QOIDAH 28: ADAB SULUK, MENCARI ILMU DAN MENYEBARKANNYA

Sumber Meta Ai


 قَاعِدَةٌ (٢٨)

آدَابُ السُّلُوْكِ وَطَلَبِ الْعِلْمِ وَنَشْرِهِ

Adab Suluk, Mencari Ilmu dan Menyebarkannya

لِكُلِّ شَيْءٍ وَجْهٌ، فَطَالِبُ الْعِلْمِ فِي بِدَايَتِهِ شَرْطُهُ الْاِسْتِمَاعُ وَالْقَبُوْلُ، ثُمَّ التَّصَوُّرُ وَالتَّفَهُّمُ، ثُمَّ التَّعْلِيْلُ وَالِاِسْتِدْلَالُ، ثُمَّ الْعَمَلُ وَالنَّشْرُ. وَمَتَى قَدَّمَ رُتْبَةً عَنْ مَحَلِّهَا حُرِمَ الْوُصُوْلَ لِحَقِيْقَةِ الْعِلْمِ مِنْ وَجْهِهَا. فَعَالِمٌ بِغَيْرِ تَحْصِيْلٍ ضُحْكَةٌ، وَمُحَصِّلٌ دُوْنَ تَقْوَى لَا عِبْرَةَ بِهِ، وَصُوْرَةٌ لَا يُحْصَنَهَا الْفَهْمُ لَا يُفِيْدُهَا غَيْرَهُ، وَعِلْمٌ عَرِيٌّ عَنِ الْحُجَّةِ لَا يَنْشَرِحُ بِهِ الصَّدْرُ، وَمَا لَمْ يُنْتِجْ فَهُوَ عَقِيْمٌ. وَالْمُذَاكَرَةُ حَيَاتُهُ، لَكِنْ بِشَرْطِ الْاِنْصَافِ وَالتَّوَاضُعِ وَهُوَ قَبُوْلُ الْحَقِّ بِحُسْنِ الْخُلُقِ، وَمَتَى كَثُرَ الْعَدَدُ اِنْتَفَيَا فَاقْتَصِرْ وَلَا تَنْتَصِرْ، وَاطْلُبْ وَلَا تُقَصِّرْ، وَبِاللّهِ التَّوْفِيقُ.

Setiap sesuatu memiliki wajah, maka syarat bagi seorang pencari ilmu di awalnya adalah mendengarkan dan menerima, kemudian menggambarkan dan memahami, lalu memberi alasan dan mencari asal-usul dalil, dan akhirnya mengamalkan serta menyebarkan ilmu. Jika seseorang mendahulukan satu tingkatan di atas yang lain, maka akan dihalangi untuk mencapai hakikat ilmu dari tingkatannya. Seorang yang berilmu tanpa pengamalan adalah bahan tertawaan, dan seorang yang belajar tanpa ketakwaan tidak memiliki nilai. Penggambaran yang tidak disertai pemahaman tidak akan bermanfaat bagi orang lain, dan ilmu yang tanpa dalil tidak akan memberikan ketenangan hati, dan ilmu yang tidak menghasilkan manfaat adalah ilmu yang mandul. Memahami dan mengulangi ilmu adalah kehidupan bagi pengetahuan itu, tetapi harus dengan syarat bersikap adil dan rendah hati, yaitu menerima kebenaran dengan akhlak yang baik. Jika jumlah peserta diskusi terlalu banyak, maka sikap adil dan rendah hati dalam berdiskusi akan hilang, maka cukupkanlah  dengan diskusi yang berkualitas dan jangan sibuk mencari kemenangan. Carilah ilmu dengan sungguh-sungguh, dan dengan Allah-lah keberhasilan.


شرح عند الأستاذ الشيخ محمد إدريس طيب :

Penjelasan dari Syekh Muhammad Idris Tayib:

"لكل شيء وجه": أي أن لكل غاية وسيلة تودي إليها، ولكل هدف طريقة وصل إليه؛ وطريق طلب العلم عبارة عن سلم لا بد من الرقي فيه من رتبة أو درجة إلى أخرى؛ وعليه فإن طالب العلم يشترط فيه الترقي عبر المراتب التالية:

“Setiap sesuatu memiliki wajah": yaitu bahwa setiap tujuan memiliki sarana yang mengarah kepadanya, dan setiap sasaran memiliki cara untuk mencapainya. Dan jalan untuk mencari ilmu adalah seperti tangga yang harus dilalui dari satu tingkat ke tingkat lainnya. Oleh karena itu, seorang pencari ilmu disyaratkan untuk naik melalui tingkatan-tingkatan berikut:

