QOIDAH 29: MENGUASAI METODE DALAM MENCARI ILMU ADALAH PENUNJANG DALAM MENCAPAI SESUATU YANG DIINGINKAN.


Sumber Meta Ai

 

قَاعِدَةٌ (٢٩)

إِحْكَامُ وَجْهِ الطَّلَبِ مُعِيْنٌ عَلَى تَحْصِيْلِ الْمَطْلُوْبِ

menguasai metode dalam mencari ilmu adalah penunjang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan.

إِحْكَامُ وَجْهِ الطَّلَبِ مُعِيْنٌ عَلَى تَحْصِيْلِ الْمَطْلُوْبِ؛ فَمِنْ ثَمَّ كَانَ حُسْنُ السُّؤَالِ نِصْفَ الْعِلْمِ؛ إِذْ جَوَابُ السَّائِلِ عَلَى قَدْرِ تَهْذِيْبِ الْمَسَائِلِ؛ وَقَدْ قَالَ ابْنُ الْعَرِيْفِ رَحِمَهُ اللَّهُ: لَا بُدَّ لِكُلِّ طَالِبِ عِلْمٍ حَقِيْقِيٍّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ:

Menguasai metode dalam mencari ilmu adalah penunjang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan. Maka dari itu, baiknya pertanyaan adalah setengah dari ilmu karena jawaban penanya sesuai dengan penyusunan pertanyaan-pertanyaan. Dan sungguh Ibnu al-'Arif Rh berkata, semoga Allah merahmatinya: Setiap pencari ilmu yang sejati harus memiliki tiga hal:

أَحَدُهَا: مَعْرِفَةُ الْإِنْصَافِ، وَلُزُوْمُهُ بِالْأَوْصَافِ.

Yang pertama adalah: pengetahuan tentang keadilan, serta berpegang pada sifat-sifatnya.

الثَّانِي: تَحْرِيْرُ وَجْهِ السُّؤَالِ، وَتَجْرِيْدُهُ مِنْ عَمُوْمِ جِهَّاتِ الْإِشْكَالِ.

Yang kedua adalah: menyusun ulang arah pertanyaan dengan baik, dan menghindarkannya dari berbagai sisi kerumitan.


الثَّالِثُ: تَحْقِيْقُ الْفَرْقِ بَيْنَ الْخِلَافِ وَالْاِخْتِلَافِ.

Yang ketiga adalah: memahami perbedaan antara khilaf dan ikhtilaf.

قُلْتُ: فَمَا رَجَعَ لِأَصْلٍ وَاحِدٍ، فَاخْتِلَافٌ؛ يَكُوْنُ حُكْمُ اللَّهِ فِي كُلِّ مَا أَدَّاهُ اللَّهُ إِلَيْهِ اِجْتِهَادُهُ، وَمَا رَجَعَ لِاَصْلَيْنِ يَتَبَيَّنُ بُطْلَانُ أَحَدِهِمَا عِنْدَ تَحْقِيْقِ النَّظَرِ  فَخِلَافٌ؛ وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

Aku berkata: Jika perbedaan kembali kepada satu asal, maka itu adalah ikhtilaf, hukum Allah dalam setiap hal yang disampaikan kepada-Nya adalah hasil dari ijtihadnya. Namun, jika kembali kepada dua pokok yang menjelaskan bahwa salah satunya tidak benar saat dianalisis dengan baik, maka itu adalah khilaf dan Allah-lah yang lebih mengetahui.


شرح عند الأستاذ الشيخ محمد إدريس طيب :

Penjelasan oleh Syekh Muhammad Idris Tayib:

يبدأ الشيخ أحمد زروق القاعدة بقوله: "أحكام وجه الطلب معين على تحصيل المطلوب"؛ وهو بذلك يقرر منهجا علميا رائدا في علم التعليم والتربية؛ قائما على أهمية دقة السؤال في الوصول إلى النتيجة وضبط الإجابة؛ فإحكام الطلب معين على تحصيل المطلوب.

Syekh Ahmad Zarruq memulai kaidahnya dengan mengatakan: “Menguasai metode dalam mencari ilmu adalah penunjang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan”. Dengan demikian, ia menetapkan sebuah metode ilmiah yang unggul dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Metode ini menekankan pentingnya ketepatan dalam bertanya untuk mencapai hasil yang diinginkan dan memastikan jawaban yang tepat sehingga menguasai metode dalam mencari ilmu sangat membantu dalam meraih apa yang diinginkan.

