة في لوازم العبودية؛ فقد جاء في الحديث: "إن الله لا يسأل الخلق عن ذاته وصفاته، ولا عن قضائه وقدره؛ وإنما يسألهم عن أمره ونهيه؛ فاطلب ربك من حيث يطلبك"، وقال عليه السلام لمعاذ رضي الله عنه: " اتق الله حيث كنت وأتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن... " الحديث.
Haruslah amal itu disertai dengan ilmu. Ilmu tanpa amal adalah sarana tanpa tujuan dan amal tanpa ilmu adalah kejahatan. Barang siapa yang memberikan seluruh ilmunya, maka ia memberikan sebagian darinya. Barang siapa memberikan sebagian darinya, maka ia tidak memberikan sebagian yang lain dan tidak seluruhnya. Ilmu ini adalah agama maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian, orang yang percaya dia mempermainkan agamanya. Bagaimana bisa menjadi seorang yang berilmu dalam agama orang yang menipu dirinya sendiri. Maka sesungguhnya orang yang berilmu adalah baik agamanya, dan obat dunia adalah penyakit agama, Maka jika dokter mendatangkan penyakit kepada dirinya sendiri, maka bagaimana dia menyembuhkan yang lain, dan orang semacam itu bukan termasuk yang mengobati orang sakit. Diantara keajaiban adalah orang yang rabun menjadi tukang celak. Dan yang paling penting bagi orang-orang yang beragama adalah sesuatu yang tidak sempurna kecuali dengannya, yaitu pengetahuan tentang tauhid tanpa pendalaman dan pengetahuan tentang fikih tanpa pengurangan, dan pengetahuan ahwal sebatas kebutuhan dalam keperluan-keperluan peribadatan. Telah disebutkan dalam hadits: "Sesungguhnya Allah tidak akan bertanya kepada makhluk-Nya tentang Dzat-Nya dan sifat-sifat-Nya, dan tidak pula tentang qada dan qadar-Nya. Tetapi Dia akan bertanya kepada mereka tentang perintah dan larangan-Nya. Maka, mintalah kepada Tuhanmu dari mana pun kamu meminta." (Hadits Riwayat al-Tirmidzi). Nabi Muhammad Saw bersabda kepada Mu'adz bin Jabal RA:"Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka perbuatan baik itu akan menghapus perbuatan buruk. Pergaulilah manusia dengan yang akhlak baik." (Hadits Riwayat al-Tirmidzi).
لذا وجب اتباع العلم في كل ورد وصدر؛ لأنه مفتاح الفتح لقوله عليه السلام: "العلم إمام العمل والعمل تابعه"، وقال عليه الصلاة والسلام: "إنما العلم بالتعلم، وإنما الحلم بالتحلم، ومن يعط الخير يعطه، ومن يتق الشر يوقه، ومن عمل بما علم ورثه الله علم ما لم يعلم".
Oleh karena itu, wajib mengikuti ilmu dalam setiap datang (tawajjuh kepada Allah)dan pergi (meninggalkan duniawi). karena ilmu adalah kunci pembukaan. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda: “Ilmu adalah pemimpin amal, dan amal adalah pengikutnya”, Beliau juga bersabda: “Sesungguhnya ilmu itu diperoleh melalui pembelajaran, dan kesabaran itu diperoleh melalui latihan. Barang siapa yang diberikan kebaikan, ia akan menerimanya, dan barang siapa yang menjauhi keburukan, ia akan terhindar darinya. Dan barang siapa yang mengamalkan apa yang ia ketahui, Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya”.
والعلوم التي يحتاج إليها الصوفي هي: علم الأصول أو التوحيد - علم الفقه – علم الحديث - علم الأحوال والمنازعات، وما يرتبط بها من آداب ومعاملات.
Dan ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh seorang sufi adalah: ilmu ushul atau tauhid, ilmu fikih, ilmu hadits, ilmu ahwal dan munaziat24 , serta segala hal yang berkaitan dengannya seperti adab dan muamalah.
(24)Perselisihan yang muncul antar individu yang berkaitan dengan hak ataupun topik lain yang dapat menyebabkan perbedaan pandangan.
وأشرف العلوم علم المعرفة باللّه تعالي؛ لذا عد التصوف أشرف العلوم۔
Ilmu yang paling mulia adalah ilmu tentang mengenal Allah SWT. Oleh karena itu, tasawuf dianggap sebagai ilmu yang paling mulia.
Murtajim : Alfina Rachma Ramadhani
Contact Person : 087715566331
Email : alfina.rachma2001@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
al-Burnusiy, Abi al-‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa Zarrouq al-Fasi, (Wafat 899 H)., Qawaid al-Tasawuf, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon., 2019 M / 1440 H., (Tahqiq: Abdulmajid Khayali, 2002)., cet. kelima.
Tayeb, Mohammed Idris, (Lahir 1369 H / 1950 M)., Syarah Qawaid al-Tasawuf, Books Publisher, Beirut, Lebanon, 2022., cet. pertama, sebanyak 2 jilid.
Kementerian Agama Republik Indonesia “Al-Qur’an kemenag” layanan kemenag (2022):2
Posting Komentar untuk "QOIDAH 12: ILMU DAN AMAL ADALAH SAUDARA KEMBAR MENURUT ULAMA’ SUFI"