  • الرتبة الأولى في سلم التعليم: مرحلة التحصيل: القائمة على الاستماع والقبول: (التلقي عن طريق الحواس)؛ أي استماع المريد إلى ما يلقيه المعلم، والقبول منه؛ وهو ما يقابل التشوق والرغبة التي يجب أن تتوفر لدى الطالب أو المريد، ويهيئ لها الأستاذ أو الشيخ الجو الملائم (علاقة الشيخ بالمريد أو الطالب، وحسن إدارته لعملية التعليم/ التعلم). خصوصا وأن المريد يختار شيخه بحرية تامة؛ كما أن الأستاذ أو الشيخ له الحق في قبول الطالب أو المريد ضمن طلبته أو لا.

Tingkatan pertama dalam tangga pendidikan: Tahap Penguasaan: yang berlandaskan pada mendengarkan dan menerima (penerimaan melalui indra), yaitu mendengarkan apa yang diajarkan oleh guru dan menerimanya.  Fase ini didukung oleh hasrat dan keinginan kuat yang harus ada pada siswa atau murid, yang dipersiapkan oleh guru atau syekh dengan menciptakan suasana yang mendukung (hubungan antara guru dengan murid atau siswa, serta pengelolaan yang baik dalam proses pendidikan/pembelajaran). Terutama karena murid memilih gurunya dengan kebebasan penuh; dan guru atau syekh berhak untuk menerima atau menolak murid dalam kelompoknya.

  • الرتبة الثانية في سلم التعليم، التصور والفهم، واستيعاب المعلومات؛ حيث يحرص المريد أو الطالب على تصور وفهم ما يلقى إليه من طرف شيخه أو أستاذه؛ - لأن العلم دون فهم غير منتج؛ والتحصيل أو التصور دون تفهم لا فائدة منه ولا قيمة له – معتمدا في ذلك على ما يلقى إليه من شروح، وعلى ذكائه وفطنته؛ فالطالب أو المريد ليس جهازا لاستقبال وتخزين المعارف فقط؛ بل يطلب منه بذكائه وفطرته أن يتصور المعارف التي ألقيت له؛ ثم يفهم العلاقات القائمة فيما بينها.

Tingkatan kedua dalam tangga pendidikan: menggambarkan dan memahami, menyerap informasi: dimana murid atau siswa berusaha untuk menggambarkan dan memahami yang disampaikan oleh syekh atau guru. Karena ilmu tanpa pemahaman tidak menghasilkan manfaat, dan penguasaan atau penggambaran tanpa pengetahuan yang mendalam tidak memiliki nilai atau kegunaan. Dalam hal ini, murid bergantung pada penjelasan yang diberikan dan pada kecerdasan serta ketajaman pikirannya. Siswa atau murid bukanlah sekedar alat untuk menerima dan menyimpan pengetahuan, melainkan diharapkan untuk menggunakan kecerdasan dan naluri alaminya untuk menggambarkan pengetahuan yang diberikan, serta memahami hubungan yang ada di antara berbagai pengetahuan tersebut.

هذا مع الحرص على التقوى في طلب العلم، وأن يكون حسن النية في ذلك، وأن يكون هدفه من طلب العلم الامتثال لأمر الله بطلب العلم المفيد دينا ودنيا؛ دونما التفات إلى ما سواه من أعراض وأغراض؛ فإن تحقق ذلك مستقبلا وبشكل عارض فلا بأس بذلك.

Hal ini harus disertai semangat dengan ketakwaan dalam menuntut ilmu, niat yang baik, dan tujuan menuntut ilmu untuk menaati perintah Allah SWT dalam menuntut ilmu yang bermanfaat dalam agama dan dunia serta sifat yang harus dihilangkan untuk mencapai kesucian jiwa dan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jika hal-hal tersebut tercapai di masa depan dan secara kebetulan, maka tidak apa-apa.

  • الرتبة الثالثة في سلم التعليم: مرحلة التعليل والاستدلال. بعد الفهم والإدراك والتصور ينتقل الطالب أو المريد إلى مرحلة تعزيز تعلمه عن طريق التعليل والاستدلال؛ وذلك عن طريق ربط المعارف بالنتائج المتوصل إليها، وتعزيز ذلك بالأدلة العقلية والنقلية؛ لأن العلم إذا خلا عن الحجة لا ينشرح به الصدر، ولا يحصل به الاقتناع فضلا عن الإقناع فيما بعد؛ فعلم بدون تعليل لا جدوى له.