ولما بين في القاعدة السابقة منهجية ودرجات ورتب طلب العلم انتقل في هذه القاعدة ليوضح الشروط التي ينبغي للمريد أو طالب العلم أن يتقيد بها في طلبه؛ وهي:

Setelah menjelaskan metodologi, tingkatan, dan tahapan dalam menuntut ilmu pada kaidah sebelumnya, dia kemudian beralih untuk menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pencari ilmu atau murid dalam menuntut ilmu. Yaitu:

  • أن يكون السؤال واضحا بعيدا عن أي غموض؛ لأن السؤال نصف العلم؛ فكلما كان السؤال واضحا ومحددا؛ كان الجواب عليه أيضا واضحا؛ فوضوح الجواب مرهون بوضوح السؤال؛ كما أن جواب السائل رهين بتهذيب المسائل ووضوحها.

Pertanyaan harus jelas dan jauh dari keraguan. Karena pertanyaan adalah setengah dari ilmu. Semakin jelas dan spesifik pertanyaan, maka jawabannya pun akan semakin jelas. Kejelasan jawaban bergantung pada kejelasan pertanyaan, sebagaimana jawaban penanya bergantung pada kejelasan dan ketepatan pertanyaan yang diajukan.

ويستغل الشيخ أحمد زروق في هذه القاعدة تجربته التربوية، كأستاذ ومربي وشيخ؛ إذ لا يخفى في علوم التربية أهمة طرح السؤال بأسوب واضح في الوصول إلى الإجابة الصحيحة. هذا في مجال التعليم؛ أما في مجال البحث العلمي؛ فإن السؤال يبقى أهم ركن في البحث العلمي المعاصر؛ حيث يكون السؤال موجه لعملية البحث أو التجربة التي يريد القيام بها، أو النتيجة التي يريد الوصول إليها (المقدمات العقلية الموجهة للبحث بهدف الوصول للنتيجة المطلوبة أو الفرضية المقدمة لبناء البحث العلمي والاستدلال العقلي، أو التجربة العلمية).

Syekh Ahmad Zarruq dalam kaidah ini memanfaatkan pengalaman pendidikannya sebagai seorang guru, pendidik, dan syaikh. Karena tidak terbantahkan bahwa dalam ilmu pendidikan, pentingnya mengajukan pertanyaan dengan cara yang jelas untuk mencapai jawaban yang benar. Hal ini berlaku dalam bidang pendidikan. Sedangkan dalam bidang penelitian ilmiah, pertanyaan tetap menjadi pilar utama dalam penelitian ilmiah modern. Di mana pertanyaan mengarahkan proses penelitian atau eksperimen yang ingin dilakukan, atau hasil yang ingin dicapai. Pertanyaan tersebut merupakan (premis logis yang mengarahkan penelitian dengan tujuan mencapai hasil yang diinginkan atau hipotesis yang diajukan untuk membangun penelitian ilmiah dan penalaran logis, atau eksperimen ilmiah).

أهمية السؤال أو الفرض العلمي: (أهدافه - شروطه - وسائله - وظيفته أو فائدته) في البحث العلمي.

Pentingnya pertanyaan atau hipotesis ilmiah: (tujuannya - syarat-syaratnya - penanya - fungsinya atau manfaatnya) dalam penelitian ilmiah.

هذا ولقد قال ابن العريف رحمه الله تعالى: "لا بد لكل طالب علم حقيقي من:

Hal Ini sesungguhnya yang dikatakan oleh Ibnu al-'Arif Rh: "Setiap pencari ilmu sejati berkewajiban untuk :

  • معرفة الإنصاف، ولزومه بالأوصاف وعدم التعصب للرأي.

Pengetahuan tentang keadilan, berpegang pada prinsip-prinsipnya, dan tidak fanatik terhadap pendapat.

  • تيسير وجه الطلب؛ وذلك بدقة السؤال بحيث يكون هادفا؛ لأن السؤال نصف العلم؛ ولأن الجواب يكون طبقا للسؤال؛ ولأن الوسائل (الأسئلة)  موصله للمقاصد (الأجوبة)؛ فمن أحكم الوسيلة سهل عليه الوصول إلى النتيجة، والعكس صحيح، ولأن الإجابة تكون على قدر الأسئلة".

Memudahkan cara pencarian ilmu yaitu dengan ketepatan pertanyaan sehingga memiliki tujuan yang jelas karena pertanyaan adalah setengah dari ilmu dan jawaban akan sesuai dengan pertanyaan, serta sarana (pertanyaan-pertanyaan) adalah penghubung kepada tujuan (jawaban-jawaban). Barang siapa yang memperkuat sarana, akan memudahkan dirinya untuk mencapai hasil, dan sebaliknya. Karena jawaban diberikan sesuai dengan kualitas pertanyaan."