Tingkatan ketiga dalam tangga pendidikan: Tahap memberikan alasan dan mencari asal-usul dalil. Setelah memahami dan mencapai penggambaran, siswa atau murid beralih ke tahap memperkuat pembelajaran mereka melalui memberi alasan dan mencari asal usul dalil. Dan ini dilakukan dengan mengaitkan pengetahuan yang ada dengan hasil yang dicapai, serta memperkuatnya dengan bukti aqli dan naqli. Karena ilmu yang tidak disertai dengan argumen tidak akan memberikan ketenangan hati, dan tidak akan menghasilkan keyakinan, apalagi kemampuan untuk meyakinkan orang lain di kemudian hari, maka ilmu tanpa memberikan alasan tidak memiliki manfaat.

  • الرتبة الرابعة في سلم التعليم: العمل بما تعلم؛ لأن العلم بلا عمل وسيلة بلا غاية؛ والعلم الذي لا ينتج عملا فهو عقيم؛ على أن يأتي العمل وفق ما يقتضيه ويتطلبه الشرع.

Tingkatan keempat dalam tangga pendidikan: Mengamalkan Ilmu yang Diperoleh. Hal ini karena ilmu tanpa amal adalah sarana tanpa tujuan; dan ilmu yang tidak menghasilkan amal adalah ilmu yang mandul. Penting untuk mengamalkan ilmu tersebut sesuai dengan apa yang dikehendaki dan dicari oleh syariat.

  • الرتبة الخامسة: النشر: بعد عمل المتعلم أو المريد بما تعلم في نفسه؛ يعمل على نشر ما تعلم وعمل به بين أقرانه وأفراد أسرته والمحيطين به، وأفراد مجتمعه. مقتديا في ذلك بطريقة التبليغ التي نهجها الرسول صلى الله عليه وسلم في تبليغ رسالة ربه.

Tingkatan kelima: Menyebarkan Ilmu. Setelah murid atau siswa mengamalkan ilmu yang telah dipelajari pada dirinya, ia kemudian berusaha untuk menyebarkan apa yang telah dipelajari dan diamalkan kepada teman-teman, anggota keluarganya, orang-orang di sekitarnya, serta masyarakat luas. Ia mengikuti cara penyampaian yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw dalam menyampaikan risalah Tuhannya.

ومرحلتا العمل والنشر هما الغايتان من أي تعلم؛ فالمعرفة إن لم تطبق وتنشر تصكون كالعدم؛ إذ ثمرة العلم العمل والنشر.

Tahap amal dan penyebaran adalah dua tujuan utama dari setiap pembelajaran. Karena pengetahuan yang tidak diterapkan dan disebarkan akan terasa seperti ketiadaan. Karena buah dari ilmu adalah amal dan penyebaran.

وينصح الشيخ أحمد زروق الطالب أو المريد بمراعاة تدرج المراتب السابقة؛ إذ" متى قدم رتبة على رتبة حرم الوصول"؛ لمنافاة ذلك مع حقيقة طلب العلم من وجهه المعقول فكريا وتربويا؛ فالعالم بدون تحصيل يصير ضحكة وسخرية للغير، وصورة أي معرفة مكتسبة لا يصحبها فهم لا يفيد بها الغير؛ لأن عدم الفهم للمسائل يكون عائقا عن تبليغها للغير- فضلا عن النفس- ، وعلم مجرد عن الاستدلال والحجة لا يقبله العقل باطمئنان، ولا ينشرح به الصدر؛ لأن الشك يبقى مخامرا له، وكل علم لا ينتج فائدة في نفس صاحبه أو في محيطه؛ فهو عقيم؛ لأن العلم يطلب لما يرجى منه وورائه من نفع ديني أو دنيوي.

Syekh Ahmad Zarruq menasihati siswa atau murid untuk memperhatikan urutan tingkatan yang telah disebutkan sebelumnya. Karena “Barangsiapa yang mendahulukan satu tingkatan di atas yang lain, maka dia ushul untuk mencapai tujuan”. Karena bertentangan dengan hakikat pencarian ilmu dari sudut pandang yang logis dan pendidikan. Seorang yang berilmu tanpa pengamalan yang baik akan menjadi bahan tertawaan dan ejekan bagi orang lain, dan setiap pengetahuan yang diperoleh tanpa pemahaman tidak akan bermanfaat bagi orang lain; karena kurangnya pemahaman terhadap masalah akan menjadi penghalang dalam menyampaikannya kepada orang lain—apalagi kepada diri sendiri. Ilmu yang tidak disertai dengan mencari asal usul dalil dan argumen tidak akan diterima oleh akal dengan tenang, dan tidak akan membawa ketenangan hati; karena keraguan tetap mengganggu. Setiap ilmu yang tidak memberikan manfaat bagi dirinya sendiri atau lingkungan sekitarnya adalah ilmu yang mandul. Karena ilmu dicari untuk mendapatkan manfaat, baik dalam hal agama maupun dunia.

وعلى الطالب والمريد أن يحافظ على ما تعلم من علوم بالمذاكرة مخافة النسيان؛ ففي المذاكرة حياة لما تعلم؛ كما أن معارفه تنمو وتزداد بفضل المذاكرة.

Bagi siswa atau murid, penting untuk menjaga ilmu yang telah dipelajari dengan pengulangan untuk menghindari kelupaan. Karena dalam pengulangan terdapat kehidupan bagi apa yang telah dipelajari. Selain itu, pengetahuannya berkembang dan bertambah dengan keunggulan pengulangan.

ويشترط الشيخ أحمد زروق في المذاكرة الإنصاف وعدم التعصب للرأي، وقبول الرأي الآخر؛ إن كان له ما يرجحه أو يعززه؛ مع التحلي بحسن الأخلاق عند التذاكر أو المناظرة؛ وليكن الهدف من المذاكرة الوصول للحقيقة وليس التعزز بالرأي المنفرد؛ لذا ينصح أن يكون عدد المتذاكرين أو المتناظرين معهم قليلا؛ لأن مع كثرة العدد ينتفي الإنصاف، والتزام أخلاق المذاكرة أو المناظرة.

Syekh Ahmad Zarruq mensyaratkan dalam pengulangan agar bersikap adil dan tidak fanatik terhadap pendapat, serta menerima pendapat orang lain jika ada alasan yang menguatkannya.  Serta menghiasi dengan akhlak yang baik saat berdiskusi atau berdebat. Tujuan dari pengulangan haruslah untuk mencapai kebenaran, bukan untuk memperkuat pendapat pribadi. Oleh karena itu, disarankan agar jumlah peserta dalam diskusi atau debat tidak terlalu banyak, karena dengan jumlah yang banyak sikap adil dan rendah hati dalam berdiskusi dapat hilang.

كما ينصح الشيخ أحمد زروق بالاقتصار على أهداف التذاكر أو التناظر، وهو تثبيت المعلومات، والوصول إلى الحقيقة دون تقصير في ذلك؛ وأن لا ينتصر المتذاكر لآرائه دون سند معزز أو مرشح؛ وتلك صفات العالم المنصف.

Syekh Ahmad Zarruq juga menyarankan agar fokus pada tujuan diskusi atau debat, yaitu memperkuat pengetahuan dan mencapai kebenaran tanpa mengabaikannya. Seorang peserta diskusi tidak boleh membela pendapatnya tanpa dukungan atau argumen yang kuat. Inilah sifat seorang ilmuwan yang adil.

والمراحل السابقة عند الشيخ زروق متدرجة ومتكاملة؛ حيث لا يمكـن الانتقال من مرحلة إلى أخرى إلا بعد تحقق نتائج المرحلة المتقدمة؛ وإلا سيطرأ خلل على المرحلة التعليمية، وبالتالي على نتائجها المرجوة منها "فمتى قدم رتبة عن محلها حرم الوصول لحقيقة العلم من وجهها".

Tingkatan-tingkatan sebelumnya menurut Syekh Zarruq bersifat bertahap dan saling melengkapi. Di mana tidak mungkin untuk beralih dari satu tahap ke tahap lainnya kecuali setelah mencapai hasil yang memadai dari tahap sebelumnya. Jika tidak, akan terjadi gangguan dalam proses pendidikan, dan pada akhirnya akan berdampak negatif pada hasil yang diharapkan. “Barangsiapa yang mendahulukan satu tingkatan di atas yang lain, dia akan dihalangi untuk mencapai hakikat ilmu dari sudut pandangnya.”