لذا اشترط ابن العريف في كل طالب علم حقيقي ثلاثة شروط: 

Oleh karena itu, Ibnu al-'Arif  mensyaratkan tiga syarat bagi setiap pencari ilmu sejati:

أولا: الإنصاف في نفسه، ولغيره؛ وأن يقصد بطلبه العلم معرفة الحق. 

Pertama: Keadilan terhadap dirinya sendiri serta orang lain, bahwa tujuannya dalam menuntut ilmu adalah untuk mengetahui kebenaran.

ثانيا: تيسير فقهه، وتجريده من عموم جهات الإشكال. أي الدقة في توجيه السؤال، حتى لا يبقى عاما، أو به إشكال أو غموض.

Kedua: Mempermudah pemahaman fikihnya, dan membersihkannya dari berbagai sisi  kerumitan. Yaitu ketelitian dalam mengarahkan pertanyaan, tidak terlalu umum, atau menimbulkan keraguan atau ketidakjelasan.


ثالثا: معرفة الفرق بين الخلاف المحمود، والاختلاف الذي يؤدي إلى التنافر؛ فالخلاف يكون مرده إلى الاختلاف في الأدلة المحتج بها في الاجتهاد الفقهي؛ أما الاختلاف؛ فيكون فى اختلاف النظر كما في العقائد عند المتكلمين.

Ketiga: Mengetahui perbedaan antara khilaf yang terpuji dan ikhtilaf yang mengarah pada perpecahan. Khilaf yang terpuji berasal dari perbedaan dalam bukti yang digunakan dalam ijtihad fikih sementara ikhtilaf terjadi karena perbedaan pandangan, seperti dalam masalah akidah di antara para ahli kalam.

إن الخلاف رحمة، ولا يفسد للود قضية، ويدل على بعد نظر مع احترام الرأي المخالف؛ أما الاختلاف فمنهي عنه، ويؤدي إلى الشقاق (التزام أدب الحوار).

Sesungguhnya, khilaf adalah rahmat, dan tidak merusak hubungan yang baik, hal ini menunjukkan pandangan yang jauh dengan menghormati pendapat yang berbeda. Namun, perbedaan ikhtilaf dilarang dan dapat mengarah pada perpecahan (pentingnya menjaga adab dalam berdialog).

رغم الضجة التي كانت قائمة على ابن العريف وأفكاره من طرف فقهاء وصوفية المغرب آنذاك؛ فإن الشيخ أحمد زروق لا يجد حرجا في الاعتماد على بعض أقواله كما في القاعدة ما دامت مقبولة من الناحية العلمية؛ وهو ما يؤكد استقلالية الشيخ أحمد زروق في الرأي، وإنصافه للغير، والقبول بالراْي الآخر؛ ما دام لا يعارض نصا؛ ولا عقلا؛ وهي سمة العلماء الكبار.

Meskipun ada keributan yang berlangsung terhadap Ibnu al-Arif dan pemikirannya dari pihak para ahli fikih dan sufi Maroko pada waktu itu. Syekh Ahmad Zarruq tidak merasa ragu untuk mempercayai beberapa pendapatnya, seperti yang tercantum dalam prinsipnya, selama pendapat tersebut diterima secara ilmiah. Hal itu menunjukkan independensi Syekh Ahmad Zarruq dalam berpendapat, keadilannya terhadap orang lain, serta penerimaannya terhadap pendapat yang berbeda, selama pendapat tersebut tidak bertentangan dengan nash atau akal. Ini adalah ciri dari para ulama besar.

Murtajim : Alfina Rachma Ramadhani

Contact Person : 087715566331

Email : alfina.rachma2001@gmail.com


DAFTAR PUSTAKA

al-Burnusiy, Abi al-‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa Zarrouq al-Fasi, (Wafat 899 H)., Qawaid al-Tasawuf, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon., 2019 M / 1440 H., (Tahqiq: Abdulmajid Khayali, 2002)., cet. kelima.

Tayeb, Mohammed Idris, (Lahir 1369 H / 1950 M)., Syarah Qawaid al-Tasawuf, Books Publisher, Beirut, Lebanon, 2022., cet. pertama, sebanyak 2 jilid.

Posting Komentar untuk "QOIDAH 29: MENGUASAI METODE DALAM MENCARI ILMU ADALAH PENUNJANG DALAM MENCAPAI SESUATU YANG DIINGINKAN."