والشيخ أحمد زروق في قاعدته هذه يتبنى في مراحل طلب العلم النمو الجسمي والنفسي للمتعلم والمريد؛ ونفس المنهجية التربوية والتعليمية الاستقرائية التي كانت سائدة في عهده بالقرويين ومعاهدها المتفرعة عنها (البوعنانية – جامع الأندلس... إلخ)؛ وهي نفس المنهجية التي مر بها في حياته من طالب بالقرويين إلى أستاذ بالبوعنانية، والكراسي العلمية التي تربع عليها، وألقى دروسه بالأقطار التي حل أو استقر بها (تونس بزاوية البو عبديلي- القاهرة - طرابلس – مكة - مصراتة... إلخ) إلى مرشد وشيخ للطريقة الزروقية التي عمل على بثها ونشرها طيلة حياته في كل بلد أو قطر حل به في رحلاته وتنقلاته المتعددة.

Dalam kaidah ini, Syekh Ahmad Zarruq dalam prinsipnya ini mengadopsi perkembangan  fisik dan psikologis bagi para pelajar dan murid, serta metodologi pendidikan dan pengajaran induktif yang berlaku pada zamannya di al-Qarawiyyin dan lembaga-lembaganya yang terkait (seperti al-Buanania, Universitas Andalusia, dan lain-lain). Ini adalah metodologi yang juga dilalui dalam hidupnya, dari seorang pelajar di al-Qarawiyyin hingga menjadi pengajar di al-Buanania, serta bangku-bangku kuliah yang didudukinya dan pelajaran yang diajarkannya di berbagai wilayah tempat ia tinggal atau berkunjung (Tunis di Zawiya al-Bu Abdil, Kairo, Tripoli, Mekkah, Misrata, dan lain-lain) hingga menjadi pembimbing dan syekh bagi tarekat Zarruqiyah yang ia sebarkan dan ajarkan sepanjang hidupnya di setiap negara atau wilayah yang ia kunjungi dalam berbagai perjalanan dan perantauannya.

والعلوم أربعة:

  • علم اللسان؛ وعموم الخلق أولى به من خصوصهم.

  • علم القلب؛ وخصوص الخلق أولى به من عمومهم.

  • وعلم في العقل؛ وأصول صاحبه متشابهة.

  • وعلم بالسر؛ وصاحبه يتوارى به(1).


(1) تحفة المريد.


Ilmu ada 4:

  • Ilmu lisan (bahasa). Umumnya manusia lebih berhak daripada yang khusus.

  • Ilmu hati. khususnya manusia lebih berhak daripada yang umum 

  • Ilmu akal. Dasar-dasarnya serupa bagi semua orang yang mempelajarinya.

  • Ilmu Sir. Dan pemiliknya menyembunyikannya (dari orang lain)

مراحل طلب العلم، ونشره:

Tahapan menuntut ilmu dan menyebarkannya:

ينطلق الشيخ أحمد زروق في القاعدة السابقة من تجربته التربوية التي مارسها، كطالب علم ومريد في بداية حياته، وكأستاذ في منتصف حياته، و كشيخ مربي عالم بأسرار التربية ومراحلها في نهاية حياته.

Syekh Ahmad Zarruq memulai dari prinsip sebelumnya berdasarkan pengalamannya dalam pendidikan yang dia praktikkan, sebagai seorang pelajar ilmu dan murid di awal kehidupannya, sebagai guru di pertengahan kehidupannya, dan sebagai syekh pendidik yang berilmu tentang rahasia-rahasia pendidikan dan tahapannya di akhir kehidupannya.

وانطلاقا من هذه الخبرة يرشد الطالب أو المريد إلى منهجية التعلم والتعليم؛ حيث يوضح في القاعدة المراحل التي ينبغي لطالب العلم المرور بها؛ لأنه لا يستفيد من علمه إلا إذا التزم بدرجات ومراحل تلقي العلم؛ وهي مراحل ضرورية في التكوين العلمي، وتتدرج من أدنى إلى أعلى؛ فطلب العلم يحتاج صاحبه إلى التلقي والاستماع أولا؛ ثم إلى فهم واستيعاب ما تلقاه وسمعه من مشايخه أو أساتذته؛ ثم بعد ذلك يبحث عن الأدلة النقلية والعقلية؛ لتعزيز مكتسباته مـن المعرفة؛ وذلك حتى لا تبقى معارفه تعتمد على التلقين المحض الخالي من الاستدلال المعمق للفهم؛ وأخيرا يأتي دور العمل والتطبيق، ونشر العلم المكتسب، وهي المرحلة المهمة؛ لأنها تجعل المتعلم قادرا على توظيف واستثمار معارفه ومكتسباته، إما عن طريق التلقي والتعلم، أو عن طريق التجربة والممارسة؛ وهذه المراحل هي:

Berdasarkan pengalaman ini, Syekh Ahmad Zarruq mengarahkan siswa atau murid kepada metodologi pembelajaran dan pengajaran. Dimana ia menjelaskan dalam prinsipnya mengenai tahapan yang harus dilalui oleh orang yang mencari ilmu. Sebab, seseorang tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmunya kecuali jika ia mematuhi tingkatan dan tahapan dalam menerima ilmu. Ini adalah tahapan yang diperlukan dalam struktur ilmiah, yang bertahap dari yang paling rendah ke yang paling tinggi. Maka untuk mencari ilmu pemiliknya perlu menerima dan mendengarkan terlebih dahulu. Kemudian memahami dan menyerap apa yang telah diterima dari syekh atau guru. Kemudian setelah itu, ia harus mencari bukti aqli dan naqli, untuk memperkuat pengetahuan yang telah diperoleh, agar pengetahuannya tidak hanya bergantung pada pengajaran yang murni tanpa adanya mencari asal-usul dalil yang mendalam untuk pemahaman. Akhirnya, datang langkah pengamalan dan penerapan, serta penyebaran ilmu yang telah diperoleh, yang merupakan tahap penting karena ini memungkinkan pelajar untuk memanfaatkan dan menginvestasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya, baik melalui penerimaan dan pembelajaran, maupun melalui pengalaman dan praktik. Tahapan ini adalah:

  • مرحلة التلقي والقبول والاقتداء؛ لأن المعرفة تقوم على الاستماع والتلقي أولا.

Tahap mempelajari, menerima, dan peneladanan, karena pengetahuan didasarkan dengan mendengar dan menerima terlebih dahulu.

  • مرحلة التصور والفهم والاستيعاب للمعلومات التي تلقاها؛ فالتحــصيل السطحي بدون فهم غير منتج، ولا فائدة منه.

Tahap menggambarkan, memahami, dan penyerapan informasi yang telah diterima; karena penguasaan yang dangkal tanpa pemahaman tidaklah produktif dan tidak memberikan manfaat.

  • مرحلة التعزيز والتعليل والاستدلال وربط المعرفة بأدلتها النقلية والعقلية؛ وفي ذلك تعزيز للفهم الدقيق؛ لأن الفهم العاري عن التعليل بالأدلة قاصر، ولا جدوى من ورائه.

Tahap penguatan, memberikan alasan, dan mencari asal-usul dalil, dan penghubungan pengetahuan dengan dalil aqli dan naqli dalam hal itu ada penguatan untuk pemahaman yang mendalam karena pemahaman yang tidak disertai dengan memberikan alasan dan bukti adalah terbatas, dan tidak ada manfaat di baliknya.

  • مرحلة العمل؛ وتوظيف المكتسبات توظيفا منتجا؛ وذلك عن طريق العمل بما علم؛ لأن العلم بدون عمل غير منتج، ويكون كالعدم.

Tahap amal dan memanfaatkan pengetahuan yang telah diperoleh secara produktif yaitu dengan mengamalkan apa yang telah dipelajari. Sebab, ilmu tanpa amal adalah tidak produktif, dan seakan-akan tidak ada.

وأخيرا يأتي دور التعليم والنشربين الخلق، والدعوة إلى الله.

Akhirnya, datanglah peran pendidikan dan penyebaran akhlak, serta menyeru kepada Allah.

وهذا معنى قوله: "لكل شيء وجهه؛ فطالب العلم في بدايته… إلخ".

Ini adalah makna dari perkataannya: "Setiap hal memiliki arahnya; maka penuntut ilmu di awal..." dan seterusnya.

ثم إن طلب العلم يكون: بتقديم الأهم فالأهم، وأخذه عن التقي النقي الأعلم، وبذل المجهود في طلب التحصيل، والحرص على العمل بما أمكن من غير تقصير؛ فإن العلم بهتف بالعمل؛ فإن وجده وإلا ارتحل.

Kemudian dalam menuntut ilmu: Harus dilakukan dengan mengutamakan yang lebih penting terlebih dahulu, dan mengambilnya dari orang yang bertaqwa, bersih (hatinya), dan berilmu. berusaha keras dalam mencari hasil, serta bersemangat untuk mengamalkannya semaksimal mungkin tanpa kelalaian. maka sesungguhnya ilmu menyerukan untuk diamalkan. Jika belum ditemukan amal, maka ilmu itu akan menetap.

ان تتبع المراحل السابقة تعين بلا شك الطالب أو المريد أو السالك على اعتماد الشمولية في الطلب، كما أنها تساعده على الإبداع، وعلى خلق ملكة تساعد المريد وطالب العلم على الترقي والتطور في طلب درجات الكمال، وتجعل المتأخر قادرا على الإتيان بالجديد.

Mengikuti tahapan-tahapan yang telah disebutkan sebelumnya tentu akan membantu siswa, murid, atau salik dalam menggunakan pendekatan yang menyeluruh dalam menuntut ilmu. Selain itu, hal ini juga mendukung mereka untuk berinovasi dan mengembangkan kemampuan yang akan membantu pelajar dan pencari ilmu dalam mencapai tingkat kesempurnaan, serta memungkinkan mereka yang terlambat mampu membawa sesuatu yang baru.

وحيث إن التعلم أو السلوك هو طلب وسير متواصل (التربية المستدامة)؛ فإن الشيخ أحمد زروق ينصح المريد بمواصلة الطلب والسير والاجتهاد والترقي في درجات الكمال للوصول إلى الحقيقة.

Mengingat bahwa belajar atau suluk adalah proses yang terus-menerus (pendidikan berkelanjutan), Syekh Ahmad Zarruq menyarankan murid untuk terus menerus berusaha mencari ilmu, dan meningkatkan diri dalam mencapai tingkat kesempurnaan untuk mencapai hakikat.

ولقد قال الشيخ أحمد زروق في قاعدة لاحقة: "إن المتكلم في أي فن من فنون العلم، إن لم يلحق فرعه بأصله، ويحقق أصله من فرعه، ويصل معقوله بمنقوله، وينسب منقوله لمعانيه، ويعرض ما فهم على ما استنبط من طريق أهله؛ فسكوته أولى من كلامه".

Syekh Ahmad Zarruq dalam prinsip selanjutnya mengatakan: “Barang siapa yang berbicara dalam bidang ilmu mana pun, jika ia tidak mengaitkan cabangnya dengan pokoknya, dan tidak memastikan pokoknya dari cabangnya, serta tidak menghubungkan pemahaman dengan pengertiannya, dan tidak mengaitkan pengertiannya dengan maknanya, serta tidak mencocokkan apa yang dipahami dengan apa yang diambil dari jalan ahlinya, maka diamnya lebih baik daripada berbicara”.

إن المرور بالمراحل السابقة لكل طالب علم - قبل أن يجلس مجلس التعليم، أو الإرشاد والتوجيه - ضروري؛ وإلا عرض نفسه للسخرية. كما أن محصل العلم إن لم يقصد بذلك تقوى الله، فلا عبرة بتحصيله وتبليغه؛ لأن الوسيلة – وهي التحصيل - لا يجوز استعمالها إلا فيما يرضي الله، وبما يرضاه؛ كما أن العالم الذي لا تقوى له لا يوثق به ولا بعلمه؛ لأنه قد يصرفه لما فيه هوى النفس، وقد يزيد، وقد ينقص في التبليغ حسب هذا الهوى. كما أن صور التبليغ إذا لم يحصيها؛ ولم يحط الفهم بجوانبها إحاطة شاملة؛ فإنه يصعب تبليغها، وبالتالي فهمها من طرف المتلقي؛ كما أن العلم المتلقى أو المبلغ يلزم أن يكون معززا بالأدلة النقيلة والعقلية حسب مجالها؛ فمثل العلم غير المعزز بالأدلة كبنيان لا أعمدة له سرعان ما ينقض على أصحابه لأقل عرض داخلي أو خارجي، وكل علم لم ينتج عملا وتقوى؛ فهو عقيم لا نفع فيه؛ فيكون مثل المحصلين للعلم دون الاتصاف بالتقوى كمثل شجر السرو "له رواء وما له ثمر".

Melalui tahapan-tahapan yang telah disebutkan sebelumnya adalah penting bagi setiap orang yang mencari ilmu—sebelum ia duduk dalam majelis pendidikan atau bimbingan—agar tidak mempermalukan dirinya sendiri. Selain itu, jika seseorang yang menuntut ilmu tidak memiliki tujuan untuk bertakwa kepada Allah, maka tidak ada nilai dalam penguasaan dan penyampaiannya. Sebab, sarana—yaitu penguasaan ilmu—hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang diridhoi oleh Allah dan apa yang di ridhoi-Nya. Seorang ilmuwan yang tidak memiliki ketakwaan tidak dapat dipercaya, dan ilmunya pun diragukan, karena ia mungkin menggunakan ilmunya untuk memenuhi hawa nafsunya, dan kadang dapat menambah atau mengurangi dalam penyampaian sesuai dengan kepentingan tersebut. Selain itu, jika bentuk penyampaian ilmu tidak diperhitungkan dan tidak dipahami secara menyeluruh, maka akan sulit untuk menyampaikannya dan akibatnya sulit juga dipahami oleh penerima. Ilmu yang diterima atau disampaikan harus didukung dengan bukti-bukti baik dari dalil naqli dan aqli sesuai dengan bidangnya. Perumpamaan ilmu yang tidak didukung oleh bukti, ibarat bangunan tanpa tiang, ia akan cepat runtuh pada pemiliknya dengan sedikit tekanan dari dalam atau luar. Setiap ilmu yang tidak menghasilkan amal dan ketakwaan adalah mandul dan tidak bermanfaat. Oleh karena itu, perumpamaan orang yang hanya mengumpulkan ilmu tanpa memiliki sifat ketakwaan sama seperti pohon cemara “ia terlihat indah tetapi tidak berbuah."

هذا وإن مذاكرة العلم ومناقشته - مع الاتصاف بالإنصاف والتواضع؛ وعدم التعصب، وقبول الحق مع حسن الخلق في الحوار والنقاش - حياة للعلم ونماء له. ما لم يكثر عدد الأشخاص المذاكرين؛ لأن تفاوت الآراء تفضي في الغالب إلى المهاترة، وتغليب الحظوظ النفسية؛ لذا ينصح الشيخ أحمد زروق بالاكتفاء بالمناقشة مع أهل الإنصاف والتخصص، وأن يقبل الحق مهما كان مخالفا للرأي الشخصي؛ لأن الهدف من النقاش هو الوصول إلى الحق، وإظهار الصواب من القول أو الفعل أو الاجتهاد أو الحكم. لا حب الامتياز والظهور على الغير.

Sesungguhnya, pengulangan ilmu dan berdebat ilmu—dengan sikap adil dan rendah hati, tanpa fanatisme, serta menerima kebenaran dengan akhlak yang baik dalam dialog dan debat—adalah kehidupan bagi ilmu dan pertumbuhannya. Namun, hal ini tidak berlaku jika jumlah peserta diskusi terlalu banyak, karena perbedaan pendapat seringkali mengarah pada perselisihan dan dominasi kepentingan pribadi. Oleh karena itu, Syekh Ahmad Zarruq menyarankan untuk cukup berdiskusi dengan orang-orang yang adil dan berkompeten, serta menerima kebenaran meskipun bertentangan dengan pendapat pribadi, karena tujuan dari diskusi adalah mencapai kebenaran, serta menunjukkan yang benar dari ucapan, tindakan, ijtihad, atau keputusan. Bukan untuk mencari keunggulan atau menunjukkan diri di atas orang lain.

آلات العلم أربعة: شيخ نباح، وعقل رجاح، وكتب صحاح، ومداومة وإلحاح.

Alat-alat Ilmu itu terdiri dari empat hal: guru yang berpengalaman, akal yang bijaksana,kitab-kitab yang shahih,  ketekunan serta kesungguhan.

Murtajim : Alfina Rachma Ramadhani

Contact Person : 087715566331

Email : alfina.rachma2001@gmail.com

DAFTAR PUSTAKA

al-Burnusiy, Abi al-‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa Zarrouq al-Fasi, (Wafat 899 H)., Qawaid al-Tasawuf, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon., 2019 M / 1440 H., (Tahqiq: Abdulmajid Khayali, 2002)., cet. kelima.

Tayeb, Mohammed Idris, (Lahir 1369 H / 1950 M)., Syarah Qawaid al-Tasawuf, Books Publisher, Beirut, Lebanon, 2022., cet. pertama, sebanyak 2 jilid.

Posting Komentar untuk "QOIDAH 28: ADAB SULUK, MENCARI ILMU DAN MENYEBARKANNYA"